UTR 22

71.3K 9.2K 2.3K
                                    

Pentingkan ibadah daripada baca UTR. Selamat membaca!

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

**

   Persalinan kurang lebih masih 1 bulan lagi lamanya. Secara bersamaan, kesibukan Ryan pun memadat sampai terkadang dengan sangat terpaksa harus lembur dan pulang larut di mana Geladis sudah tidur nyenyak. Waktu kebersamaan yang menyingkat, tak ayal Ryan jadi tidak bisa merawat Geladis dengan semestinya. Oleh sebab itu, Hanifah dipanggil tinggal di rumah Ryan untuk menggantikan posisi Ryan menjaga dan merawat Geladis.

   Mendapatkan Hanifah sebagai ibu mertua merupakan salah satu berkah yang layak disyukuri. Tidak seperti mertua di sinetron atau film, Hanifah lebih pantas disebut mertua idaman. Hanifah tidak pernah membentak yang salah, melainkan menegur dan membenarkannya dengan suara halus. Termasuk ketika Nisah secara tidak sengaja memasang gorden terbalik, Hanifah tertawa geli lalu meminta Nisah untuk memasang ulangnya.

   Keberadaan Hanifah cukup mengisi kejenuhan Geladis di kala menunggu Ryan pulang di sore atau malam hari. Namun, rasa tidak enak kerap kali datang juga karena kebanyakan pekerjaan rumah yang seharusnya Geladis kerjakan sendiri semuanya diambil alih oleh Hanifah.

   "Tidak apa-apa. Kamu istirahat saja." Itu kata-kata yang selalu diucapkan Hanifah pada Geladis.

   Termasuk memasak. Memang, masakan Hanifah sangatlah lezat, mengalahkan koki yang sudah dikembalikan ke Mesir oleh Ryan. Pantas saja suaminya itu betah sekali di ruang makan ketika kembali ke rumah orang tuanya. Fakta ini sebenarnya Geladis sendiri pun sudah tahu dari lama. Kalau tidak sedang nafsu makannya menurun, Geladis sudah pasti habis banyak.

   "Sudah kenyang?" tanya Hanifah ketika mendapati Geladis tiba-tiba berhenti makan.

   Geladis menelan pelan-pelan makanannya, belum menjawab pertanyaan Hanifah.

   "Ada apa? Ingin muntah?" Hanifah menghampiri menantunya yang wajahnya menampilkan ketidaknyamanan itu.

   Tampaknya jawabannya 'iya' sehingga Hanifah gegas membantu Geladis menuju kamar mandi terdekat kemudian membiarkan Geladis memuntahkan isi perutnya di kloset. Sembari itu, Hanifah menepuk-nepuk pelan punggung Geladis. Rasanya akrab, seperti Ryan sendiri yang sedang menepuk-nepuknya. Geladis kini tahu dari mana asalnya kenyamanan yang kerap Ryan berikan padanya.

   Setelah hampir mengosongi perut, Geladis beristirahat di kamar. Kepalanya pusing dan tubuhnya lemas lemas sekali saat ini hingga rasa-rasanya tidak mampu lagi untuknya beraktivitas normal, termasuk salat.

   "Mah," panggil Geladis dengan kelopak mata berat untuk terbuka lebar.

   "Iya, Nak?"

   "Aku ingin sholat," ujar Geladis lirih.

   Hanifah mengangguk lalu memapah Geladis untuk mengambil air wudhu. Karena keadaannya yang lemah, tidak memungkinkan bagi Geladis untuk salat berdiri. Daripada perempuan itu jatuh nantinya dengan keadaan perut besar 8 bulannya, sebagai solusi tidak lain adalah dengan salat sambil duduk.

   Bukan rahasia lagi jika ibu hamil kerap merasa kepanasan luar biasa. Dengan masih terbalut mukena, bulir-bulir keringat bermunculan di dahi dan pelipis Geladis. Padahal pendingin ruangan sudah menyala rendah, namun rasanya masih seperti tidak ada angin di sana.

   Selepas salat asar, Hanifah meletakkan penyangga Al-Qur'an di hadapan Geladis. Karena tidak ada kehadiran Ryan, tentu saja Hanifah-lah yang akan menemani Geladis murajaah. Wanita itu tersenyum lembut melihat menantunya itu tengah membalik-balikkan mushaf.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang