Bijaklah dalam memilih bacaan.
Aku bakal up endingnya kalo udah 50ribu pembaca:< maaf ya guys, aku nargetin kali ini:D
Happy reading, darl!
☆☆☆☆
Tubuh Lara menegang saat Ilona berhamburan dipelukannya, sungguh ia tak paham dengan apa yang sudah terjadi. Tangannya bergerak mengelus bahu Ilona kemudian memberanikan diri untuk bertanya.
"Apa yang udah terjadi sama lo kak?"
"Gua sama Agas belum nikah, La." ucap Ilona, "Kita hs, tapi dia nyebutin nama lo bukan nama gua."
"Kak, sorry gua gak tau apa-apa soal ini." jawab Lara tak enak, karna itu sungguh diluar kendalinya.
Ilona mengangguk paham, "Agas mabuk, tapi gua sadar. Telinga gua denger jelas semua racauan yang keluar dari mulut Agas malam itu. Paginya dia ninggalin gua gitu aja," lirih Ilona, "Satu minggu setelahnya gua positif hamil."
"Agas mau tanggung jawab, kak?" tanya Lara.
Ilona mengangguk, "Dia mau." jawab Agas, "Lo masih jadi pemenang, La. Dia secinta itu sama lo, bahkan dia hampir bunuh diri karna lo gak nerima dia lagi."
Rasanya Lara ingin tertawa mendengar penderitaan Agas, katakan saja dia kurang ajar, tapi memang benar. Ia sangat puas mendengar Agas mendapat karmanya.
"Kak, gua gak tau mau bilang apa, yang jelas gua doain hubungan kalian semoga membaik ya."
"Makasih, La." jawab Ilona tulus.
Untung saja waktu itu Lara tak terbuai dengan ucapan maaf dari mulut Agas. Karna bajingan tetaplah bajingan.
☠️ T O X I C ☠️
Dimana ada Lara disitu ada Alva.
Alva benar-benar tak bisa jauh dari Lara, bahkan rasanya ia ingin cepat-cepat menikahi wanita itu agar bertemu setiap waktu. Tapi ia tau kedua orangtuanya tak akan merestui, karna ia diperbolehkan menikah setelah mendapatkan gelar dokter.
Akhir-akhir ini laptop sudah seperti pacar Alva, dimanapun dan kapanpun benda tersebut selalu dibawanya. Seperti sekarang, Alva memilih menjadikan kedai kue Lara sebagai tempatnya meriset materi-materi yang kemungkinan besar muncul ketika ia mulai kuliah beberapa bulan lagi.
Lara sama sibuknya, ia mengelolah data keuangan yang masuk bulan ini. Namun fokusnya teralihkan karna notifikasi masuk yang mengatakan bahwa salah satu pengikutnya baru saja mengupload postingan.
Tangan Lara bergerak memencet notifikasi tersebut, matanya mengerjab membaca caption yang tertera. Ia mengucek mata memastikan apa yang baru saja ia lihat memang benar nyata.
Terimakasih telah memilih ibu sebagai ibumu, sayang. I love you, Indilara Katya. @AgasFernandez🤍
"Kenapa, Ra?" tanya Alva melirik Lara. Ia meraih ponsel wanita itu lalu membaca postingan tersebut.
"Mirip nama lo." ujar Alva, "Ini anak mantan lo sama cewek waktu itu kan?"
Lara mengangguk, "Gila bener, namanya sama persis, cuma bedanya kepanjangan nama ku Kyna bukan Katya."
"Mantan lo gak ada akal sehat." ucap Alva mengembalikan ponsel Lara.
"Dia beneran gak mikirin perasaan kak Ilona," ujar Lara.
"Udah biarin aja, urusan rumah tangga mereka, yang jelas sekarang lo udah bebas."
Lara mengangguk, "Iya, Al."
Alva mematikan laptopnya memegang tangan Lara, tak ada respon dari Lara, karna memang hal ini sudah sering kali ia rasakan.
"Ra, gua mau ngomong."
"Ngomong aja, Al."
"Matiin laptop lo, gua mau ngomong serius." ujar Alva.
Lara menoleh seraya mematikan laptop, ia menopang pipinya menatap Alva. Pandangan mereka bertemu, Lara menaikturunkan alisnya menggoda membuat Alva memalingkan wajah.
"Kenapa si, Al?" tanya Lara setelah tawanya mereda.
"Gua gak tau mau ngomong apa dulu, gua gugup." ungkapnya jujur.
"Ngomong aja, aku tungguin."
"Kita udah lumayan lama bareng, Ra, lo ngerasain hal yang sama gak sih?"
"Maksud kamu apa?" tanya Lara pura-pura tak mengerti.
Alva menghela nafas, ia kembali menautkan tangannya ketelapak tangan Lara. "Lo ada rasa sama gua gak?"
"Ada nih rasa coklat."
Alva mendengus, "Gua serius."
Lara tertawa pelan mendengar rengekan pemuda didepannya, sungguh menggemaskan. Ia sampai tak sadar mencubit pipi Alva cukup keras membuat pemuda itu merintih.
"Kok malah cubit gua sih?"
"Kamu gemesin."
Jatuh cinta memang membuat gila, bahkan hanya dua kata yang terlontar dari mulut wanita yang ia cintai Alva sudah merasa sangat senang.
"Dari dulu kamu nemenin aku, berhasil buat aku sembuh, kita bareng-bareng mulu, dan kamu masih nanya aku ada perasaan apa engga?"
Alva paham dengan sindiran Lara, ia tau wanita itu ingin diperjuangkan. "Gua belum berani ngajak lo pacaran sekarang, lo bisa komitmen kan?"
"Aku bisa, asal kamu engga ngecewain aku."
"Gua janji buat selalu bikin lo bahagia, Ra." ucap Alva.
Lara mengangguk, "Aku yakin kamu engga bakal ngecewain aku."
Alva tersenyum tipis, "Makasih, Ra."
Tiba-tiba Lara merasa cemas, merasa tak pantas bersama Alva. Ia mengatur nafas berusaha menahan tangisnya, namun sia-sia. Isakan pelan terdengar, Alva mendekat menenangkan wanita itu.
"Hey, kenapa nangis?"
"Aku ngerasa gak cocok buat kamu." lirih Lara.
Alva mengecup kening Lara cukup lama, "Jangan ngerasa gitu, lo berharga."
Lara mendongak menatap Alva, "Kamu beneran mau sama aku? Aku udah rusak."
"Lo tetap berlian dimata gua, Ra." jawab Alva, "Gua jatuh cinta karna sikap lo, bukan karna tubuh lo."
"Alva, makasih banyak, aku sayang kamu."
Alva membalas pelukan Lara, "Gua lebih sayang sama lo."
Mungkin diujung dunia kita akan menemukan cinta yang tulus menerima apa adanya, namun bukankah dunia tak ada ujung?
Kalimat yang Lara ucapan sewaktu sekolah menengah atas kembali berputar, sekarang ia percaya Tuhan memang sudah mempersiapkan yang terbaik untuk hamba-hambanya.
Manusia memang diciptakan secara berpasangan, entah kita harus melewati puluhan orang sebelum akhirnya mendapat cinta yang benar-benar tulus atau malah sebaliknya. Memilih tenang dan membiarkan jodoh datang sendiri tanpa melibatkan orang baru.
Detak jantung Lara berpacu cepat, ia kembali merasa cinta setelah bersama Agas. Ia harap cinta kali ini dibalas setara, agar semuanya berjalan baik hingga Tuhan berkata sudah.
☆☆☆☆
Spam next>>
Palembang, 12 Agustus 2024.
-Salam manis, Liza
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC
Teen FictionLara lelah menghadapi sikap tempramen Agas, namun tak bisa melepaskannya. Pemuda itu tak pernah membiarkannya pergi bahkan sejengkal pun. Makian, tamparan bahkan ancaman sudah terlalu sering ia dengar. Memilih mengakhiri semuanya karna terlalu lelah...