35. Fondasi yang tidak kokoh

89 11 0
                                    

UPDATE LAGI.
Tarik nafas dulu, hembuskan pelan-pelan.
Pegangan, kita mau ketemu luka soalnya😔🙏

HAPPY READING!
Semoga suka❤
***

Adel mulai masuk sekolah. Hari pertama, kesan dirinya bertambah kaku, tidak mau diusik siapapun. Ketryn bahkan memilih menjauh dahulu karena temperamen Adel yang lebih kasar. Tidak urung, banyak yang kena marah hanya karena berisik dan menganggu kesibukan menulisnya.

"Bisa diam gak?" Siang itu, jam masuk ketiga sedang kosong. Jadi, siswa memilih berleha-leha, nonton drakor seperti sekumpulan Aura, ataupun game online seperti Firman dan teman-temannya di bangku paling belakang. Bisa juga tidur, Raffa misalnya.

Ketryn dan sisa murid lain entah hilang kemana.

Para cewek dimeja Aura yang memekik karena pemeran utama pria dalam layar laptopnya kelewat ganteng, langsung menciut. Di tatapnya meja depan penuh kejengkelan karena sedari tadi Adel tak henti protes.

"Ini kita udah kecilin suara, ya! Lo jangan ganggu bisa gak?" Akhirnya, Aura yang sedari tadi diam habis kesabaran. Ini sudah keberapa kali mereka kena teguran. Sama saja seperti Adel adalah pemilik kelas yang punya kekuasaan, sedang mereka tidak punya hak untuk bersantai.

Adel menoleh, tampangnya datar, makin sangar hingga Aura menelan ludah gugup. "Sadar diri. Daritadi lo yang ganggu gue."

"Lagian di kasih tugas malah nonton. Udah besar, cewek lagi, bukannya makin dewasa malah tambah malas."

Aura memang mudah naik pitam, lagipula, dikatai seperti itu siapa juga yang tidak marah. Karenanya, Aura menatap Adel penuh dendam, "siapa yang tadi nahan bapak cuma gara-gara jam kosong dan minta tugas tambahan? Elo! Ya, wajarlah kelas kosong karena malas. Lo kalau mau kerja tugas jangan ajak-ajak kita!"

Aura menggebrak meja, berharap dengan itu Adel mengerti. Tapi justru aksinya tersebut memancing gerombolan Lelaki dibelakang untuk saling intip, tidak mau gabung. Mereka memilih membiarkan saja. Mendengar gaduh, Raffa terbangun karena kaget, kali ini tidak heran lagi siapa yang jadi lawan bicara Adel.

"Gue cuma ngejar ketertinggalan, Aura Kisah Atmaja. Gue cuma minta materi tiga minggu lalu karena tahu semua orang dikelas gak akan pernah kasih gue pinjaman catatan mereka. Bukan salah gue kalau Pak Bian nyuruh kalian untuk lengkapi pekerjaan kalian!" Adel hampir tersulut emosi jika saja dia tidak pandai meredakannya. "Jangan ngomong asal kalau kesalahannya ada di diri lo!"

"Terus lo yang paling bener, gitu?!"

"Ra, udah!" Teman yang lain juga lebih memilih diam daripada ikut masuk pada keributan. Toh, apa yang dikatakan Adel benar adanya, salah mereka sendiri yang tidak melengkapi catatan sehingga Pak Bian marah besar. Tapi Aura tidak bisa disalahkan juga karena perkataannya turut andil mengutarakan isi hati mereka, kalau Adel tidak egois seperti biasanya, mereka tidak akan disuruh belajar di jam yang seharusnya kosong.

Aura menuju kursi Adel dengan langkah berapi-api, membuat suasana memanas. Hingga akhirnya dia menarik Adel kasar sampai berdiri dari kursinya. Sebelumnya, Aura melempar buku-buku Adel hingga berserakan ke lantai. Lalu kemudian, telunjuknya teracung didepan wajah lawan bicaranya.

"Atas semua perlakuan lo yang keterlaluan, gue gak bisa diam aja! Emang lebih bener kalau lo gak ada dikelas ini, di sekolah, atau didunia sekalipun, Del! Lo gak ngerasa kalau selama ini semua orang muak sama lo? Sadar diri!"

Kalimat tersebut membungkam Adel, terasa sangat menusuk pada ulu hatinya. Entah kenapa, dia yang biasanya bisa melawan mendadak hilang kekuatan. Tubuhnya mulai bereaksi berlebihan, kepalan tangannya bahkan mulai berkeringat.

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang