0.20 - Toxic relationship

4.8K 111 0
                                    

Bijaklah dalam memilih bacaan.

Happy reading, darl!

☆☆☆☆

Pada akhirnya mau sebesar apapun kesalahan yang dilakukan Agas, Lara tetap tidak bisa meninggalkannya. Ia memang benar-benar sudah terjatuh kedalam pesona Agas.

"Agas." panggil Lara, tangannya bergerak menusuk pipi pemuda itu menggunakan jempolnya.

Agas melenguh pelan, matanya terbuka disertai helaan nafas berat, "Kenapa, La?"

Lara menggeleng, "Engga. Lo emang gamau pulang?" tanya Lara.

"Lo nyuruh gua pulang tengah malem gini?" tanya Agas setelah selesai melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam.

Lara menepuk mulutnya. Astaga, bukan itu yang ingin ia katakan! Agas yang melihat itu memilih beranjak duduk lalu mengelus pucuk kepala Lara.

"Kenapa? Lo gak nyaman tidur sama gua?"

Lara kembali menggeleng, "Bukan gitu—" ia menjeda ucapannya, "Tangan gua pegel lo tindih." cicitnya pelan.

Agas meraih tangan mungil Lara, memijatnya pelan seraya mengomel, "Kenapa engga bangunin gua dari tadi sih? Gua gatau kalo nindih tangan lo." decaknya, "Engga patah kah?" ucap Agas menelusuri tangan Lara yang sedikit memerah.

Lara berdecak malas, "Engg—shh sakit Agas!!" keluh Lara saat dengan sengaja agar menarik tangannya hingga mengeluarkan bunyi krek.

Wajah Lara berubah masam, ia mengangkat tangannya menggerakkan kesana kemari. "Udah lumayan mendingan."

Agas kembali merebahkan tubuhnya, "La, lo sama tante Adisa beneran putus hubungan?" tanya Agas.

Lara mengangguk, "Iya."

"Lo sedih?"

Lara menaikkan alisnya hingga menyatu, "Lo masih nanya?"

"Yakan kali aja. ucapnya, "Gua bakal bantuin lo cari om Andra sampe ketemu."

Lara menghela nafas berat, "Engga usah deh, Gas, buat sekarang gua lagi gamau berhubungan dengan siapapun." jawabnya, "Nanti kalo gua udah siap bakal gua cari sendiri."

Agas mengangguk, "Besok gua mau ketemu ayah, lo mau ikut?"

"Ngapain?" tanya Lara.

"Tante Alin lahiran, udah tiga bulan lalu sih." jawab Agas. "Tapi lo jangan ganjen, soalnya ayah punya anak cowok dari tante Alin yang seumuran sama lo."

Lara memutar bola mata malas, "Suka-suka gua."

"Lo cewek gua, gausah kecentilan."

"Dulu aja bilangnya jalang pribadi, sekarang baru diakuin ceweknya." kekeh Lara, "Gua gak lebih dari pemuas nafsu lo kan, Gas?"

Agas menggeleng, "Engga usah ngomong aneh-aneh!"

"Karna nyatanya emang gitu kan?"

Agas kembali menggeleng tegas, tangannya ia gunakan untuk mengelus rambut pendek Lara. "Rambut lo cantik, tapi lebih cantik kalo panjang."

"Gua suka gini."

Agas membuka satu persatu kancing piyama Lara lalu mengangkat tanktop birunya, "Pinter, lebamnya udah ilang, jangan di bakar lagi ya kulitnya?" ucapnya menepuk pucuk kepala Lara penuh sayang.

Ia kembali menutup tanktop itu kemudian memegang pergelangan tangan Lara, "Masih bekasnya doang, jangan di sayat lagi, tangan lo gak cantik kalo banyak bekas sayatan." lanjutnya lalu membuka celana pendek yang digunakan Lara, ia melebarkan kedua paha wanita itu lalu menyipitkan mata. "Kayaknya ini luka baru." ucap Agas seraya mendekatkan wajahnya kearah sayatan yang berada di paha Lara.

"Jangan lo ti—uphh shh—lukanya belum kering."

Agas menatap Lara, "Gua udah bilang kan jangan macem-macem lagi?"

"Gak sengaja ke gores doang."

"Boong lo." Agas menarik hidung Lara. "Gua temenin ke psikolog mau?"

Lara menggeleng, "Engga ah."

"Gak usah bantah, ini pernyataan."

Lara berdecak malas seraya menarik celananya, "Iya gua mau."

"Lo beneran engga mau lanjut sekolah, La?"

Lara menggeleng tanpa ragu, "Gua engga mau banyak ngerepotin orang."

"Gua malahan seneng direpotin."

Lara mengetuk-ngetuk pahanya lalu berdehem pelan, "Gua pengen adopsi anak."

Mata Agas membulat, jujur saja ia kaget karna penuturan mendadak dari mulut Lara. Namun perkataan yang dilayangkan wanita itu selanjutnya membuat ia mengangguk paham.

"Gua engga punya keluarga lagi, mama engga anggap gua, ayah gak tau dimana, gua pengen ada kakak atau adek yang bisa nemenin gua." lirihnya.

Agas mengelus bahu Lara iba, "Lo ada gua."

"Gua tau," ucapnya, "Tapi gua tetap pengen adopsi anak."

"La, umur lo baru tujuh belas, adopsi anak engga bisa sembarangan." ucap Agas.

Lara meraup wajahnya gusar, "Gabisa ya?"

Agas menghela nafas, "Nanti gua coba cari solusi."

Lara mengembangkan senyumnya, "Terimakasih, Agas!"

Palembang, 12 Juli 2024.
Salam manis, Liza.

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang