25. Pengakuan Dokter Nuca

131 12 0
                                    

UPDATE DI SELA TUGAS PRESENTASI NUMPUK!!
Terima kasih yang sudah nunggu💗
Vote dan komennya jangan lupa.

HAPPY READING!
Semoga suka❤
***

Adel kaget sekaligus senang waktu memasuki pintu rumah mendapati Nara sedang duduk selonjor di karpet depan televisi. Gadis dengan balutan jaket kulit hitam dan rambut cepol asal itu langsung memperbaiki posisi duduk, melepas toples yang Yani berikan berisi keripik kentang yang semula berada di pangkuan nya.

Perempuan tomboy itu tertawa lebar melihat kedatangan Adel yang langsung menghampirinya, masih mengenakan seragam sekolah.

"Gila, gue kangen banget!" Nara langsung berhambur memeluk Adel. Membuatnya kaget bukan main. Ada berontakan aneh diselanya karena Adel tidak suka di peluk-peluk.

"Diizinin sama nyokap-kan?" Bisik Adel akhirnya dengan nafas sedikit memburu. Dia sesak nafas karena Nara memeluknya dengan tenaga berlebih.

Nara membalas dengan kedikan bahu ringan. "Kalau gue kasih tau ya mana di kasih izin," Dumelnya pelan. Dia baru saja keluar rumah setelah beberapa hari di kurung tanpa ponsel. Alasannya? Karena gak becus rawat caffe. Aneh sekali.

"Lo gak mau cerita kegiatan lo akhir-akhir ini gimana?" Adel meluruskan kaki saat kata-kata Nara terlontar begitu saja. Mereka berdua memandang lurus televisi.

"Kayak ada apa aja," Heran Adel. Aneh, Nara tidak pernah bertanya seperti ini sebelumnya. Dan juga, Nara kan tau Adel itu serba tertutup, seluruh bagian hidupnya terasa tidak penting.

"Percintaan lo, pengobatan lo, tentang Cowok lo? Gue mau tau dong!" Wajah Nara mendekat, antusias. Membuat Adel menelan ludah. Nara tau darimana kalau akhir-akhir ini Adel dekat dengan Lelaki? Dia tidak pernah bercerita. Yang Nara tau, Raffa hanya Laki-laki yang membuat Adel menangis dan berantakan akibat insiden depan toko bunga.

"Cowok gue?" Adel memancing. Netranya memicing. Ingin tau Nara dapat informasi darimana.

"Yang lo unggah di instagram," Nara nampak menekankan suaranya. Raut wajahnya berubah, menatap Adel dengan wajah yang.. Entah, Adel tidak tau artinya apa.

"Gue gak punya instagram." Terang Adel jujur. Sekarang gantian Nara yang memicing.

"Mana ada Cewek jaman sekarang yang gak punya IG. Jujur ajalah sama gue," Nara kelihatan memaksa. Ancang-ancang hendak mengambil ponsel Adel yang berada di atas meja. Tapi kalah cepat karena Adel lebih dulu meraihnya.

"Nah 'kan! Ayo! Gue mau lihat!" Adel menghindar, menyembunyikan ponselnya. Tapi Nara tetap bersikukuh sampai akhirnya Adel geram sendiri.

"Lo tau kalau ponsel milik gue itu privasi gue, Nara." Adel menjawab datar, membuat pergerakan Nara terhenti.

"Lo kenapa, sih? Gue cuma mau lihat, sebagai sahabat lo, harusnya lo jujur sama gue," Tapi balasan Gadis yang mengaku sebagai sahabatnya itu semakin membuat Adel tidak mengerti.

"Lo yang kenapa, Ra," Nada suara Adel naik satu oktaf. "Kalau gue bilang gak punya, ya, gak punya. Buat apa sih gue bohong?"

"Tapi lo bohong, Del." Nara juga menatap Adel dingin. Ada atmosfer tersendiri yang terpancar di ruang keluarga itu.

"Awalnya gue gak percaya waktu lihat pertama kali, gue yakinin diri kalau itu bukan lo. Perawakannya bukan lo. Semuanya bukan tentang lo," Nara bersuara dengan suara tertahan, berusaha mengatur emosinya yang akan meledak-ledak. Semakin membuat Adel menjadi anak umur di bawah tujuh tahun yang tidak tau menahu tentang apa-apa.

"Tapi kenapa semuanya beneran lo, sih, Del?"

"Ra-"

"Gue gak mau dengar apa-apa selain penjelasan dan pengertian lo yang paling tau tentang gue." Nara menarik nafas dalam. Memejamkan mata. Sebelum akhirnya berkata, "kenapa harus Melvian?"

Detik itu juga Adel terkesiap.

"Kenapa harus.. Pacar gue?"

Bahu Adel menegang. Kaku, lalu kemudian menegang. Setidaknya sampai Nara mengguncang bahunya yang berkeringat dingin dengan emosi meledak-ledak, barulah Adel sadar kalau Melvian.. Sudah berbuat ulah.

"Nara denger gue-" Adel berusaha menjelaskan. Tapi Nara mana peduli.

"Lo bilang gak punya akun IG tapi yang muncul itu nama lo, Del! Yang muncul foto Melvian yang lo unggah dengan-" Sial! Nara terlalu jijik mengucapkannya.

"Ini salah paham-"

"Salah paham darimana, sih?! Jelas-jelas Melvian juga unggah semua foto lo di akun gemboknya tanpa kasih tau gue! Kamar lo! Pakaian lo! Semuanya tentang lo!"

Adel kehilangan kata-kata. Baru mengerti mengapa Nara marah besar padanya.

"Lo bangga, ya, udah rebut pacar gue?" Sinisnya dengan akhir decihan. Mendorong Adel untuk memberikan jalan. Keluar dari sana dengan bahu bergetar hebat, Nara pasti sakit hati sekali dengan kebohongan itu.

***

"Eh, siang, Dok." Di Koridor rumah sakit. Setelah Syifa selesai membayar biaya pembuatan berkas di resepsionis. Perempuan itu tak sengaja bertemu Dokter Nuca. Kaget karena ini adalah pertemuan pertama setelah sekian lama, dan juga tanpa di duga-duga.

Dokter Nuca membalas sapaan Gadis itu dengan senyum tipis, menganggukkan kepalanya.

"Apa kabar, Syifa? Sudah lama tidak berkunjung," Syifa kikuk, mungkin alasannya karena dirinya tidak pernah jatuh sakit akhir-akhir ini.

"Mama Papamu apa kabar?" Tanya Dokter itu lagi, menunjuk kursi besi, mungkin mereka bisa singgah sekedar berbincang sebentar. Syifa membalasnya dengan senyum terulum simpul. Tidak bereaksi.

Syifa tidak terlalu tau apakah Lelaki di depannya tahu orang tuanya sudah cerai atau tidak. Tapi yang jelas, Syifa membalasnya, "baik, dok. Mereka bahagia," Katanya.

Ada jeda karena Dokter Nuca tidak langsung membalasnya, hanya menghela nafas sembari mengangguk-angguk. "Sebenarnya saya sudah dari lama tunggu kedatangan orang tua kamu di ruangan, ada yang mau di bicarakan, penting sekali. Tapi sepertinya Raffa tidak ada tanda-tanda ingin memberitahu," Cerita Dokter Nuca. Menerawang.

Sedang Syifa langsung tertarik, sekaligus heran di satu waktu, "Dokter sering ketemu Raffa? Kalau mau Dokter bisa kasih tau saya kabar pentingnya, nanti saya terusin ke Mama atau Papa."

"Tapi Raffa nya-"

"Raffa kenapa, dok?" Sela Syifa, bertanya. Sedaritadi Dokter di depannya selalu menyangkut pautkan obrolannya dengan Adiknya.

"Lebih baik kita berbicara di ruangan saya." Ucapnya seraya berdiri, memperbaiki setelan jas putihnya. Di susul langkah kebingungan Syifa karena Dokter Nuca nampak sedang serius.

***

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang