Bijaklah dalam memilih bacaan.
Happy reading, darl!
☆☆☆☆
"Kamu ini ngerepotin Agas mulu, mama gak suka!" bentak Adisa, sang mama.
"Kenapa jadi aku yang disalahin sih? Kan aku engga minta jemput sama kak Agas, aku juga udah ijin ke mama mau jalan sama temenku."
"Terserah, mama gak peduli." jawab Adisa, "Sekali lagi mama denger kamu ngerepotin Agas, mama bakal pindahin sekolah kamu."
"Ma, gak bisa gitu dong!" jawab Lara.
"Putus sama Agas kalo gamau pindah sekolah!" Adisa berkata dengan kalimat yang mungkin sudah puluhan kali didengar Lara, "Dari awal mama gak setuju kamu pacaran sama dia. Mama cuma mau yang terbaik buat kamu, itu aja."
"Lara sayang sama dia, ma."
Adisa menghela nafas kasar, "Kalo ada apa-apa, jangan ngadu ke mama."
Lara menatap kepergian Adisa yang kian menjauh lalu mengunci pintu kamarnya. Sedari awal memang hubungannya dan Agas tidak direstui, hanya saja Lara menjalankannya modal nekat.
Dan karna tidak mendengarkan omongan Adisa, ia juga harus merelakan harga dirinya. Pesona Agas sangat besar, mampu membuat Lara bertekuk lutut dihadapannya.
Kak Agas🐱: Jam segini masih online, nyari cowok lain lo?!
Lara meraih ponselnya saat ada notifikasi masuk, ia membaca chat Agas lalu menghela nafas. Lagi-lagi ia dituduh. Tak lama dering ponselnya bergetar pertanda ada telepon masuk.
"Cowok mana yang mau sama lo?" celetuk orang dari sambungan telepon tersebut.
"Kak, aku belum tidur karna ada kerjaan. lirihku berbohong. Mana mungkin aku mengatakan yang sejujurnya.
"Halah sok sibuk lo! Tidur, gak usah dimatiin vidcall-nya."
Lara mengangguk patuh, hatinya berdebar karna setelah sekian lama akhirnya Agas mau melakukan panggilan video. Biasanya Agas selalu sibuk dan tak ingin di ganggu.
Disisi lain Agas masih menatap laptop dengan posisi kamera ponsel menyorot ke wajahnya, ia melirik sejenak menatap Lara yang sudah tertidur pulas. Bibir tipisnya tertarik keatas lalu mematikan laptop, tangannya meraih ponsel berlogo boba tersebut dan membawanya ke kamar mandi.
☠️ T O X I C ☠️
Bugh, bugh, bugh!
"Kalo itu gua, kira-kira kak Agas bakal marah gitu juga gak, ya?" Lara menatap nanar ke arah Agas yang tengah beradu otot akibat membela teman kelasnya.
"Agas udah, aku gapapa!" seru wanita tersebut. Ilona Katie namanya, kerap disapa Ilona.
Secara sayup Lara mendengar teriakan dari wanita yang dibela Agas kemudian menghela nafas, "Gua balik ke kelas aja deh."
"Lo gak mau obatin kak Agas, La?" tanya Naura.
Lara menggeleng, "Kan ada kak Ilona."
Naura dan Asha menatap iba lalu membuntuti Lara yang mulai menjauh. Tak ada obrolan selama di koridor, hanya terdengar suara sepatu yang menapak pada keramik koridor.
"Lo kenapa engga putus aja, La? Lo banyak sakitnya pacarannya sama dia." celetuk Asha saat mereka sudah tiba dikelas.
Lara mengadahkan tangannya, "Gua udah terlanjur sayang banget."
"Tapi lo disakitin mulu, kemarin juga lo sampe diseret buat pulang. Mumpung masih pacaran La, putusin aja." ucap Asha.
Naura mengangguk menyetujui, "Dia berani main tangan waktu masih pacaran aja udah toxic banget."
"Kalo gak bisa putus minimal lo selingkuh dibelakang dia." ucap Naura, "Kalo dia ketauan selingkuh lagi, jadi lo gak terlalu sakit."
Lara menghela nafas berat. Ia jadi teringat kalimat yang dilontarkan Agas kemarin—tidak ada yang mau dengannya jika mereka putus. Lagipula siapa yang mau dengan wanita bekasan?
Mungkin diujung dunia Lara bakal menemukan orang yang bisa menerima apa adanya, namun bukankah dunia tak ada ujung?
Lara sungguh menyesal karna sudah menjalin hubungan dengan Agas, namun ia lebih menyesal karna sudah memberikan seluruh tubuhnya kepada pemuda brengsek tersebut.
Palembang, 30 Juni 2024.
-Salam manis, Liza.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC
Teen FictionLara lelah menghadapi sikap tempramen Agas, namun tak bisa melepaskannya. Pemuda itu tak pernah membiarkannya pergi bahkan sejengkal pun. Makian, tamparan bahkan ancaman sudah terlalu sering ia dengar. Memilih mengakhiri semuanya karna terlalu lelah...