Bijaklah dalam memilih bacaan.
Happy reading, darl!
☆☆☆☆
Sebotol wine juga vodka menemani perbincangan hangat antara Alva dan Lara. Rasa takutnya sedikit berkurang mengingat Alva menepati ucapannya. Pemuda itu hanya membutuhkan teman ngobrol, tak lebih.
"Berati kamu tinggal nunggu sidang?" tanya Lara usai meneguk wine yang masih berada didalam botol.
"Iya, skripsi gua di tolak mulu. Disuruh revisi sampe kepala gua rasanya mau meledak." Dapat Lara lihat raut masam yang Alva pancarkan.
Lara tertawa pelan, "Sabar ya, mungkin kamu emang di takdirin telat wisuda."
"Tapi gua mau lulus tepat waktu." kesal Alva disertai dengusan pelan.
"Aku yakin skripsi kamu bakal segera di Acc, aku bantu doa, ya." ucap Lara dengan senyum tulus.
"Thanks," Alva tersenyum tipis seraya membersihkan sudut bibirnya bekas vodka, "Lo kerja disini karna apa?"
"Butuh duit."
"Lo seneng ngejalaninnya?" tanya Alva.
"Engga, tapi harus gimana lagi?" kekeh Lara.
"Maaf kalo lancang, emangnya orangtua lo kemana?"
"Ada kok," jawab Lara, "Cuma pencar aja kayak tim SAR."
"Broken home?"
Lara tersenyum tipis. Tangan Alva terulur mengelus rambut halus Lara, ia mengecup pucuk kepala wanita itu cukup lama kemudian menjauh. "Lo wangi, gua suka."
"Terimakasih," jawab Lara tulus.
"Gua bayar lima puluh juta tekor gak sih kalo kita cuma ngobrol?" celetuk Alva.
Lara menoleh menatap manik tajam Alva. Sorot mata itu mengingatkannya pada Agas. "Kamu mau apa?" tanya Lara pelan.
"Cium gua," ujar Alva. "Lo bisa kan?"
"Bisa, tapi aku gak mau." jawab Lara menopang kedua dagunya, "Sebenarnya aku capek, mau tidur." jujur Lara, pasalnya ia bekerja hampir lima belas jam setiap harinya.
Lara sudah menjaga-jaga jika nanti Alva mendorong dan memperlakukannya seperti Agas. Memaksa untuk memuaskan hasratnya. Namun ia salah, karna nyatanya Alva malah mengangguk mengiyakan.
Pemuda itu menepuk pahanya lalu berujar, "Tidur disini,"
"Boleh?" tanya Lara.
"My pleasure," jawab Alva. Ia terus-menerus mengelus rambut Lara hingga akhirnya wanita itu tertidur lelap. Kekehan pelan keluar dari mulutnya, tangan mencubit gemas pipi wanita itu lalu memilih memainkan ponsel.
Banyak notif masuk, itu semua dari teman-temannya. Alva membaca pesan-pesan itu dengan dengusan kecil lalu segera memencet tombol pesawat pertanda pesan dikirim.
Alva: Gak usah mikirin aneh-aneh lo pada, gua gak ngapa-ngapain. Lara aja sekarang lagi tidur, dia kecapean.
Fokus Alva teralih pada benda pipih yang keluar hampir keluar dari saku celana Lara, ia meraihnya. Ponsel wanita itu menggunakan sidik jari, ia sangat penasaran, jadi dengan hati-hati ia menempelkan jempol Lara ke belakang ponsel.
Alva langsung membuka satu-persatu album digaleri Lara, "Lho ada pacar ternyata," gumam Alva.
Tangan Alva meleset tak sengaja memencet sebuah notifikasi yang baru saja masuk. Nomer tak dikenal, seringai tajam terbit dibibirnya kala membaca pesan itu bergegas jarinya mengetik lincah diatas keyboard.
+628528***: Lara, lo dimana? Kenapa sosmed gua lo block semua? Bales chat gua, La.
+628528***: La, maafin gua. Kali ini gua janji bakal berubah.
+628528***: La, lo baca pesan gua? Bales La, please:(
+628528***: Gua sayang sama lo, Lara.
Lara: Berisik bangsat, cewek gua mau tidur.
You blocked this contact.
Setelah menghapus pesan itu, Alva memilih menaruh ponselnya dan ponsel Lara di atas nakas. Dengan hati-hati ia merebahkan kepala Lara diatas kasur, menarik selimut hingga sebatas dada. Lalu beranjak menuju sofa kecil dan memilih untuk mengistirahatkan tubuh.
☠️ T O X I C ☠️
Pagi-pagi sekali Lara sudah terbangun dari tidurnya, ia beranjak dari kasur seraya menyibak selimut. Seragam masih lengkap, itu berati tak terjadi apapun semalam.
Matanya tak sengaja menatap Alva yang masih tertidur dengab posisi duduk, sungguh tak nyaman. Pikirnya.
Ia memilih untuk mencuci wajah lalu menghampiri Alva, tangannya menepuk pelan pipi Alva hingga pemuda itu terbangun. "Pindah aja dikasur." titah nya.
"Udah lama bangun?" tanya Alva seraya menarik Lara untuk duduk dipangkuannya.
"Baru aja bangun," ujar Lara kembali beranjak, "Aku harus balik ke mess,"
"Sekarang banget?"
Lara mengangguk, "Iya, gak enak sama temen-temen."
"Yaudah gak apa, nanti kunci kamar langsung gua balikin ke bartender aja, ya." ujar Alva.
"Kasih bintang lima buat pelayanan aku, ya!" seru Lara dengan senyum manis.
"Kalo ada bintang sepuluh pun gua kasih," kekeh Alva, "Bayaran lo udah, besok gua sewa lagi, ya."
Lara mengangguk, "Boleh, asal cuma ngobrol." jawabnya. Tak apa, jaga-jaga supaya tidak ada om-om hidung belakang yang menyewanya. Jadi lebih baik ia bersama Alva.
"Oke, Lara," ucap Alva mendaratkan kecupan singkat dipipi wanita itu.
Lara mendelik, "Ih bau jigong!"
"Mana ada?!" ketus Alva tak terima.
"Kamu belum cuci muka, udah ah aku mau balik." ucap Lara lalu melenggang pergi keluar kamar.
Alva tersenyum kecil, "Kalo bartendernya lucu gini gua mah ikhlas bayar mahal setiap hari." ujar Alva. Matanya menyipit melirik nakas menatap dua benda pipih masih berada diatas sana, tentu saja satunya milik Lara. Wanita itu melupakannya!
Tak ingin berlama-lama di kamar sendirian, Alva memilih mencuci wajah, mengembalikan kunci kamar lalu kembali kerumahnya. Ponsel Lara sengaja ia bawa pulang agar ada alasan untuk tetap berinteraksi dengan wanita itu.
Palembang, 04 Agustus 2024.
-Salam manis, Liza
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC
Teen FictionLara lelah menghadapi sikap tempramen Agas, namun tak bisa melepaskannya. Pemuda itu tak pernah membiarkannya pergi bahkan sejengkal pun. Makian, tamparan bahkan ancaman sudah terlalu sering ia dengar. Memilih mengakhiri semuanya karna terlalu lelah...