41. Simulasi kepergian dia

93 13 1
                                    

UPDATE!
Bentar lagi end nih.
Votenya dan komennya donggg....

HAPPY READING!
Semoga suka❤
***

Sepulang sekolah Adel niatnya akan beranjak kerumah Raffa bersama Ketryn, tapi tertunda karena tiba-tiba mobil supirnya menepi dipelataran gerbang. Ketryn berkata akan pulang nanti tapi sepertinya tidak bisa ditolak karena Pak supir membawa-bawa nama Mamanya. Akhirnya, dengan bahu merosot lesu, Ketryn kembali lagi pada Adel yang menunggu di pos satpam, menghindari terik matahari.

"Adel maaf banget, nih, gue pengen banget nemenin, cuman nyokap-"

"Udah gapapaa, Ryn. Pulang aja."

"Tapi lo baru pertama kesana, kalau nyasar gimana?"

Adel mengulum senyum, raut cemas Ketryn sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Selesai meyakinkan Ketryn dan menuntunnya naik mobil serta lambaian tangan sampai kendaraan itu membaur pada jalanan. Adel bergegas kembali ke parkiran, mengeluarkan mobilnya, membaca maps dengan hati-hati, sekitar 25 menit karena jalanan yang macet parah, Adel sampai ditikungan terakhir komplek perumahan Raffa. Berhenti sejenak untuk mengambil nafas, menatap ponselnya gamang, Tiba-tiba saja Adel merasa takut, padahal tujuannya sudah didepan mata.

Satu menit diam dengan mesin mobil masih menyala dipinggir jalan, Adel memberi jalan dahulu untuk taksi yang lewat, mengikuti jalurnya karena sama. Sampai Adel menginjak pedal rem sedikit, taksi itu berhenti didepan gerbang hijau, tanda rumah Raffa pada laman ponselnya.

Karena jaraknya yang masih lumayan jauh, Adel bisa melihat dengan leluasa siapa yang turun dari dalam taksi. Seorang Perempuan, awalnya Adel mengira kalau itu adalah Syifa-Kakak Raffa. Tapi melihat dia memakai seragam sekolah, persis miliknya, hingga punggungnya yang terlihat familiar, juga potongan rambutnya, Adel tau dia siapa.

Aura Kisah Atmaja, mengeluarkan sebuah totebag dari dalam taksi dan mengucap salam sembari menunduk sedikit, tersenyum cerah. Lalu tanpa menunggu taksi itu pergi, dia sudah hilang, masuk dipekarangan rumah Raffa.

Sampai Adel sadar kalau sedari tadi dia masih menarik nafas, berat, sesak. Sedang apa Aura disana? Adel memajukan mobil, persis didepan rumah Raffa yang terlihat asri ditumbuhi tanaman hijau, pintunya tertutup. Terdiam nyaris 15 menit dengan pikiran mengawang, sampai jendela mobilnya diketuk dua kali membuat lamunannya tersadar seketika. Diluar terlihat seseorang sedang berniat mengintip, wajahnya galak.

Suaranya terdengar mencak-mencak. "Kalau mau markir jangan mepet di gerbang! Yang punya rumah mau lewat!" Sarkasnya membuat Adel perlu menelan ludah sebelum menurunkan kaca hitam jendelanya pelan-pelan. Perempuan di luar nampak mundur, tangannya yang menenteng plastik hitam berkacak pinggang. Ekspresinya yang semula sangar langsung luntur waktu melihat Adel yang ternyata adalah si pengendara.

"Pagi, Kak." Sapa Adel kikuk, menatap Syifa takut. Berbeda dengan Syifa yang langsung melotot, melepas genggaman pada plastik yang ternyata isinya bungkusan sampah sampai berserakan disampingnya.

"Adel? " Ucapnya lupa-lupa ingat, disela itu, Adel menyempatkan turun dari dalam mobil.

"Maaf, Kak. Tadinya gue mau masuk, tapi-"

"Kok lo yang minta maaf, sih. Harusnya gue, aduh, maaf banget, ya. Gue gak tau." Syifa memegang lengan Adel, nampak merasa bersalah.

"Ayo masuk, gak mungkin lo cuma mau lihat rumah gue tanpa tujuan iya 'kan?" Mendengarnya Adel sudah hendak menolak. Tadinya, niatnya pupus begitu saja. Tapi sepertinya permintaan Syifa tidak bisa ditolak atau dia akan marah. Karenanya, Adel mengangguk dengan senyum yang tidak kentara. Lengannya digenggam erat sampai masuk dalam rumah, dan dia langsung bertemu tatap dengan Aura yang ternyata sudah lebih dulu duduk di kursi.

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang