0.10 - Toxic relationship

7.2K 186 14
                                    

Bijaklah dalam memilih bacaan.

Happy reading, darl!

☆☆☆☆

Tak terasa weekend kembali menyapa, padahal baru kemarin Lara malas-malasan dirumah, dan sekarang harus seperti itu lagi. Melakukan kegiatan produktif sangatlah berat baginya. Bahkan untuk bangun pukul lima pagi ia tak bisa.

"Lara!"

Lara menguap, "Heum—kenapa, mah?" tanya Lara sedikit berteriak. Pasalnya Adisa memanggilnya dari depan pintu tak masuk langsung ke dalam kamarnya.

Ceklek

Suara pintu terbuka, Adisa berjalan menghampiri kasur Lara lalu membuka hordeng balkon kamar anaknya. "Mama mau berangkat lagi ke Malang, ada karyawan yang curi resep."

Lara mengucek matanya perlahan, "Sekarang, mah?"

Adisa mengangguk, "Iya, La. Kamu jangan lupa ibadah, ya, mungkin mama agak lama."

"Iya, mah."

"Duit jajan udah mama transfer di rekening kamu." ucap Adisa, "Mama pergi dulu."

"Hati-hati."

Adisa melenggang pergi, sedangkan Lara kembali masuk kedalam selimutnya. Ini bukan kali pertama, jadi Lara bersikap biasa saja. Ia menghela nafas menyibak selimutnya lalu memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.

Pertama kalinya di hari libur ia mandi sepagi ini, entah untuk apa.

Tiga puluh menit ia habiskan waktu di kamar mandi, akhirnya selesai juga. Ia berjalan santai menuju lemari bajunya seraya bernyanyi kecil, tangannya pun sibuk melilitkan handuk pada rambut basahnya.

"Melihat cinta berwarna ker—kamu ngapain disini anjir?!" Mata Lara memicing menatap sosok pemuda yang kini menyandarkan tubuhnya pada sandaran kasur.

"Kamu ganggu mulu perasaan!" Decaknya meraih sebuah dress pendek.

"Pake baju yang bener, temenin gua ziarah."

"Males! Aku mau ibadah."

Kening Agas berkerut, "Masih inget Tuhan lo?"

Lara mendengus. Pasalnya Agas tahu betul bahwa wanita itu sangat jauh dari Tuhan-nya. Apakah wanita itu memilih untuk tobat?

"Aku selalu inget Tuhan," jawabnya, "Gausah liatin aku kayak liatin orang tercela banget."

"Habis lo ibadah temenin gua ziarah."

"Kenapa harus aku? Gak ngajak kak Ilona aja?"

"Lo masih cewek gua."

"Kita udah putus!"

Brak!

Lampu tidur Lara pecah akibat dorongan Agas, wanita itu menatapnya nanar lalu berucap, "Kamu beneran gak punya hati, ya?"

"GUA UDAH BILANG, JANGAN PERNAH BILANG PUTUS! KECUALI GUA YANG BILANG!" Agas menaikkan nada suaranya, "Lo itu jalang pribadi gua." Agas menarik tangan Lara menjatuhkannya di kasur lalu menarik lilitan handuk yang daritadi masih melekat pada tubuh Lara.

"Arghh—kamu beneran gak ada hati nurani!" Lara menggigit bibir bawahnya saat Agas mulai mengunci pergerakannya.

"Lo yang bikin gua marah! Kalo lo nurut gua gak bakal kasar."

"Ahh lwepas—sin!" Nafas Lara naik turun ia mendorong tubuh Agas hingga pemuda itu terjatuh dari kasur. "Aku mau ibadah, kamu gak usah ganggu!" Lara kembali merapihkan handuknya lalu berjalan ke toilet seraya membawa bajunya.

Agas beranjak lalu mengumpat kasar, ia pun memilih membersihkan pecahan lampu tidur milik Lara setelah itu menunggu wanita tersebut. "Gua anter." ujarnya saat melirik Lara telah siap dengan balutan dress lengan pendek yang saat cocok ditubuhnya.

Lekuk tubuhnya terlihat indah, riasan natural membuatnya semakin bersinar pun rambut yang di gerai dan diberi sedikit gelombang pada ujungnya. Sangat sempurna untuk sebutan manusia.

"Gak usah, aku naik mobil."

"Terakhir lo naik mobil, lo nabrak penjual kaki lima." ucap Agas meremehkan, "Gua gak mau ngeluarin duit buat nolongin lo lagi kalo itu terjadi."

Lara berdecak, "Mau kamu apasih?" Tanyanya, "Kamu gak capek-capek apa mainin aku?! Aku bukan barang!" dengusnya.

"Siapa yang mainin lo coba? Gua cuma mau anter lo ibadah."

Lara menghela nafas, "Oke aku ngalah—" Ia menjeda ucapannya, "Tapi aku gak bisa nemenin kamu ziarah, masa ziarah pake baju gini."

"Nanti gua beliin gamis, puas lo?!"

Palembang, 3 Juli 2024.
Salam manis, Liza.

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang