0.31 - Toxic relationship

3.5K 87 13
                                    

Bijaklah dalam memilih bacaan.

Happy reading, darl!

☆☆☆☆

Pertanyaan yang dituturkan Samudra kemarin benar-benar mengusik pikiran Lara. Bahkan hal itu membuatnya tak bisa kerja dengan tenang.

Kilas balik.

"I have loved you since we were class in X."

Lara mengerjab tak paham, "Maksud lo kak?"

"Will you be my girlfriend?"

"Kenapa bisa lo suka sama gua? Padahal lo tau gua engga sebaik itu buat lo." tanya Lara.

"Lo baik, gua gak peduli tentang pandangan orang-orang ke lo." jawab Samudra. "Gua suka sama lo sebelum lo sama Agas pacaran, gua pengen jujur tapi gak mau buat pertemanan gua hancur."

Sangat bingung, itu yang dirasakan Lara. "Kak makasih banget udah suka sama gua, tapi gua gak worth it buat lo. Masih banyak cewek yang lebih baik dan cantik dari gua, dan itu bukan gua."

"Gua gak peduli, La, gua mau lo." tekan Samudra.

"Lo tau sendiri gua udah rusak, lo bisa sama yang lain kak, gua beneran gak bisa buat terima lo jadi cowok gua."

"Gua suka lo bukan karna nafsu Lara, pure karna cinta. Kalo gua gak cinta, mana mungkin gua sejauh ini peduli sama lo."

Kening Lara mengernyit, "Maksud lo kak?"

"Semua skandal lo yang viral, gua yang hapus. Gua lakuin itu karna gua sayang sama lo, La." ujar Samudra memelan.

Lara mengangkat tangannya mengelus pundak Samudra, "Kak gua hutang budi sama lo, makasih banyak ya.

"Gak perlu bilang makasih, lo layak dapetin itu semua." ucap Samudra. "Lo masih sayang sama Agas?"

Lara mengangguk pelan, "Sayang, tapi buat balik sama dia, gua gak mau. Udah cukup sakit yang dia kasih, sekarang gua mau cari bahagia."

"Sama gua La, gua janji bakal bahagiain lo."

Kilas balik selesai.

Tak ingin memikirkan hal yang membuat pusing, Lara memilih segera bergegas memakai seragam bartender ditubuhnya. Ia harus bekerja karna lima hari kedepan ia akan pergi ke Malang untuk menemui Adisa—sang mama.

Jam lima subuh Lara telah selesai bekerja, ia segera kembali ke mess untuk mengistirahatkan tubuh sejenak. Tangannya meraih ponsel lalu membalas pesan masuk yang dikirim oleh Alva sejak lima jam lalu.

Lara: Aku mau istirahat bentar, Al.

Alva: Oke, La, nanti jam delapan gua otw.

Lara mulai memejamkan matanya hingga tertidur pulas. Cukup lama, dan tiba-tiba saja terbangun karna ponsel berdering pertanda panggilan masuk.

"Lara, udah siap kan? Gua udah didepan nih."

Lara beranjak dari kasur memegang kepalanya yang terasa sakit, "Aduh maaf Al aku lupa, aku belum mandi, kamu tunggu didepan aja ya."

Terdengar kekehan pelan dari sambungan telepon itu, "Iya, La, gua tunggu didepan."

Lara mematikan sambungan telepon, bergegas ia membersihkan diri lalu memakai jeans juga cardigan yang sudah ia siapkan sejak semalam. Tangannya bergerak mengeringkan rambut menggunakan hairdryer kemudian membopong tas yang berisi baju-bajunya.

Mata Lara menatap Alva yang tengah menikmati kopi entah buatan siapa, mata mereka tak sengaja bertemu sebelum akhirnya Yerik—satpam yang bertugas menjaga mess berdehem.

"Waduh mau kemana nih bawa tas gede gitu?"

"Mau ke Malang, mumpung libur." jawab Lara.

"Owalah saya kira kalian mau liburan bareng," kekehnya.

Alva tersenyum tipis, "Iya, emang mau liburan bareng nih."

Lara mendelik, "Gak usah didengerin, pak. Udah ah saya berangkat dulu ya, takut macet."

"Iya, neng. Hati-hati, ya."

Alva meraih tas Lara dan menaruhnya dibagasi mobil, sedangkan wanita itu memilih lebih dulu memasuki mobil. Ia membuka tas kecil ditubuhnya mulai mengoleskan mekaup tipis. Alva melirik sesekali, Lara cukup peka ia lantas menoleh menatap Alva.

"Kenapa, Al?" tanya Lara setelah selesai mengoleskan liptint dibibirnya.

"Lo cantik." pujinya membuat Lara memaling wajah.

Astaga, sudah lama Lara tak mendengar pujian manis seperti itu. Ia merasa jantungnya berdegup kencang pun pipi yang tiba-tiba terasa panas.

"Pipi lo merah, perasaan tadi belum pake blush on."

Lara berdecak sebal, "Lo diem deh, Al!"

Alva mengudarakan tawa, tangannya terangkat mengacak-acak rambut Lara gemas. "Lo beneran cantik deh, suer gak boong."

"Makasih, ya, Al pujiannya." ucap Lara. "Makasih juga karna udah mau nemenin gua ke Malang, padahal Malang jauh banget dari Bandung."

"Semhas masih dua minggu lagi, kegiatan dikampus gak ada, jadi daripada gua bosen dirumah mending nemenin lo."

"Mama sama papa lo tau lo ke Malang?"

Alva mengangguk, "Tau kok."

"Mereka gak marah?"

Alva menggeleng, "Engga, mereka percaya sama gua, aman."

Lara kembali membereskan alat mekaup, walaupun ia tau kemungkinan besar hanya sesekali keluar mobil, tetap saja ia memakai riasan Agar Alva betah melihatnya. Sungguh ia tak percaya diri dengan wajah bareface, padahal tak ada satupun bekas jerawat diwajahnya.

"Lo kenapa panggil gua pake nama? Padahal lo tau kira beda lima tahun." tanya Alva tiba-tiba.

Lara menoleh menatap Alva, "Lo mau dipanggil kak?"

Alva mengangguk, "Boleh, senyaman lo aja."

"Sayangnya gua yang engga mau, itu panggilan gua ke Agas dulu." ucap Lara. "Takut dejavu."

Alva menghela nafas berat, "Oke, gak masalah, panggil nama aja."

"Maaf ya, Al."

Alva tersenyum tipis, "Gak apa, La."

"Nanti gua kasih panggilan khusus deh buat lo."

"Apa?" tanya Alva menoleh ke arah Lara.

"Sayang."

☆☆☆☆

Hayo sejauh ini mana couple fav kalian?

Palembang, 7 Agustus 2024.
-Salam manis, Liza.

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang