Prolog

706 45 5
                                    

EVANESCENT. Memiliki arti lekas menghilang dan hanya bertahan dalam waktu singkat. Tentang dua manusia yang sama-sama terluka dan berdosa. Tentang Raffa yang menyelundup masuk di kehidupan Adel dan hilang saat tugasnya selesai.

Sebelumnya maaf apabila ada kesamaan nama tokoh pada cerita lain. Maaf juga kalau kalian banyak nemu penulisan kata yang masih berantakan. Dan Terima kasih, sudah mampir di bab prolog ini.

Aku ucapkan selamat menyelam pada kisah sakit dan luka mereka.

SEMOGA KALIAN SUKA!🔥

Happy Reading guys❤

***

Hujan deras, merembes hingga tirai dengan bunyi dentingan kaca terbanting karena angin kencang. Gorden warna keemasan itu basah merebak, titik airnya jatuh membekas pada lantai pualam.

Ruangan itu gelap, penghuninya nampak enggan menyalakan lampu, dia menatap kosong dari kursi belajar bagaimana kilat menyambar langit kelabu di malam itu.

Pengang. Telinganya seakan tuli. Bunyi pecahan kaca kian terdengar, bantingan pintu di bawah sana yang entah bagaimana berantakannya.

Porak poranda. Kacau seperti perasaannya.

Namun entah kenapa, suaranya berhenti. Bersamaan dengan volume hujan yang mengecil, Lelaki itu menghela nafas panjang, dalam, merasakan sensasi sesak di dalam dada.

Lalu pintu kamarnya terbuka. Lampu menyala, suara isakan memenuhi indra pendengarannya.

"Raffa.. Pilih Mama, ya, Nak?" Entah bagaimana, Wanita yang dia sebut Ibu itu menarik lengannya, berjongkok, mencium telapak tangannya beberapa kali.

"Raffa ikut dengan saya!" Netra Raffa meredup, air matanya merembes, tak berani menatap Ayahnya yang ingin segera menarik nya.

"Tapi Raffa anak saya!" Bantah perempuan itu segera.

"Kamu pikir dia bukan anak saya?"

***

"Adel!" Perempuan itu tanpa aba-aba membuang pisau yang dia rebut sembarang arah. Mengguncang bahu Gadis yang dia sebut Adel tersebut. "Sadar, HUH! Lo pikir dengan ini semuanya selesai?! Enggak!"

Nafas tersenggalnya kian memburu. Bahu Adel di remas kuat, takut, takut jika Perempuan itu melakukan hal nekat lagi. "Ayo pulang, Del.." Lirihnya, menarik lengan Adel yang sesegera di tepis oleh si empu.

"Buat apa gue pulang?" Tatapan kosong Adel bertemu dengan Gadis di hadapannya. Gadis dengan keringat bercecer di dahi serta lehernya, Ersy Kinara-sahabatnya yang rela meninggalkan kafe miliknya karena tau Adel sedang tidak ada di rumah.

Air wajah Nara berubah, bibirnya bergetar, "Mama lo nunggu, Del.. Ayo pulang.."

"Ck," Adel menengadah, menatap langit malam dari rooftop apartemen tersebut.

"Semuanya sama aja. Gak ada yang berguna. Buat apa gue pulang? Gue gak punya rumah, Ra."

"Ada!" Bantah Nara. Menunjuk dirinya. "Gue rumahnya! Nyokap lo rumahnya! Orang-orang yang sayang sama lo, siap jadi rumahnya!" Suara perempuan yang menenteng tas itu bergetar. "Rumah lo banyak. Tega ya, lo.. Sampai harus akhiri hidup kayak gini. Lo gak sayang gue, Del? Lo gak sayang sama orang yang peduli sama lo?"

"Kok lo yang nangis?" Adel terkejut saat Nara meneteskan air mata, dia terisak.

"Jangan gini, dong, Del.. Gue gak tau harus gimana lagi.. Seenggaknya bertahan sampai lo bisa bebas, sampai masanya obat-obat dan trauma itu habis.. Gue mohon."

Nara menarik Adel. Perempuan yang sampai kapanpun akan menolak untuk di peluk bagaimana pun kondisinya. Namun sekarang dia justru menangkup sahabatnya itu erat. Menyandarkan kepalanya pada bahu Nara, menahan air matanya yang siap merebak.

***

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang