17. Keputusan Yang Salah

96 10 6
                                    

Hari berikutnya. Saat jam pelajaran olahraga berlangsung di kelas Afgan. Pembelajaran sudah selesai, waktu bebas untuk melakukan apa saja saat ini. Dan seperti biasanya Afgan dan temen temannya yang merupakan atlet basket pasti akan menghabiskan waktu bermain basket.

"Awaaass." Teriak Bryan kencang saat melihat bola basket yang melayang ke arah perempuan mungil. Teriakan nya itu membuat semua mata kini tertuju pada Bryan begitupun dengan perempuan itu yang saat ini membulat kan matanya.

"Ochaa!" Kaget Afgan. Afgan berlari cepat ke arah Rossa dan memeluk Rossa menghindari bola basket itu.

Kedua pasang mata itu bertemu, saling menatap, tatapan penuh kerinduan tersirat di kedua pasang mata itu. Rossa mendorong tubuh Afgan. Membuat Afgan melepaskan pelukannya.

Afgan menatap Rossa dengan penuh harap Rossa bisa memaafkan nya. Ia sangat berharap itu. Agar ia bisa merubah keputusannya untuk pergi menjauh.

"Makasih." Ujar Rossa tanpa melihat Afgan. Afgan menghela nafasnya. Bukan itu nada bicara yang Afgan mau. Dan bukan dengan cara memalingkan wajah tanda terimakasih yang Afgan mau.

Ia ingin di peluk dan ucapkan terimakasih dengan lembut dan manis. Yang saat ini nada bicara seperti itu yang Afgan rindukan.

Ia memejamkan mata nya sebentar lalu membuka nya dan membuang nafasnya. Afgan berjalan hendak kembali ke lapangan.

"Kalau jalan cari tempat yang aman, udah tau ada yang main basket, lewat pinggir lapangan. Kalau tadi kena bola, nyusahin orang jadinya." Ujar Afgan dengan nada dingin saat ini.

Cara berbicara Afgan kembali ke Afgan yang dulu. Membuat Rossa menatap Afgan tidak percaya. Yang dihadapan nya saat ini bukanlah agan nya, melainkan seorang Afgan Gevanio Bagasditya, laki-laki dengan sifat dingin. Afgan melangkah pergi.

Ada sesak di hati Rossa. Kembali nya Afgan ke sifatnya yang dulu membuatnya merasa takut, entah apa alasannya, dan mengapa ia menjadi sangat sedih.

Rossa berbalik dan melangkah pergi. Ia kembali ke kelasnya. Ia bingung apa yang lebih baik ia lakukan. Terus kecewa dengan Afgan dan menjauh dari Afgan seperti ini atau justru ia harus memaafkan Afgan dan membuat hubungannya dengan Afgan kembali seperti dulu.

Jika keputusan nya salah, maka pasti, ia tahu akan ada sesuatu yang akan ia sesali nanti.

Di lapangan Afgan kembali dengan permainan basket nya. Ia sekarang tahu harus apa. Tidak ada salahnya kan jika ia kembali menjadi Afgan yang dulu, sebelum Rossa masuk ke kehidupan nya, Afgan yang dingin, kaku, cuek dan datar.

Kelvin yang daritadi memperhatikan Afgan dan Rossa, ia tahu ada yang berubah dari Afgan, selama Afgan dan Rossa sedikit renggang Afgan tidak pernah berbicara dengan wajah datar seperti tadi. Dan tidak menghadap Rossa. Justru Afgan membelakangi Rossa.

Sifat dan gaya Afgan saat ini sama dengan sifat dan gaya Afgan sebelum bersama dengan Rossa. Wajah datar itu kembali terlihat pada Afgan.

Kelvin menghela nafasnya dan melanjutkan permainan nya. Ia berharap semua bisa kembali membaik. Ia sangat berharap itu.

Saat jam istirahat. Afgan dan teman-teman nya sedang asik berbincang di kantin. Tidak Afgan tidak banyak mengeluarkan kata. Hanya teman-teman nya saja yang berbicara banyak.

Hingga Dereen dan Shaka datang menjabat tangan teman-teman nya termasuk Afgan. Namun Afgan tidak menjabat tangan keduanya hanya menengok sedikit dan melirik tangan Dereen dan Shaka sesaat dan kembali ke posisinya.

Dereen dan Shaka hanya menghela nafasnya. Mereka duduk di tempat yang kosong.

Kelvin pun ikut menghela nafasnya. Benar dugaannya Afgan yang ia kenal dulu kembali lagi dengan sifat dingin dan cuek nya.

AGASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang