UPDATE!
Di kotaku vibes malam takbiran redup.
Gak seru. Tapi kata Mama karena aku udah gede. Emang bisa gitu, ya?
Vote dong, besok double up. Siap ketemu ending?HAPPY READING!
Semoga suka❤
***Piknik kecil-kecilan didepan api unggun juga tenda yang tidak muat dua orang jadi juga dibuat dua remaja ini walau lebih banyak berantemnya, siapa lagi kalau bukan Firman dan Ketryn.
Adel tertawa sampai sakit perut melihat ikan yang Firman panggang gosong setengah nya. Alhasil, Ketryn marah-marah suruh Firman pancing lagi. Padahal itu ikan yang dibeli dari nelayan langsung. Baru diangkat dari laut.
Telepon Adel berbunyi. Dia pamit pada Ketryn dan Firman untuk menepi sebentar.
"Iya, om? Raffa nya udah sampe?" Adel melangkah menjauh, pamit dengan uluran tangan.
Tengah malam waktu itu tidak terlihat jelas dimana parkiran, makanya Adel heran Raffa memarkir motornya dibawah puncak. Padahal ada jalur masuk kendaraan, terutama yang roda empat. Disanalah Adel berlari menemui Raffa yang baru saja diturunkan dari dalam mobil.
"Sore, om." Adel menyapa Papa Raffa lebih dulu. Tersenyum ramah. Lelaki paruh baya itu hanya mengangguk sembari menepuk bahu Adel. Menyuruhnya untuk ambil alih Raffa yang duduk di kursi roda.
"Kalau ada apa-apa langsung kasih tahu saya, ya, Adel."
"Siap, om."
"Jangan nyusahin Adel kamu." Sang Ayah menyenggol lengan Raffa membuat cowok itu mendelik tidak suka.
"Iya, Pa."
"Lagian ada aja tingkahnya-"
"Adel gak keberatan kok, Pa. Iya 'kan, Del?" Raffa menyela lebih dulu, memberi Adel kode untuk ambil alih kursi rodanya. Adel tidak tahu kenapa lagi Papa dan Anak ini, tapi Adel menuruti permintaan Raffa.
"Saya awasin dari sini, kesana saja." Wiro berkata. Membuat Adel mengangguk. Raffa tidak menoleh sama sekali kepada ayahnya, bibirnya senantiasa mengerucut. Tawa Adel terdengar setelahnya. Dulu, dia juga sering berantem sama Papanya, entah masalah apa, tapi itu sepele sekali.
"Kenapa, sih?" Adel mencairkan suasana. Raffa menghembus nafas sesaat sebelum menjawab.
"Papa daritadi ngomel-ngomel. Katanya gak usah banyak mau."
"Lo mirip bocil, masa gitu aja marah."
Raffa hilang kata-kata. "Tapi 'kan-"
"Iya Raffa. Ngerti kok. Lo juga mau keluar-keluar lakuin aktitivitas. tapi disisi lain Om Wiro gitu karena dia khawatir." Raffa masih tidak terlalu kenal dengan Adel yang satu ini. Akhir-akhir ini, kalimatnya kebanyakan terlalu menyentuh. Bukan tipikal Adel yang Raffa kenal.
"Sejak kapan lo pengertian gini, deh, Del?" Heran Raffa sembari tertawa kecil membuat Adel memperlambat dorongan kursi rodanya, rumput hijau terpantul kilau dari sinar matahari langsung.
"Bukannya dari dulu?"
"Enggak tuh."
"Kalau gitu dari gue jadi pacar lo."
"Gue sepengaruh itu sama perubahan lo?"
"Banget, Raffa." Adel merunduk sebentar bersamaan dengan kepala Raffa yang sengaja dia tolehkan. Si Lelaki mengerjap saat Adel menoel hidungnya dengan semburat kemerahan diwajah.
Raffa menelan ludah. Adel yang satu ini... Manis sekali.
"Woy mejeng aja lo berdua!" Dan Firman datang-datang memperkeruh suasana. Keduanya sama-sama berdeham dan Adel buru-buru memegang kursi roda Raffa untuk melanjutkan setengah jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent (END)
AcakTentang lelaki pengidap penyakit ataksia yang bertemu dengan perempuan pemilik trauma masa lalu. *** Adel benci di sentuh laki-laki. Adel tidak suka menjadi lemah. Adel lelah tidak menjadi diri sendiri, selalu ke psikiater. Dia benci punya penyakit...