Bijaklah dalam memilih bacaan.
Happy reading, darl!
☆☆☆☆
"Gila tuh cewek, kok bisa masih ada muka."
"Gaada malu, bitch!"
"Semalem berapa sih?"
"Kemarin caper sekarang viral, malu-maluin aja!"
"Kenapa engga mati sekalian sih? Ngebanyakin dosa aja."
"Gila gila mana sealbum lagi."
Kening Lara menyernyitkan, apa lagi yang terjadi? Mengapa semua orang menatapnya dengan rendah.
"Lara!" seru Naura dan Asha.
"Kenapa?"
"Ke kelas aja yuk, jangan lelet ah jalannya." ucap Asha menarik pergelangan tangan Lara.
"Kok orang-orang pada liatin gua gitu banget, kenapa sih?"
"Gatau, udah biarin aja."
Hening. Kelas menjadi hening saat Lara memasuki kelas. Bahkan anak-anak perempuan yang tadinya sibuk meng-ghibah jadi kembali ke kursi masing-masing.
Hingga jam terakhir Lara masih mendapatkan perilaku tak mengenakkan, untung saja hari ini Jum'at jadi sekolah pulang lebih cepat.
Senin kembali menyapa, Lara kembali sekolah, ia berdiri dibarisan depan sesekali melirik Naura dan Asha yang tengah berjemur akibat lupa membawa almamater.
Peluh keringat membasahi keningnya, matanya tak sengaja menatap segerombolan anak lelaki yang tengah menatap lekuk tubuhnya intens. Bahkan ada yang secara terang-terangan menggigit bibirnya.
Upacara telah selesai, semua pemimpin membubarkan barisannya.
Lara segera berlari kearah Asha dan Naura, kedua wanita itu tampak kelelahan akibat diomeli guru piket. Lara tertawa pelan lalu memberikan tissue kepada kedua temannya.
Mereka kembali ke kelas dan mendapat info bahwa hari ini jam kosong. Lara menopang dagunya hendak memejamkan mata namun anak-anak perempuan mendekati meja nya.
"La?" panggil Eca.
Lara mendongak menatap satu-persatu teman kelasnya, "Kenapa?"
Naura mengkode menyuruh mereka semua untuk diam, "Lo masih belum tau kenapa orang-orang natap lo rendah?" tanya Naura.
Lara menggeleng, "Emang kenapa?"
"Handphone lo mana?"
"Rusak waktu gua lompat dari rooftop."
"Lo viral." celetukan itu berasal dari mulut Dinda.
"Photo sama video lo sealbum, La."
Tubuh Lara mematung, "Semuanya udah tau?"
"Udah, La, tapi pihak sekolah belum. Kalo engga ada yang cepu pasti aman kok." jawab Eca. "Pacar lo kan yang sebarin?"
Lara menangkup wajahnya, "Gua udah putus." jawabnya. "Sebelum gua loncat, kak Agas ancem gua buat sebarin karna gua pengen putus."
"Lo berhak dapet yang lebih baik, La."
"Gua harus gimana? Gua takut." lirih Lara.
"Azam, si Lara kena panggil buk Tita keruangannya."
Semuanya mendongak mendengar penuturan dari wanita tersebut, lalu kembali menatap Lara. Asha memegang pundak Lara seraya tersenyum tipis, "Gak usah takut, lo jelasin semuanya."
"Sana ke buk Tita dulu."
Lara menghapus air matanya lalu berjalan keluar kelas. Ia menundukkan pandangannya tak ingin melihat mata-mata yang menatapnya rendah.
"Kak Agas emang gila!" seru Dinda.
"Kasian banget gua sama Lara, gua tau dia salah tapi gak gini juga!"
Naura menghela nafas, "Gua harap kalian yang punya photo atau video nya Lara cepet di hapus."
Azam beranjak, "Gua bakal cek ponsel mereka satu-satu, Nau."
Ucapan itu langsung disetujui oleh beberapa wanita dikelas. Bahkan setelah itu Azam segera mengecek satu-persatu ponsel teman kelasnya.
☠️ T O X I C ☠️
Plak!
"KAMU GAK PERNAH NGEHARGAIN AKU KAK!" seru Lara dengan nafas memburu, "Aku beneran udah capek, lepasin aku."
"Lo mau di hargain berapa sih? Sini gua bayar."
"Omongan kamu kayak gak pernah disekolahin tau gak!" ucap Lara, "Kamu gak pernah belajar cara menghargai wanita, ya? Pantesan bunda kamu sampe mati gegara ngelahirin kamu." kekeh Lara di sela-sela isakan tangisnya.
"LO-Plak!" Tamparan itu mengenai pipi mulus Lara, bahkan sudut bibirnya sudah mengeluarkan darah.
"Gak usah ngomong macem-macem anjing! Lo gak tau apa-apa!"
Lara tertawa sarkas, "Kamu sendiri yang cerita semua masalah keluargamu dulu!"
"Jalang lo! Cewek gak bener kayak lo gak pantes idup!"
Lara menyeka air matanya, "Kalo aku gak pantes hidup, harusnya pas aku bunuh diri udah mati. Tapi sayangnya Tuhan sayang banget sama aku sampe gak buat aku mati."
"Inget karma kak, aku doain setelah ini kamu gak pernah diseriusin sama cewek mana pun." Setelah mengatakan itu Lara pergi menjauh meninggalkan Agas yang masih berdiri mematung.
"Cih, cewek jalang banyak omong."
Tak lama setelah kepergian Lara, Agas turut pergi dari taman tersebut. Ia menjalankan motornya menuju perkarangan rumah yang cukup elit. Segera ia memasuki kamar lalu berdecak malas melihat seorang pemuda yang tengah mengotak-atik laptopnya.
"Lo gak kasian Gas sama Lara?" ujar pemuda itu setelah mematikan video yang baru saja ia tonton.
Agas tertawa pelan, "Buat apa kasian sama cewek gak bener, bang?"
"Lo pernah liat dia masuk club mana? Bukannya lo sendiri yang rusak dia?"
Agas berdecak, "Lo sekarang belain dia, bang?"
"Dia mantan gua, Gas. Gua tau keluarganya engga se harmonis itu, dan sekarang lo gak henti-hentinya kasih dia luka." Ya, pemuda itu adalah Raven, mantan kekasih Lara.
"Salah lo nyuruh gua buat jagain tuh cewek!" seru Agas.
"Gua nyuruh lo jagain dia sampe gua lulus kuliah, Gas! Bukan nyuruh ngerusak!" jawab Raven membentak.
Agas mengetuk jarinya pada balkon kamar, "Udah terlanjur gua rusak." sahutnya, "Terus lo masih mau balik sama dia?"
Raven menghela nafas, "Gua sayang banget sama dia, tapi gua gamau sama cewek rusak." jawabnya, "Gua gak bisa marah sama lo, karna yang mulai gua sendiri."
"Ya, lo emang gak berhak marahin gua."
"Lepasin, Lara, dia berhak bahagia."
"Gua gak mau."
Palembang, 30 Juni 2024.
-Salam manis, Liza.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC
Teen FictionLara lelah menghadapi sikap tempramen Agas, namun tak bisa melepaskannya. Pemuda itu tak pernah membiarkannya pergi bahkan sejengkal pun. Makian, tamparan bahkan ancaman sudah terlalu sering ia dengar. Memilih mengakhiri semuanya karna terlalu lelah...