0.04 - Toxic relationship

7K 211 6
                                    

Bijaklah dalam memilih bacaan.

Happy reading, darl!

☆☆☆☆

Dua minggu kemudian Lara sudah dinyatakan sembuh total, bahkan kakinya sudah bisa digerakkan hanya saja luka di tangannya masih belum kering.

Ia mengedarkan pandangannya menatap isi ruangan lalu menghela nafas berat. Mengapa ia masih selamat? Apa Tuhan begitu menyayanginya?

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya, manik mata keduanya bertabrakan sebelum akhirnya Lara memutus lebih dulu.

"Udah puas caper nya?"

Lara terkekeh miris, ingin menjawab namun kondisi tubuhnya masih belum stabil. Jadi ia memilih diam mendengar segala makian yang di lontarkan oleh Agas.

"Jangan harap hidup lo tenang setelah bikin gua hampir masuk penjara!" serunya. "Tunggu penderitaan lo, Lara!" Setelah mengatakan itu Agas kembali keluar dari ruangan Lara.

Lara hanya diam, pikirannya berkecambuk. Mau dibuat semenderita apa lagi? Dirinya sudah lelah, ingin mengakhiri semuanya.

"La—" Entah darimana asalnya, tiba-tiba seorang pemuda masuk dengan keranjang buah segar ditangannya.

"Gua denger semua." lanjutnya seraya menaruh keranjang buah tersebut. Tangannya bergerak mengelus tangan Lara lalu menciumnnya.

"Maaf baru dateng."

Raven Sanjaya—mantan kekasih Lara. Usia mereka terpaut lima tahun, jika Lara sekarang berusia tujuh belas tahun itu berati Raven dua puluh dua tahun.

Hubungan mereka berakhir karna Raven sempat melanjutkan pendidikannya keluar kota, namun sekarang pemuda itu sudah kembali ke kota asalnya.

"Kak—" Lara menjeda ucapannya, "Kenapa kesini?"

"Mau ketemu lo." jawabnya, "Tadi pacar lo kan? Kok dia ngancem lo?"

Lara hanya menjawab dengan senyum tipis, ia masih belum sanggup menceritakan semuanya. Mau bagaimanapun Raven hanyalah masa lalunya.

Raven menghela nafas mengerti. "Kalo ada apa-apa cerita ke gua."

Seminggu berjalan dengan cepat, Lara sudah kembali sekolah dengan normal, walaupun awalnya banyak mata yang menatapnya sinis karna di anggap cari perhatian. Namun ia sudah tak menghiraukan itu semua.

Ia cukup senang karna tak bertemu dengan Agas beberapa hari ini. Walaupun di lubuk hatinya ia bertanya-tanya dimana pemuda itu.

"Lara, ayo masuk!"

Lara tersenyum tipis lalu menaikki porsche mahal milik mantan kekasihnya, memang keduanya kembali dekat sejak Raven membesuknya. Bahkan tak sekali dua Raven bersikap manis kepada wanita itu.

"Aman kan hari ini?"

"Aman kak."

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, keduanya larut pada pembicaraan. "Lo masih belum mau jelasin?"

"Apa yang harus gua jelasin kak?"

"Masalah pacar lo."

"Gua udah putus."

"Cerita, Lara." titah pemuda itu.

"Lo bakal ilfeel sama gua kalo gua cerita."

Kening Raven menyernyitkan, "Gua engga bakal ilfeel, cerita aja."

"Singkatnya gua udah pacaran satu tahun, awalnya dia manis banget sampe akhirnya berubah toxic. Dia selalu nyuruh gua buat turutin kemauan dia, termasuk nuntasin nafsunya. Gak sekali dua minta video sama photo gua, karna gua tolol jadi gua turutin. Apalagi gua udah sayang banget, tapi sekarang gua nyesel." Lara menjeda ucapannya, "Udah sering gua putusin, tapi katanya bakal nyebarin semua video dan photo gua." Lara mengatakannya tanpa ekspresi, namun ia bercerita seraya memegang dada nya yang terasa sesak.

Raven hanya diam. Masih mencerna semuanya. "Lo se tolol itu, La?"

Lara tertawa hambar, "Gua emang tolol."

"Gua gatau lagi mau respon gimana." ujarnya, "Gua kecewa."

"Lo kecewa, apalagi gua." jawabnya, "Makanya dari awal lo dateng ke hidup gua lagi, gua engga mau nerima lo cuma lo kekeuh masuk lagi."

"Orang tua lo udah tau?"

"Belum."

Raven menghela nafas, "Gua bakal bantuin lo keluar dari hidup Agas."

Palembang, 30 Juni 2024.

-Salam manis, Liza.

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang