0.14 - Toxic relationship

5.8K 137 0
                                    

Bijaklah dalam memilih bacaan.

Terdapat beberapa paragraf yang membahas tentang penyakit mental, semua informasi berasal dari berbagai sumber. Jika ada kesalahan, mohon diperbaiki. Terimakasih.

Happy reading, darl!

☆☆☆☆

Nafas Agas tercekat membaca tulisan yang baru saja ia keluarkan dari dalam amplop pemberian dokter yang menangani kekasihnya.

Lara terkena penyakit mental sejak tiga bulan yang lalu. Itu informasi yang ia dapatkan saat mendengar penjelasan dari dokter Agatha.

Post-traumatic stress disorder.

Atau gangguan stress pasca trauma, lebih singkatnya PTSD ialah kondisi kesehatan mental yang di picu seseorang ketika mengalami peristiwa yang menakutkan hingga memberikan rasa trauma.

Wanita itu juga sering melakukan self-injury istilah lainnya self harm. Perilaku menyakiti dan melukai diri sendiri yang juga merupakan salah satu bentuk gangguan yang terkait dengan penyakit kejiwaan.

Sejauh ini, dokter Agatha memberi tahu bahwa Lara sudah sering melakukan hal yang dapat membahayakan tubuhnya sendiri. Seperti suka mengonsumsi obat tidur, membakar kulit tubuh, memberi pukulan menggunakan benda tajam, menyayat tubuh di lengan, tangan bahkan paha, dan terakhir memotong rambut untuk menghilangkan rasa stress.

Fakta pahit itu mau tak mau Agas terima.

Karna salah satu penyebab itu semua ialah dirinya sendiri.

Agas memasukkan kembali kertas tersebut kedalam amplop lalu mulai melangkahkan kakinya menuju ruang rawat Lara. Matanya tak sengaja melihat wanita itu tengah mengigau, bergegas ia mendekat dan mengelus surai lembut tersebut.

"Papa papa," lirih Lara dengan mata terpejam, "Mama—" ia kembali berujar, perlahan air matanya luruh disertai isakan pelan.

Ceklek

Ruangan terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang kini berjalan tergesa-gesa menghampiri hospital bed, sesaat kemudian wanita itu mendorong tubuh pemuda yang tengah membelai rambut anaknya.

Plak!

"Ini semua gara-gara kamu brengsek!" seru Adisa menunjuk wajah Agas, "Dari awal saya tidak pernah mengizinkan kalian memiliki hubungan! Pergi kamu dari sini!"

"Tante maaf, aku beneran nyesel." sahut Agas, lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kata lain selain meminta maaf.

"Jangan pernah menemui anak saya!" Adisa mendorong tubuh Agas lalu mengunci ruang inap anaknya. Ia menghela nafas kemudian menepuk pelan pipi Lara yang masih mengigau.

"Lara, bangun, ini mama."

"Papa."

"Ini mama."

Perlahan mata Lara terbuka, Adisa tersenyum tipis lalu mendudukkan tubuhnya pada kursi. "Kamu haus?"

Lara mengangguk, Adisa lantas bergegas memberikan botol minum berisi air. Ia melirik Lara dengan perasaan campur aduk, merasa bersalah karna sudah sering meninggalkan anaknya sendirian dirumah.

"Mama kapan pulang?" tanya Lara, suaranya terdengar pelan.

"Barusan. Pas mama datang kerumah mama ketemu cowok yang jaga rumah, dia minta maaf karna udah hancurin pintu depan. Terus katanya kamu dibawa kerumah sakit."

"Siapa, ma?"

"Kalo gak salah namanya Raven."

Lara mengangguk paham, tak ada percakapan lagi setelahnya. Namun beberapa menit kemudian Lara kembali berujar pelan.

"Ma, aku boleh ketemu papa?"

"Rambut baru kamu bagus, mama suka."

Lara tersenyum pahit. Adisa selalu saja mengalihkan pembicaraan jika menyangkut tentang ayahnya. Adisa hanya mengatakan, ayahnya sudah lepas tanggung jawab sejak ia kelas tiga sekolah dasar. Dan sewaktu kelas empat kedua orangtuanya resmi bercerai.

"Ma, aku kangen papa."

"Lara, stop bahas papa! Kamu gak ada papa!" seru Adisa.

"Ma, aku punya papa, kalo gak punya gak mungkin aku lahir." lirih Lara, "Aku cuma kangen, ma, izinin sekali aja aku ketemu papa."

"Terserah! Kalo kamu masih bahas dia, jangan harap bisa berhubungan lagi sama mama." jawab Adisa lalu melenggang pergi meninggalkannya sendirian didalam ruangan besar tersebut.

Palembang, 8 Juli 2024.
Salam manis, Liza.

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang