30. Tentang Yang Tidak Diketahui

80 5 0
                                    

"tidak semua tentang seseorang kita tahu. Karena perasaan orang di depan dan di belakang orang yang di sayang itu berbeda. Apalagi orang tersebut merupakan bagian dari orang yang menyakiti kesayangan nya."
.
.
.

Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan bagi Afgan. Fikirannya, fisiknya, bahkan hatinya.

Saran dari teman temannya belum mampu untuk membuat Afgan bisa memutuskan. Keputusan yang dibilang sangat sulit bagi Afgan.

Kini Afgan berada di motornya. Ia mengendarai motornya di jalanan yang terbilang sangat sepi. Jalanan yang terlihat basa dan menggenang menandakan bahwa daerah itu telah di guyur hujan yang cukup deras.

Angin sejuk berhembus menusuk ke tubuh Afgan. Langit yang terlihat masih ditutupi awan gelap dan suara geluduk kecil terdengar, menandakan bahwa hujan mungkin akan kembali turun.

Afgan benar benar entah akan menuju kemana arahnya. Afgan mengendarai motornya dengan pikiran yang berkecamuk. Afgan bingung. Afgan dilema. Afgan hanya ingin yang terbaik. Tapi apa?

Dua jam Afgan mengendarai motor nya. Hingga ia menghentikan motornya. Mematikan mesin motornya dan membuka helmnya. Afgan berjalan menuntun motornya.

Di sepanjang perjalanan Afgan di berikan senyum ramah khas penduduk desa tersebut. Afgan pun membalas.

Disinilah Afgan menjadi Afgan yang tidak diketahui orang lain. Afgan yang ramah, Afgan yang murah senyum, dan Afgan yang ceria.

Salah satu desa di daerah jawa barat. Desa dengan pemandangan yang indah dan suasana lingkungan yang masih asri.

Terdengar tetesan air dari daun daun di setiap pohon. Menandakan di desa ini pun sebelumnya telah terjadi hujan. Tapi keadaan saat ini terlihat sudah cerah.

Afgan benar benar menuntun motornya sambil menyapa para penduduk yang melihatnya.

Hingga Afgan memarkirkan motornya di depan sebuah rumah. Rumah sederhana yang terbuat dari kayu jati.

Afgan turun dan mengetuk pintu rumah itu.

"Assalamualaikum." Salam Afgan dari luar rumah. Terlihat wanita paruh baya keluar membukakan pintu.

"Waalaikumsalam, ya allah gusti, den agan?" Ujar wanita paruh baya itu yang terkejut dengan keberadaan Afgan.

Afgan tersenyum. Ia mencium tangan wanita itu. "iya bi, ini aku Afgan. Bibi apa kabar?" Tanya Afgan sangat ramah.

Wanita paruh baya itu menangis dan tersenyum. Memeluk Afgan dengan erat. Afgan juga membalas nya tidak kalah erat.

"Bibi kangen banget sama aden." Ujar wanita itu.

"Agan juga kangen sama bibi." Balas Afgan. Wanita yang dipanggil bibi itu melepaskan pelukannya.

"Den Afgan gimana kabarnya?" Tanya bibi.

"Alhamdulillah baik bi. Bibi juga baik kan?" Ujar Afgan.

Bibi mengangguk. "Alhamdulillah den, bibi baik kabarnya. Hayu atuh den masuk." Ujar bibi. Afgan mengangguk.

Mereka masuk ke dalam rumah. Memulai perbincangan seputar Afgan dan kakak nya Reno. Juga perbincangan yang ingin Afgan bahas. Tentang keputusan itu. Antara cinta dan luka.

"Semua keputusan harus aden yang ambil. Ga boleh orang lain yang ambil den. Biar bagaimanapun yang tahu hati aden kan cuman aden sendiri. Bibi cuman mau bilang, aden harus tau, bahwa dendam tidak akan pernah membawa kita kepada kebahagiaan. Aden sayang sama non ocha. Ya aden harus perjuangin non ocha. Jangan hanya karena aden benci sama kakak non ocha, aden juga harus mematahkan hati non ocha nya. Lebih baik memaafkan dan melupakan den." Ujar bibi.

AGASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang