LAMA BANGET GAK UPDATE🤧
Akhir-akhir ini aku sempet mikir cerita aku
Ini dongkol banget, gak seru, gak keren,
Dan pemikirin negatif lainnya.Sampai-sampai aku ada rencana mau hapus huhu😭
Tapi disisi lain aku ngerasa kalau aku
Bisa buat cerita yang baik, yang berbeda dari yang lain, yang gak ikut trend cerita yang viral kayak yang lain.Dan ya, aku sadar aku udah sampai di titik ini, cerita ini udah jalan panjang, masa aku nyerah sih? Sayang banget, sayang sama pembacaku yang udah sampai 300, sayang banget sama kalian hehe❤
Jadi.. Aku akan berjuang sampai tamat. Kalian juga yaa?
HAPPY READING❤
Semoga suka..
***Adel tidak tau pasti, yang jelas, saat pintu UKS berderit terbuka, Perempuan itu tak ingin membuka matanya. Toh, palingan hanya anak PMR yang datang sekedar memeriksa. Lalu akan pergi lagi, tidak akan menegur Adel.
Adel berusaha mengatur nafasnya senormal mungkin. Dadanya tiba-tiba sesak, mungkin ini adalah fase dimana dia benar-benar kesepian, dimana dia merasa tidak punya siapa-siapa yang peduli padanya. Jika dipikir kembali, pernyataan yang dia tanam di otaknya tidak terlalu benar. Berulang kali Adel mengatakan kalau dia tidak butuh siapa-siapa, berulang kali juga hatinya membantah dan hendak berteriak kalau semuanya tidak benar.
Genggaman Adel pada ponselnya mengerat saat benda pipih itu bergetar, sebuah pesan masuk dari Kinara, tertera kalimat permintaan maaf karena saat ini dia tidak bisa menjemput Adel untuk pulang.
Tidak apa-apa sebenarnya.
Tapi kenapa Mama juga tidak ingin menjemputnya dan justru menganggap perkataan putrinya adalah bualan agar bisa bolos sekolah? Kenapa begitu tega?
Adel terkadang berpikir. Apakah Mama benar-benar peduli, atau hanya sandiwara saja?
"Gue tau lo gak tidur," suara seorang Perempuan membuat Adel menahan nafas satu detik, terkejut.
Dengan gerakan patah-patah, Perempuan itu berbalik, membuatnya menatap penuh seseorang yang kini berdiri di samping ranjang. Ketryn.
"Apa?" Tatapan keduanya bertumbuk. Adel bisa melihat gerak-gerik Ketryn terlihat gugup, tidak seperti biasanya.
"Lo.. Gak papa?"
Pertanyaan cepat itu sontak membuat dahi Adel mengerut. Perasaannya mengatakan ada yang tidak beres. Lantas, Adel menunjuk kepalanya yang di balut perban, memasang tampang sedingin mungkin walau mati-matian menahan nyeri.
"Kepala gue rusak. Dan lo nanya gue gak papa?"
Ketryn mendengus, Tiba-tiba saja rasa ibanya berubah jadi jengkel. "Gak sampe di jahit, geger otak, masuk ruang operasi, apalagi amnesia. Berarti gak masalah dong?" Nada bicara Ketryn terkesan dongkol.
"Langsung ke inti-"
"Iya! Gue tau lo gak suka basa-basi!" Ketus Ketryn menarik tangan Adel untuk terpaksa terulur. Butuh beberapa detik karena terkejut dengan pergerakan tiba-tiba itu, Adel menatap telapak tangannya. Ada sebuah botol dan resep obat.
"Cepet sembuh."
"Dari siapa?" Tanya Adel akhirnya setelah sempat terdiam cukup lama.
"Dari nyokap karena ada pasien nakal yang gak datang buat konsultasi."
Adel bungkam lagi. Pikirannya mendadak kosong. Dari sekian banyak murid di kelasnya. Yang tau Adel sakit hanya Raffa, tidak ada yang lain. Kali ini entah kenapa, Ketryn justru mengetahui juga rahasia yang dia tutup rapat-rapat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent (END)
DiversosTentang lelaki pengidap penyakit ataksia yang bertemu dengan perempuan pemilik trauma masa lalu. *** Adel benci di sentuh laki-laki. Adel tidak suka menjadi lemah. Adel lelah tidak menjadi diri sendiri, selalu ke psikiater. Dia benci punya penyakit...