42. Pertemuan yang (tidak) tepat

93 13 2
                                    

UPDATE SETELAH SEKIAN PURNAMA😁🙏
Okey part ini gak tau mau senang atau sedih.
Vote dan komen dung.

HAPPY READING❤
Semoga suka!
***

Sebulan lagi berlalu dengan cepat. Ujian kenaikan kelas sudah berlalu seminggu yang lalu. Hari ini, resmi sekolah diliburkan selama dua minggu kedepan. Adel menjalani hidup seperti biasa, seperti dia kehilangan Mama dan Raffa di waktu bersamaan. Di kamarnya, Perempuan itu merapikan deretan baju yang berhambur diranjang. Menyimpannya kembali dalam lemari setelah dirasa pakaian yang melekat ditubuh sudah nyaman untuk dikenakan.

Langkah terakhir, Perempuan itu mengambil sling bag yang tergantung disisi lemari. Sudah akan keluar dari kamar saat suara melengking menggema sampai ujung kamarnya.

"ADEL BURU!!"

Adel menggerutu. Langkahnya mencak-mencak turun ke lantai bawah, mendapati sosok Lelaki jangkung dengan pakaian kasual bersedekap dada menatapnya sok galak. Lalu, dengan lagak paling tersakiti sedunia menunjuk arloji ditangan kanan. "Gue nunggu dua jam." Adunya membuat Adel mendengus. Perasaan dia siap-siap tidak selama itu.

"Ayo. Kalau lo banyak omel, gue gak jadi pergi."

"Dih, masih untung gue jemput." Namanya Andrian. Seumuran Adel, cowoknya humoris, tapi suka galak kalau Adel diganggu cowok-cowok genit, teman tongkrongannya misalnya.

"Eh bentar, tadi ada yang ngirim paket." Andrian baru saja ingat, langkah nya berlari kecil ke arah pintu, menyuruh Adel mengikutinya. Ada sebuah kotak raksasa diteras. "Gue gak bawa masuk, berat banget." Keluhnya menunjukan tangannya yang merah. Membuat Adel tertawa.

"Nama pengirimnya gak ada. Penerimanya Agatha Adeline."

"Gue gak pesan paket perasaan." Adel tentu saja bingung. Menatap kardus tipis yang melilit isinya, benda itu bersandar di pilar teras.

"Dari pacar lo kali." Andrian tampak malas. Mendapati delikan Adel, dia langsung berdeham. Padahal jelas-jelas dia yang sensi kalau Adel didekati Cowok-cowok. Pake bilang pacar segala. Adel jomblo juga karena dia kan?

"Simpan sini aja dulu. Nanti pulang baru bawa masuk."

"Jangan, ih. Ini penting kali." Adel langsung mendorong benda berat tersebut dan hanya bergeser sedikit. Membuat Andrian menghela nafas kasar tapi tetap ikut membantu. Hanya sampai di ujung pintu, mereka menyerah. Adel mengunci pintu rumah setelah dirasa paket itu masuk dengan aman.

"Berangkat." Adel berjalan lebih dulu, meninggalkan Andrian yang memberenggut penuh peluh.

***

Hampir dua jam perjalanan. Adel sampai di RS kota Tante Finca tinggal. Kata Andrian, Mamanya minta agar Adel datang menjenguk. Wanita itu sempat ditemukan Andrian pingsan di kamar dengan tumpukan berkas pekerjaan. Kecapekan katanya.

Beberapa menit yang lalu, mereka tiba dikamar rawat inap. Finca menyambut Adel penuh hangat, sudah sangat lama tidak berjumpa. Sebab biasanya pekerjaannya tidak bisa dilewatkan. Alhasil, yang biasanya datang berkunjung sehari dalam seminggu adalah Anaknya-Andrian. Entah menginap, menemani Adel kemanapun waktu suntuk juga adalah Lelaki itu. Mereka dengan mudah beradaptasi walau bisa dibilang hanya dua kali bertemu dalam setahun, itupun jika hari-hari penting seperti pertemuan keluarga dihari raya Idul Fitri.

Andrian adalah tipikal cowok blak-blakkan, komentarnya banyak. Berbanding terbalik dengan Adel yang lebih banyak diam. Dalam perkenalan pertama saja, Adel sudah kena omel karena terlalu kaku.

"Iyan mana lagi, udah setengah jam gak balik-balik." Komentar pertama tante Finca membuat Adel ikut mengarah pada pintu yang tak kunjung terbuka. Tadi Lelaki itu izin hendak membeli makanan. Tapi tidak kunjung tiba.

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang