15. Dia Berubah

86 13 6
                                    

2 hari berlalu sejak kejadian itu, Afgan terus berusaha meminta maaf, namun Rossa terus saja menghindar. Berbicara dengan Afgan saja tidak. Pesan dari Afgan pun tidak dibaca.

Disini Afgan. Di halaman belakang sekolah. Duduk sendirian termenung. Fikiran dan hatinya sedang tidak baik baik saja. Pandangan nya kosong. Dia sangat benci keadaan seperti ini. Keadaan dimana orang yang dia sayang menjauhinya, pergi, meninggalkannya sendirian.

"Afgan." Panggil seseorang. Afgan tidak menghiraukan nya. Orang itu Kelvin. Kelvin duduk di samping Afgan.

"Gw ga tau perasaan lu saat ini. Tapi gan, jangan kayak gini terus lah, jangan menghindar dari semuanya." Ujar Kelvin.

"Gw bukan orang baik vin, gw pendendam, dan benar kata ocha, kalau aja disaat itu pisau yang di tangan Helmy ga kena Andry, pasti gw jadi pembunuh, pasti gw yang bunuh Andry. Gw ga pantas punya teman." Ujar Afgan. Kelvin menatap Afgan. Menyentuh pundak Afgan.

"Jangan kayak gini lah. Kita juga ga ada yang benci sama Lu. Kita semua tau, walaupun lu saat itu yang bunuh Andry itu juga karena emosi lu, setiap orang bisa dikendalikan emosi gan, jadi yaudah. Lagipula semua juga udah berlalu. Udahlah. Balik lagi jadi Afgan yang kita kenal. Pak Ketua Ferocious." Ujar Kelvin. Afgan menghela nafasnya.

Mereka berdua diam sesaat. Tidak lama Kelvin pergi. Afgan menghela nafasnya. Ia bangun dan melangkah pergi.

Di lorong ia melihat Rossa yang sedang tertawa bersama teman-temannya. Bukan hanya grace, tari dan Olivia, tapi disana juga ada Dereen dan Shaka. Yang merupakan teman sekelas Rossa.

Afgan menatap pemandangan itu dari kejauhan. Terlihat sekali Rossa begitu bahagia. Dan Dereen? Untuk pertama kalinya Afgan melihat Dereen tertawa selepas itu. Aneh. Tapi Afgan tidak perduli.

Afgan teringat dengan perkataan sang kakak.

"Keputusan ada ditangan kamu, kalau kamu mau ikut kakak ke Australia, bilang sama kakak secepatnya, supaya kakak bisa urus semua surat kepindahan kamu." Ujar Reno malam itu.

"Australia?" Sebut Afgan. Apa mungkin jalan terbaik adalah pergi dan melupakan? Atau tetap disini dan berusaha memperbaiki kembali?

Afgan adalah Afgan, yang tidak akan memutuskan sesuatu secara cepat. Dia selalu mempertimbangkan segalanya, dengan kemungkinan terbesar dari keputusan yang akan ia buat.

Afgan melangkah pergi. Menuju kelasnya. Ia berharap semuanya akan kembali baik-baik saja. Jika tidak bisa bersama lagi dengan Rossa dia sangat berharap masih bisa membuat Rossa bahagia walaupun tidak setiap saat.

Saat jam pulang sekolah. Dereen datang menghampiri Afgan yang saat itu sedang bersama Kelvin dan yang lain.

"Gan." Panggil Dereen. Afgan yang merasa dipanggil menengok ke arah Dereen. Ia mengangkat kedua alisnya tanda bertanya "apa"

"Gw izin mau antar Rossa pulang, boleh?" Tanya Dereen.

Perkataan Dereen itu sontak membuat seluruh teman temannya terkejut. Seperti hal nya Afgan, Dereen belum pernah mengantar seorang perempuan. Dan saat ini kedua temannya itu sama sama untuk pertama kalinya mengantar perempuan yang sama. Rossa.

"Lo ga lagi bercanda kan?" Tanya Kelvin.

"Gw serius." Jawab Dereen.

"Lu ga perlu izin ke gw. Lu bebas mau antar jemput dia. Ga ada hak gw ngelarang lu ngelakuin itu." Ujar Afgan.

"Lu masih berhak gan. Lu masih berstatus pacarnya. Biar bagaimanapun lu ketua gw, dia masih ibu ketua gw, gw tetap harus izin ke lu." Ujar Dereen. Afgan menghela nafasnya.

"Dereen, jadi anterin gw pulang gaa?" Teriak Rossa dari jauh.

"Tunggu." Balas Dereen.

Afgan hanya diam. Ia menatap Rossa. Dua pasang mata itu kembali bertemu. Rossa memutuskan kontak mata itu.

AGASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang