19 : Maksudnya?

91 17 0
                                    

Zuhra bernafas lega tatkala ia telah menyelesaikan hafalannya. Kini ia akan pergi ke ruangan Kyai Izkandar, tadi Ara datang dan menyuruhnya untuk ke ruangan Kyai Izkandar, ada sesuatu yang ingin dibicarakan.

"Apa gua bakal di keluarin? Ya Allah lindungilah hamba yang imut ini" doanya dalam hati

Di temani Ara, Zuhra pun bergegas pergi. Di perjalanan dia tak henti-hentinya mengoceh, padahal Ara sudah lelah mendengarnya.

"Kalau gua di keluarin gimana Ra? Terus kalau gua dapet hukuman tambahan gimana Ra? Aduh.. bisa malu! Muka gua taruh dimana coba?!" Ocehnya sedari tadi

Tak seperti biasanya, kali ini Zuhra tampak sangat gugup, bahkan keringat dingin saja keluar dari tubuhnya.

"Alah, biasanya juga malu-maluin!" Sarkas Ara membuat Zuhra berdecak sebal

"Jujur itu baik, tapi kalau terlalu jujur itu tidak baik bagi kesehatan ginjal, usus, anus, pikiran, dan hati" ucap Zuhra kesal, sedangkan Ara hanya tertawa mendengar ocehan sahabatnya itu.

"Udah sampe" dua kata dari Ara berhasil membuat Zuhra semakin gugup.

"Ini gua masuk sendiri? Yakin lu? Gak mau masuk temenin gua gitu?!" Tanya Zuhra panik

"Gak, gua nguping aja" balas Ara sambil tersenyum bangga

"Perlu di ruqyah!" Ucap Zuhra mengikuti gaya bicara Ara

"Idih plagiat!" Kesal Ara

**

Disinilah Zuhra sekarang, di ruangan yang membuat jantungnya berdetak tak karuan. Di dalam ruangan yang bernuansa putih, dengan aroma khas yang membuat semua orang nyaman.

Pasangan paruh baya yang kini menatapnya ramah, membuatnya semakin gugup.

"Jadi bagaimana Zuhra, sudah betah?" Tanya Ustadzah Khaizuran memulai percakapan.

"Alhamdulillah ustadzah" hanya dua kata itu yang bisa Zuhra ucapkan

"Masya Allah, semoga betah sampai lulus ya.." ucap Kyai Izkandar dengan senyuman yang tak luntur

"Baik Zuhra, saya cuman mau kasih amanah yang telah ayah kamu titipkan kepada saya" sambung Kyai Izkandar membuat Zuhra semakin gugup

"Amanah? Jangan-jangan surat ancaman lagi?!" Gumam Zuhra mengada-ngada

Kyai Izkandar lalu bangkit dari kursi kebanggaannya, beliau menuju sebuah loker yang tersedia disana. Tak lama, beliau kembali duduk dan langsung menyerahkan dua buah amplop untuk Zuhra.

"Money?! Wah rezeki anak Pak Rayhan ini mah!" Seru Zuhra antusias

Kyai Izkandar lalu menyerahkan amplop tersebut kepada Zuhra, dengan gugup ia mengambilnya.

"Ini dari orang tua kamu" ucap Kyai Izkandar membuat Zuhra mengangguk takzim.

Setelah mengucapkan terima kasih, Zuhra pun pamit. Zuhra membuka pintu ruangan, cahaya matahari yang menyilaukan mengganggu penglihatannya.

"Ara, yuk balik!" Ajak Zuhra, namun tidak ada balasan dari sahabatnya itu.

Zuhra rasa, Ara tak ada disana. Zuhra pun mencari keberadaan sahabatnya itu, tapi nihil tak ada!

"Perlu bantuan?" Ucap seseorang membuat Zuhra berbalik badan.

"Suaranya... kayak pernah denger" gumam Zuhra dalam hati

Cahaya mentari yang begitu menyilaukan menerpa wajah keduanya, membuat mereka tak bisa melihat satu sama lain.

Entah mengapa detak jantung Zuhra berdetak tak karuan, padahal ia tak tau siapa orang itu. Lama mereka terdiam, hingga akhirnya..

Untuk Alana HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang