0.28 - Toxic relationship

3.5K 101 11
                                    

Bijaklah dalam memilih bacaan.

Tanganku gatel pengen update wkwk, padahal yang kemaren aja gak sesuai target:<

It's okay, semoga yang part ini rame, ya:D Jangan lupa tinggalin vote sama coment.

Happy reading, darl!

☆☆☆☆

Gaji yang Lara dapatkan bulan ini diluar dugaannya, bahkan lebih dari sepuluh juta. Itu karna Alva yang hampir setiap hari menyewanya. Bahkan teman-temannya dibuat iri karna selama mereka bekerja tak pernah mendapat sebanyak itu. Lara ibarat bontot kesayangan ditempat kerja, karna ia paling kecil diantara yang lain.

"Lara, Alva sudah nungguin kamu dari tadi." ucap Kepin—sang atasan.

Lara mengangguk, "Oke, mas. Aku ke Alva dulu, ya."

Lara melangkahkan kaki memasuki lorong, seperti malam-malam sebelumnya ia memasuki kamar 104. Kamar yang sama dan orang yang sama.

"Lara," sapa Alva.

Lara berjalan mendekat setelah mengunci pintu, ia merebahkan tubuh lalu berujar menatap Alva. "Gimana hari ini, lancar?"

"Lancar kok." Alva beralih mengangkat tubuh Lara kemudian mengelus belakang punggung wanita itu.

Alva heran, bagaimana bisa tubuh Lara sangat wangi setelah bekerja berjam-jam. Terlebih wangi rambutnya tak pernah pudar, selalu menyengat dan menenangkan dihidung. Rasanya Alva sangat betah didekat wanita itu.

"Gimana sidangnya, lancar?" tanya Lara. Dua minggu lalu Alva membawa kabar gembira, yaitu skripsi yang ia susun akhirnya di acc. Lara yang mendengar itu tentu turut gembira.

Alva mengangguk, "Lancar," jawabnya, "Tinggal nunggu semhas."

Lara tersenyum kecil mengusap rambut Alva, "Habis lulus kamu mau apa?" tanya Lara.

"Habis lulus gua mau gapyear dulu, mungkin sekitar satu sampe dua tahunan." jawab Alva, "Abis itu mau lanjut S2, mau ngambil FK."

"Di universitas lain atau tetap di ITB?"

"Tetap di ITB." jawab Alva.

"Oh iya aku ada kabar gembira," seru Lara.

"Apatuh?" Alva bertanya seraya mengelus pipi mulus Lara.

"Aku belum kasih tau kamu yakan soal ini, jadi sekarang mau aku kasih tau." gumam Lara, "Gaji aku hampir nyentuh angka dua!" seru Lara kelewat senang, bahkan tak sadar ia memeluk Alva menggoyangkan pelukan ke kiri kanan heboh.

"Wah selamat!" seru Alva seraya memegangi kepala yang sedikit pusing.

Lara tersenyum manis, "Ini semua berkat kamu, terimakasih banyak, ya."

"Terimakasih kembali juga karna lo gak pernah nolak gua sewa," ujar Alva.

"Daripada aku di sewa orang asing, mending sama kamu lah." kekeh Lara, "Pembahasan kita tentang sewa-menyewa, kayak murah banget aku nya."

Alva sontak menggeleng, "Gak usah ngomong gitu, lo gak murah. Gua gak suka ah, udah jangan dibahas lagi."

Lara mengangkat kepalanya menatap manik tajam Alva, "Oh iya kamu kan yang bilang ke cowokku kalo kamu pacarku?" tanya Lara.

Alva meneguk ludah kasar, apa Lara akan mengatakan untuk berhenti melakukan ini? Apa hubungan keduanya sudah membaik? Itu yang berada dibenak Alva.

"Iya." cicit Alva, "Maaf ya udah lancang buka hp lo." sesalnya.

"Gak apa, toh aku juga udah lama putus, cuma dia emang ngejar-ngejar aku aja buat minta maaf." kekeh Lara.

"Kalian ada masalah apa?" tanya Alva.

"Kamu bakal ilfeel sama aku kalo ku kasih tau," kekeh Lara.

Alva menggeleng dengan tangan yang terus mengelus pucuk kepala Lara, "Ceritain semuanya. Termasuk tentang paha lo yang ada bekas selfharm."

Pupil mata Lara melebar, bagaimana Alva bisa tau perihal itu? "Kok kamu tau?"

"Rok lo pernah gak sengaja ke buka, jadi gua liat." ucap Alva jujur. "Gua rasa masalah lo berat banget, lo boleh cerita. Gua maksa."

"Kalo habis aku cerita kita asing, berati salah kamu, ya."

Alva lagi-lagi menggeleng, "Engga bakal asing, Lara."

"I'm not virgin." ucap Lara seraya menunduk.

Tangan Alva bergerak mengangkat dagu Lara, "Tatap mata gua kalo lagi ngomong."

Lara menghela nafas berat lalu mengangkat kepala, matanya bersitatap dengan mata tajam Alva. Jika dulu mata itu mengingatkannya pada Agas, namun sekarang tidak. Karna ia selalu mengingat, mereka dua orang yang beda. Pointnya ia tak ingin melihat Agas di orang lain.

"Coba ngomong sekali lagi, gak denger." titah Alva, sejujurnya ia mendengar jelas ucapan Lara. Hanya saja ingin memastikan.

"I'm not virgin, Al." ucap Lara, matanya tak lepas dari manik tajam Alva lalu kembali berujar, "Mantan ku yang maksa buat lakuin, gak cuma sekali." lirihnya pelan.

"Lanjutin, gua mau denger." Tangan Alva bergerak mengelus pundak Lara, wanita itu mulai memalingkan wajah, mungkin karna malu menceritakan masalalu nya yang jauh dari kata baik.

"Aku di drop out dari sekolah karna kena skandal. Agas—mantan ku nyebarin video vulgar ku. Saking tololnya dulu, aku sampe nurutin semua mau nya dia. Bahkan ngelakuin hal yang harusnya gak aku lakuin." Isak tangis Lara pecah, namun tetap berusaha menceritakannya, "Mama tau dan aku diusir. Kalo papa gak tau dimana, sejak SD orangtua ku udah pisah, mama gak pernah ngebolehin ketemu papa."

"Makanya lo kerja disini?" tanya Alva, "Karna lo gak ada tempat tinggal?"

"Aku awalnya tinggal di apartemen Agas, tapi gak tahan karna sifatnya yang semena-mena. Dia tempramen, kadang baik, kadang juga kasarin aku. Makanya aku milih buat kerja disini, karna disini juga disediain tempat tinggal."

"Gua gak nyangka masalah lo seberat ini, La." ucap Alva pelan.

"Aku juga pernah minta putus dan bunuh diri kalo dia sebarin video ku, tapi aku selamat dan video itu tetap kesebar." kekeh Lara mengusap air matanya.

"Sialan!" Urat tangan Alva tercetak jelas, tangannya mengepal, "Mantan lo babi!"

Lara tak menanggapi, ia mengangkat kepalanya agar tangis tak semakin pecah. Elusan pelan dipundaknya cukup menenangkan, itu yang membuat ia tegar menceritakan ini semua hingga habis.

"Masalah barcode di paha, itu karna aku gak mau disentuh lagi sama Agas. Aku sengaja rusak biar gak cantik lagi, tapi aku salah," Lara menjeda ucapannya, "Dia bahkan masih ngelakuin hal bejat ke aku."

Tak tahan, Alva segera mendekap tubuh Lara. Runtuh sudah ketangguhannya, akhirnya Lara tetap menangis tersedu-sedu dipelukan Alva.

"Gua bangga sama lo," ujar Alva disela-sela kecupan singkat yang ia layangkan di pipi Lara.

"Aku rusak, Al."

"Gua gak suka lo ngomong gitu, menurut gua lo tetap berharga." ucap Alva, "Mulai sekarang kalo lo tetap berhubungan sama Agas, gua yang bakal jadi orang paling depan buat ngejauhin kalian. Gua tau gua gak ada hak, tapi gua gak mau lo makin sakit."

"Terimakasih, Alva. Aku berhutang budi sama kamu."

Alva memejamkan matanya menikmati pelukan keduanya yang semakin erat, dada nya semakin sesak. Kenapa cinta sangat menyakitkan? Tapi ia berharap kisah mereka berjalan manis. Ia merapalkan doa didalam hati, berharap semoga Lara memang sudah melupakan mantan kekasihnya.

Sudah cukup penderitaan yang Lara terima. Izinkan Alva membahagiakan wanita tangguh itu. Tak bisa dipungkiri bahwa Alva mencintai Lara.

Palembang, 05 Agustus 2024.
-Salam manis, Liza

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang