31. Khawatir

84 5 15
                                    

"aku ini pacar kamu bukan?"
-rossa-
.
.
.

Pagi ini Afgan sedang menikmati kehidupan di desa yang asri. Semua tentang masalahnya hilang sekejap. Afgan benar-benar menikmati desa ini.

Afgan berjalan keliling desa, menyapa semua warga desa dengan wajah ramah yang hanya ia tampakkan di depan orang orang desa ini.

Afgan mengantar cucu dari bi Yayah ke sekolah. Afgan menganggapnya sebagai adiknya sendiri.

"Siap pergi sekolah pak bos?" Tanya Afgan pada Tio. Tio mengangguk.

"Siap dong kak." Jawab Tio. Afgan tertawa.

"Yuk let's go to school boy!" Ujar Afgan. Ia menggandeng Tio lalu berjalan pergi menuju sekolah Tio yang tidak jauh dari rumahnya.

Di tempat lain..

Rossa dibuat cemas dan khawatir karena dari malam Afgan benar benar tidak bisa dihubungi. Sudah 20 lebih panggilan dari Rossa.

"Agan. Kamu kemana. Kamu ga papa kan. Angkat dong." Gumam Rossa yang sedari tadi masih berusaha menelfon Afgan.

Tapi sayang usahanya tidak membuahkan hasil. Panggilan nya tidak kunjung dijawab. bahkan berdering pun tidak.

"Kak Reno." Sebut Rossa. Ia langsung mencari kontak kak Reno dan menghubungi nya.

"Assalamualaikum kak." Buka Rossa.

"Waalaikumsalam. Ada apa ya cha?" Tanya kak Reno.

"Maaf kak, ocha ganggu, ocha cuman mau nanya, agan dirumah ga kak? Soalnya dari semalam ocha hubungin ga aktif kak, ocha khawatir." Ujar Rossa langsung pada intinya.

Diujung telfon Reno menghela nafas nya. "Agan ga dirumah Cha." Balas Reno. Sukses membuat Rossa panik dan sangat khawatir.

"Tapi kamu ga perlu khawatir. Agan baik baik aja kok. Dia ada di suatu tempat, yang bisa membuat dirinya tenang. Kamu ga perlu cemas. Dia cuman mau menenangkan diri. Makanya handphone nya ga dia aktifkan." Ujar Reno memberikan penjelasan.

"Berarti agan ga masuk hari ini ya kak?" Tanya Rossa.

"Iyah, kakak udah izin ke walasnya kok." Ujar Reno.

Rossa menghela nafasnya. Wajahnya kini sendu. Apa masalah yang Afgan hadapi begitu banyak dan cukup besar, sehingga membuat Afgan ingin menjauh dari teman temannya, dan termasuk Rossa sendiri.

"Oh gitu ya kak, baik kak, terimakasih banyak." Ujar Rossa.

"Iyah, sama sama. Oh iya kamu jangan mikir macem macem yah, agan menenangkan diri ga ada sangkut pautnya sama kamu. Jadi jangan berfikir kalau kamu penyebabnya. Engga, sama sekali engga. Berikan waktu Afgan sebentar untuk menyelesaikan masalahnya yah. Ocha harus ngertiin agan. Okeh?" Ujar Reno.

Rossa tersenyum kecil terpaksa. "Iya, kak, ocha paham. Sekali lagi terimakasih ya kak. Assalamualaikum." Ujar Rossa. Mengakhiri telfon.

"Waalaikumsalam." Balas Reno. Lalu Rossa menutup telfon nya.

Rossa hanya bisa berdoa semoga semua masalah Afgan bisa selesai. Dan Afgan tidak lagi banyak fikiran seperti saat ini.

Sejujurnya dia ingin sekali membantu Afgan. Menjadi orang yang jika Afgan membutuhkan, ia selalu ada, selalu memberi solusi, selalu menjadi pendengar yang baik. Tapi ternyata Rossa belum lah sepenting itu. Afgan benar benar masih menyimpan semuanya sendiri.

"Kenapa kamu ga mau berbagi sama aku gan.." gumam Rossa.

Ia melangkah pergi dari rumahnya. Rossa berangkat dengan pikiran yang masih tertuju pada Afgan.

AGASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang