43. Miliknya untuk sejenak

92 10 0
                                    

UPDATE NIH.
Bentar lagi kita menyambut bulan suci ramadhan di tahun 2023. Sehat selalu, ya!
Votenya dongg, seneng soalnya pembacanya meningkat terus hehe😁❤

Btw, EVANESCENT ganti cover, gimana tanggapan kalian? Bagus dong????

HAPPY READING!
Semoga suka❤
***

"Kita pulang."

Adel menggeleng, tatapannya kosong. Sedari tadi, dia tidak berbicara. Andrian sudah memaksanya makan, tapi Perempuan itu tidak berkutik membuat Andrian jengah sendiri. Sekarang sudah jam 8 malam, waktunya Lelaki itu mengantar Adel sampai rumahnya.

"Adel kita pulang malam ini." Andrian berkata penuh pemaksaan. Kali ini menarik Adel sampai Perempuan itu berdiri tapi tangannya dengan mudah di hempaskan.

"Gue gak mau pulang."

"Iyan biarin aja, Adel masih mau nemenin Mama." Kali ini Tante Finca buka suara. Tidak tahu kenapa atmosfer tiba-tiba menggelap.

"Bukan, Ma." Anak laki-laki satu-satunya itu membalas dingin. "Bukan itu alasannya."

Tante Finca sama sekali tidak paham, kali ini dia pindah duduk di kursi sofa, merengkuh Adel. Lantas berkata. "Adel masih bisa disini sampai besok, kok. Gak usah ladenin Iyan. Dia marahnya emang gitu."

"Dia kan?" Tapi bukan seperti perkataan Mamanya, Andrian nampak marah sekali.

"Laki-laki ditaman tadi. Lo kayak gini karena dia, iya 'kan??"

"Iyan turunin nada bicara kamu!" Tante Finca membentak. Menatap Andrian penuh interupsi. Dua mata yang nyaris sama itu menghunus tak kalah tajam. Sampai akhirnya Andrian mengalah dengan lolosan nafas berat disusul bobot tubuhnya menubruk sofa. Lelaki itu mengacak rambut frustasi.

"Mau cerita sama tante, Del? Tante siap denger-"

"Enggak tan, gak papa." Adel menyela lebih siap. Tidak mau memperpanjang masalah. Dia sadar situasi antara ibu dan anak itu rumit karena dirinya.

"Adel cuman banyak pikiran aja." Akunya tidak jelas. Tapi itu bukan kebohongan. Pikirannya memang acak-acakkan, dia tidak tahu bagaimana kondisi Raffa sekarang sampai dia mendiami semua orang tanpa sebab.

"Lo mikirin orang tadi. Itu jelas! Lo ngerasa bersalah? Itu bukan salah lo, Del. Dia pingsan sendiri, kenapa lo yang harus sibuk mikir?"

"Iyan-"

"Adel gue cuma khawatir lo banyak pikiran kayak dulu, gue takut lo tertekan dan jatuh lebih dalam di lubang yang sama. Gue gak mau lo selalu ngerasa nyesal, bersalah, atau apapun atas apa yang sama sekali gak lo perbuat." Andrian berkata lebih pelan, matanya penuh kesungguhan. "Lihat sekarang? Lo hampir seperti dulu dan gue gak suka. Kalau cowok tadi yang jadi penyebabnya, gue gak bisa diam aja. Gue cuma mau lo ngerti kalau maksud gue adalah supaya lo gak mikirin hal yang sama sekali gak berguna. Hidup lo lebih penting dari orang lain."

Adel mengangkat pandang dengan mata penuh kerapuhan, ada satu celah yang retak disana. Penuh kesakitan. "Bukan gitu," Adel terbata. Kalimat nya pelan sekali keluar dari ujung bibir.

Memang benar sekarang Tante Finca dan Andrian sudah menjelma obat penenang nya. Tapi bukan berarti mereka benar-benar pereda, mereka juga punya kesalahan dan pasti akan ada satu lontaran yang membuatnya sakit hati.

"Raffa berguna, Iyan." Ujar Adel mencengkram sweater putihnya yang basah. Merunduk memperhatikan bercak darah yang menempel disana meski sudah Andrian bersihkan berkali-kali. "Raffa penting buat gue ..."

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang