02. Sebuah Awal Kisah

164 15 4
                                    

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Semua bisa menjadi mungkin jika Tuhan sudah berkehendak. Percaya dan yakin ketetapan Tuhan adalah yang terbaik."
.
.
.


Hari ini. Telah tiba waktunya untuk mengukir prestasi kembali bagi Rossa. Rossa turun dari kamarnya. Mengapa orang tua dan kakak kedua nya. Dengan wajah tersenyum bahagia. Rossa memakan sarapannya bersama keluarga nya.

Selesai sarapan Rossa pamit untuk pergi berangkat ke Bali. Rossa diantar papa dan mama nya ke bandara. Titik kumpul seluruh peserta terpilih yang akan mengikuti olimpiade matematika dan sains juga mengikuti pertandingan basket antar sekolah.

"Terimakasih ma pa, ocha pamit yah. Doain semoga ocha menang." Ujar Rossa penuh semangat. Papa Rossa mengelus kepala putrinya itu. "Menang ga menang ocha tetep putri terbaik papa. Papa pasti doain supaya ocha bisa memberikan yang terbaik." Ujar papa Rossa. Rossa tersenyum.

Mama Rossa memeluk Rossa erat. "Hati-hati ya sayang. Jaga diri kamu. Jangan lupa makan ya. Trus harus istirahat juga. Jangan terlalu difikirin. Insyaallah semua yang dikasih Allah itu yang terbaik buat kamu." Ujar mama Rossa. Mencium puncak kepala Rossa. Lalu melepaskan pelukannya.

"Siap mama. Yaudah ocha pamit." Ujar Rossa. Ia mencium tangan kedua orang tua nya dan melambaikan tangan nya. Lalu pergi bergabung dengan para teman temannya.

*****

Kini Rossa berada di pesawat. Ia duduk bersebelahan dengan Afgan. Rossa hanya bisa menghela nafasnya. "Patung berjalan lagi." Gumam Rossa. Afgan mendengar nya.

"Gw manusia bukan patung!." Tegas Afgan. Tanpa melihat Rossa. Membuat Rossa yang tersadar Afgan membalas omongannya ia menengok melihat Afgan. "Oh manusia." Balas Rossa dengan nada meledek.

"Lu gapapa kan karena berita satu bulan yang lalu?." Tanya Afgan tiba tiba. Yang sukses membuat Rossa terkejut. Afgan bertanya keadaannya? Seperti mimpi di siang bolong.

Rossa menengok menatap Afgan. Ia melihat Afgan dengan tatapan kebingungan. "Lu habis kepentok ya? Kok tiba tiba nanya keadaan gw? Atau lu dirasukin setan, tadi di bandara?." Tanya Rossa menatap Afgan tidak percaya.

"Gw serius. Gw udah minta anak anak supaya berita itu di stop dan ga menimbulkan omongan disana sini, apalagi sampai terdengar ke sekolah lain." Ujar Afgan. Kedua alis Rossa terangkat. Matanya membulat sempurna. Yang didengarnya bukan mimpi kan.

Ya ini nyata. Afgan yang dingin itu bisa seperti itu? Seperti bukan Afgan. Aneh. Rossa menganggap ini aneh. Entah sebuah keajaiban atau hanya sebuah halusinasi Rossa saja. Ia sama sekali tidak percaya akan apa yang Afgan katakan.

Afgan menghela nafasnya. "Kalau ditanya dijawab. Pertanyaan yang gw ajukan itu bukan pertanyaan retoris." Ujar Afgan. Rossa benar benar tidak mengerti dengan sikap Afgan yang seperti ini. Aneh. Ini sungguh Aneh. "Gw gapapa. Thanks." Jawab Rossa. Ia mengalihkan pandangannya dari Afgan ke buku di tangannya.

Afgan yang sedari tadi tidak menatap Rossa kini menengok melihat Rossa sekilas. Afgan menghela nafasnya. Tatapan Afgan kepada Rossa sulit untuk diartikan. Tidak lama Afgan mengalihkan pandangannya. Ia membuka buku novel dan membacanya.

Hingga saat mereka sampai. Afgan dan Rossa berdiri bersampingan di depan hotel. Mereka menyimak pembagian kamar hotel. Yang masing masing kamarnya diisi oleh 2 orang. Afgan yang satu kamar dengan Kelvin. Dan Rossa yang satu kamar dengan Olivia, siswi XI IPA 2 yang terkenal pendiam.

Mereka semua memasuki kamar hotel masing masing untuk membereskan barangnya. "Hai Olivia, aku manggilnya Olivia atau--"

"Oliv aja." Potong gadis tinggi bernama Olivia. Rossa tersenyum mengangguk. "Aku Rossa. Panggil ocha aja. Biar ga susah." Ujar Rossa. Menjulurkan tangannya. Olivia tersenyum kecil. Menjabat tangan Rossa. "Hai Cha. Salam kenal." Ujar Olivia. Rossa tersenyum. Mengacungkan ibu jari nya.

AGASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang