28. Merakit masa lalu

92 7 0
                                    

UPDATE!
Buat yang gak ngeh, part ini khusus masa lalu Adel.
Kenapa langsung masa lalu, Thor? Kan part sebelumnya Adel di culik Melvian?
Ya karena Melvian ada hubungan sama itu kali, ya. Tebak sendiri🤣

Vote dong! Lanjut kapan lagi nih?

HAPPY READING!
Semoga suka❤
***

Satu setengah tahun yang lalu, perusahaan kayu hitam yang di kelola Ayah Adel saat itu jaya. Mereka merekrut banyak pegawai begitu tau perusahaan luar negeri menerima kontrak kerja sama. Tidak butuh tiga bulan, begitu menemukan lahan yang cukup luas dengan pohon yang tidak bisa di bilang sedikit, hasil produksi berupa lemari, kursi, meja rias, ranjang kayu hitam susul menyusul di kirim lewat kapal besar milik perusahaan.

Tidak ada waktu luang untuk Adel sekedar bertemu muka pada Ayahnya. Mungkin karena sibuk, Adel yang saat itu kelas 3 SMP berusaha memaklumi dan berusaha mencari kesenangan lain selain bermain pada Ayah tercintanya. Tapi karena tingkah nya itulah Yani selalu marah-marah, mengatakan kalau dia tidak usah manja karena sudah dewasa.

Adel harusnya tidak perlu merengek rindu Papa setiap malamnya. Adel harusnya tidak usah bertingkah berlebihan karena Ayahnya tidak akan ke mana-mana selain menjalani kewajibannya mencari nafkah sebagai kepala keluarga.

"Ma. Di kelas ada yang suka Adel. Adel harus gimana?" Siang itu, di meja dapur. Saat Adel sibuk berkutat dengan laptop dan tugas sekolahnya, dia bertanya. Menceritakan hari-hari nya di sekolah.

"Kamu suka dia juga tidak?" Yani membalas sembari menata piring yang selesai dicuci, mematikan kran air.

"Enggak." Jawab Adel jujur dengan nada lugu. Dia melepas pulpen dari genggaman, beralih memutar kursinya menghadap Mama yang kini mulai menyalakan kompor, entah apa lagi yang akan dia masak.

"Saran Mama. Kamu bersikap biasa aja, jangan terang-terangan nunjukin kalau kamu gak suka dia, nanti dia sakit hati,"

"Gitu, ya?" Mata Adel menerawang jauh, menatap punggung Mama lama. "Tapi kalau dia berlebihan gimana, Ma? Maksudnya... Kalau sikap dia ngusik Adel-"

"Mama gak bilang kalau kamu harus ikut apa yang mama bilang, Del. Kamu juga harus bisa mandiri, ikut kata hati kamu. Kalau sikapnya keterlaluan, jauhin. Adel harus bisa karena Adel anak Mama 'kan?" Nasihat Yani membuat Adel mengerjap paham. Ada anggukan kecil yang tidak kentara disana sembari dia bersuara.

"Adel juga anak papa. Jadi Adel mau ikut kata Papa kalau Adel harus jadi anak jujur," Pergerakan tangan mama yang hendak mengambil sendok terhenti, kali ini dia menoleh, menatap manik mata anaknya yang polos. Mungkin kelewat polos.

"Adel mau jujur kalau Adel risih, kalau Adel gak suka tapi dengan cara baik-baik. Jadiin dia teman contohnya. Dia... Sakit hati gak, ya, Ma?" Tambah Adel lagi, bertanya.

Sekarang gantian Yani yang termenung lama. Sesaat senyumnya timbul dengan anggukan kecil sembari langkahnya lebar mendekati sang putri. Menepuk puncak kepalanya sembari berpikir dan memohon agar Tuhan selalu baik untuk melindungi anak gadisnya yang lugu ini.

Agar Tuhan selalu ada di pihak Adel apapun yang terjadi.

"Anak Mama udah gede, ya."

***

"Teman Adel?" Yani bertanya saat membuka gerbang yang ditemuinya adalah Lelaki asing yang termenung duduk di atas motornya.

Mendengar teguran tersebut. Buru-buru Lelaki itu turun dan menyalimi tangan Yani sopan, sedang wanita itu semakin bertambah bingung.

"Iya teman Adel, tante. Mau jemput dia kesekolah." Yani tentu saja kaget mendengar jawaban itu.

"Udah lama tunggu nya? Kenapa gak masuk kerumah, aduh." Wanita itu membuka lebar pintu gerbang mempersilahkan Lelaki itu masuk sebelum akhirnya anak yang ditunggu keluar dengan langkah terburu-buru. Sama dengan ekspresi Yani pertama kali, Adel lebih terkejut lagi dibuat nya.

"Kak Sam?" Beonya sedikit terbata. Tidak mengira Kak Sam berada didepan rumahnya dengan setelan formal tanpa seragam. Matanya pindah-pindah menatap antara Lelaki dan wanita disampingnya. Tatapan nya mengisyaratkan pada Sam bahwa dia ketakutan dan gugup. Mulutnya bergumam pelan yang langsung diangguki pelan oleh Lelaki didepannya.

"Kak Sam gak ngomong macam-macam kan?" Kurang lebih seperti itulah raut khawatir yang terpancar pada Gadis yang baru masuk kelas 3 SMP tersebut.

"Tau mau dijemput kok gak suruh temannya masuk, Del?" Tegur Yani pada anaknya membuat Adel gelagapan. Dia menggaruk rambut lurusnya sambil tersenyum canggung.

"Ehm, Ma. Adel berangkat ya, takut telat." Katanya tanpa membalas ucapan sang Mama. Tanpa tau situasi dan menyalimi tangan Mamanya dengan cepat, Adel menarik tangan Sam untuk segera naik ke atas motornya.

Membuat Yani terheran tapi tetap memperhatikan gerak-gerik anak gadisnya yang nampak tidak nyaman. Setidaknya, sampai motor mereka hilang berbaur pada jalanan padat. Yani mulai berpikiran yang tidak-tidak.

***

"Kak Sam... Lain kali gak usah jemput aku ya..." Suara Adel yang kecil setelah turun dari atas motor membuat Sam yang sedari tadi memperbaiki rambut gadisnya itu terhenti. Dia mengulas senyum tipis yang terlihat sekali bahwa itu hanya sebuah paksaan.

"Aku takut Mama sama Papa mikir yang macam-macam. Aku juga masih belum berani jujur. Kasih aku waktu, ya, Kak..."

Samuel Dayaptaka-Adel memanggilnya Kak Sam karena Samuel dulu adalah Kakak kelas nya sebelum akhirnya naik ke kelas 3 dan Samuel mulai lanjut di jenjang lebih tinggi, sekolah menengah atas. Mereka sudah lama saling kenal dan menghabiskan waktu bersama.

Setidaknya masih berteman sampai akhirnya Samuel menyatakan perasannya yang tidak dia duga bahwa Adel juga punya rasa yang sama. Ya memang, anggap saja itu cinta monyet karena mereka masih jauh dari kata dewasa. Mereka masih tidak paham arti sayang sesungguhnya. Mereka masih bermain-main dengan alibi mencari jati diri.

Tapi bagi Adel, Samuel adalah sosok yang pikirannya sudah sangat matang. Bagi Adel Samuel mampu menuntun sifat anak-anak pada dirinya. Bagi Adel, dia dan Samuel adalah perpaduan yang sempurna.

"Hei, Del, denger..." Sam berkata lembut sembari menggenggam erat tangan ringkih Adel yang dingin terkena udara pagi.

"Aku juga gak maksa kamu untuk ngumbar hubungan kita. Aku gak pernah nuntut kamu supaya aku bisa diterima di keluarga kamu, kan? Jadi kenapa kamu khawatir gini?" Sambungnya diselingi kekehan ringan.

"Cuma karena kita udah jalan lama banget. Aku mau bantu kamu usaha dengan contoh kecil ini," Sam mengangkat tangan Adel ke udara, menunjuk motornya yang terparkir di pinggir trotoar jalan. "Aku mau bantu kamu bilang dengan cara baik-baik ke mama kamu kalau aku suka kamu, kalau aku sayang kamu. Kalau kamu juga mau sama aku. Gitu aja, kita tunjukinnya pelan-pelan. Mau, ya, Del?"

Perkataan lembut Samuel membuat Adel semakin dilanda rasa bersalah. Dia merunduk pelan dengan bibir yang digigit kuat. Matanya berair tapi tidak kunjung tumpah. Dia takut kalau Sam merasa dia bukan apa-apa bagi Adel. Adel takut Samuel lelah karena hubungan mereka yang dirakit secara diam-diam. Adel takut juga Sam bosan dan meninggalkannya karena dia masih tidak cukup dewasa menghadapi situasi sekarang ini.

"Maaf Kak Sam. Maaf." Lirihnya pelan. "Aku cuma takut Mama sama Papa kecewa." Lanjutnya lagi tanpa tahu kalau rasa kecewa Samuel jauh lebih besar.

***

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang