UTR 39

31.8K 4.3K 1.3K
                                    

Utamakan ibadah!

Selamat membaca!

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

**

   "Buna, iyat, iyat!" Ghafi bergerak gelisah di pangkuan Geladis.

   "Iyat?" tanya Ryan yang tengah mengemudikan mobil.

   Geladis terkekeh. "Lihat," katanya memberitahu sang suami makna ocehan Ghafi.

   Sedikit memang yang dapat mengerti patah kata Ghafi di rumah, hanya Geladis dan Nisah yang paling banyak tahu.

    Ryan mengangguk paham. Geladis mengangkat sang anak lalu meletakkannya di dekat pintu. Sebagaimana permintaannya yang ingin melihat ke luar melalui kaca yang tertutup. Namun, anak itu masih merengek dan memukul-mukul kaca di depan wajahnya itu.

   "Mau dibuka kacanya, Nak?"

   Ghafi mengangguk sehingga Geladis kemudian menekan tombol power window sampai kaca hitam itu turun ke batas yang diinginkan. Ketika ujung rambut hitam Ghafi tersentuh angin, anak itu tertawa kegirangan.

   "Buna, uyung!" Tangan kecil itu menunjuk-nunjuk ke arah langit.

   "Uyung?" Ryan bertanya lagi.

   "Burung." Geladis memberitahu sekali lagi dan Ryan mengangguk lagi.

   "Burung apa, Nak? Burung wa ...."

   "Tut!" sahut Ghafi semangat.

   Geladis dan Ryan kompak tertawa bersama. Memang Ghafi selama ini hanya tahu burung perkutut peliharaan kakeknya sehingga tak heran jawabannya seperti itu.

   "Walet, Ghafi," ralat Ryan di sela-sela tawanya yang belum reda.

   "Ayet, Yah?" Anak itu menatap sang ayah dengan kedua bola mata beningnya yang bersih sepertinya yang masih suci tak berdosa.

   "He-em. Setelah ini Ghafi lihat burung-burung lain." Benar, tujuan mereka adalah kebun binatang yang menjadi kali pertama bagi Ghafi mengunjungi tempat dibudidayanya binatang-binatang langka.

   Geladis mengangguk. "Ghafi nanti naik gajah."

   "Ajah! Api mu naik ajah! Naik ajah! Naik ajah!" Si kecil tertawa girang lagi.

   "Yakin?" tanya lelaki di kursi kemudi yang ditujukan pada istrinya.

   Di rumah tadi sempat terjadi perdebatan kecil lantaran Geladis tak berani naik binatang besar itu sementara Ryan yang mengusulkan karena meyakini Ghafi akan senang. Dan melihat seringai tipis sang suami Geladis mendengus dan memalingkan wajah.

   "Mas Ryan yang temani. Aku lihat-lihat dari bawah saja," ucapnya seraya merapikan kerah kaus Ghafi.

   "Mana bisa seperti itu? Siapa yang menemanimu di bawah?" Ryan tak terima. Lebih tidak tega membiarkan sang istri berkeliaran sendirian. "Bagaimana kalau ada harimau lepas dan mengejarmu sedangkan saya masih di atas gajah tidak bisa menyelamatkanmu?"

   Geladis tertawa dan memukul pelan lengan Ryan. Tawa yang begitu renyah sampai gusi merah mudanya terlihat akan lelucon tak masuk akal lelaki itu.

   "Aku akan memanjat pohon. Harimau tidak bisa memanjat, 'kan?" Perempuan itu menaik turunkan alis.

   "Bisa. Harimau bisa berenang dan memanjat," ucap Ryan mengejutkan Geladis. Perempuan itu bergegas mengambil ponsel pintarnya dan mencari kebenarannya di internet.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang