43: Satu, dua, tiga, bertemu!

60 9 7
                                    

Kali pertama Zuhra mengunjungi tempat istimewa ini, ia langsung dibuat takjub dengan semua yang tempat ini miliki. Indah, cantik, mungkin tak seberapa dengan tempat yang memiliki arti luar biasa ini.

Kedua telapak tangan Zuhra memegang lembut kain hitam dihadapannya, sambil menutup mata ia berdoa. Berharap doanya dikabulkan oleh sang Kuasa, dan berharap agar ibadahnya diterima.

Setelah mengutarakan keinginannya, Zuhra membuka mata. Ia menghembuskan nafas dengan senyuman yang masih berseri diwajahnya. Zuhra beranjak berlalu, namun saat menoleh ke kanan ia tersentak. Netranya menatap seorang lelaki yang kini juga tengah menatapnya.

Kring!

Kedua mata yang tadi tertutup kini kembali terbuka, nafas yang sempat tersenggal kini kembali normal. Dengan helaan nafas berat, Zuhra mematikan alarm yang menunjukan pukul 02.00 WIB itu. Biasanya, ia akan langsung menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu lantas beranjak untuk melaksanakan shalat tahajud. Tapi sudah tiga hari ini, ia memilih untuk mendudukan dirinya diatas kasur untuk merenung tentang mimpi yang berlarut itu lantas beranjak menuju kamar mandi. Ya.. berlarut. Sudah tiga hari Zuhra bermimpi seperti itu. Ia pergi melaksanakan ibadah haji, lantas menyentuh ka'bah, menoleh ke kanan dan mendapati laki-laki yang juga tengah menatapnya.

Ia tak tau apa arti mimpi itu, bahkan tak tau siapa lelaki itu. Zuhra pikir itu hanya bunga tidur atau apalah itu! Zuhra tak ingin lebih dalam untuk memikirkannya, ia hanya takut akan konsekuensinya.

Kedua tangan yang sempat memegang alarm berwarna putih itu, kini mengelus kedua tangan. Udara malam ini entah mengapa membuat Zuhra kedinginan, ia jadi takut sendiri. Entah terlalu takut atau apa, yang pasti Zuhra seakan lupa bahwa ini bulan puasa. Mana ada sosok makhluk astral seperti itu. Walau, esok akan lebaran.

Mengingat hari, moodnya menjadi semakin buruk. Apa ia harus membaca pesan yang Kanaya kirim? Tapi, melihat pesan yang terakhir di ketik saja membuatnya tak berselera untuk baca.

Semalam, Kanaya memberi tahu Zuhra bahwa ia akan menikah esok. Ya, menikah. Entah dengan siapa dan dimana, Zuhra hanya membaca pesan terakhir yang ia lihat di lockscreen ponselnya. Tak berniat untuk membuka chat Kanaya, yang jelas kabar itu membuat Zuhra gundah gulana di buatnya. Apa susahnya membaca? Mungkin, Zuhra tak ingin rasa sakit itu datang dengan cepat. Padahal, selama ini ia berdoa pada Sang Kuasa agar diberi jawabannya.

Zuhra menghela nafas berat, lebih baik ia melaksanakan shalat.

Setelah melaksanakan kebiasannya selama hampir delapan tahun itu, tak lupa ia berdoa tentang keinginanya yang selama tujuh tahun itu selalu ia panjatkan. Ya.. tujuh tahun. Tak terasa, bukan?

"Apa gua harus baca, ya?" Tanyanya pada diri sendiri

Terdiam sambil menatap ponselnya lama, entah energi darimana yang membuatnya membuka pesan dari Kanaya.

**

"Qabiltu nikaha wa tajwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi wallahu taufiq" satu tarikan nafas, lelaki dengan surban yang melilit dikepalanya itu telah mengucapkan kalimat yang membuat langit disana bergetar dengan hebat.

Sah! Iya, sah! Mereka yang berada di dalam gedung Ar-Rahman menjadi saksi atas pernikahan Kanaya dan seorang pria yang ia cintai. Salman Al-Farizki. Salah satu sahabat karib Xavier, tapi sedari tadi Zuhra tak nampak batang hidung lelaki itu. Tunggu, apa Zuhra berharap untuk bertemu dengan lelaki itu?

"Selamat, ya!" Tutur Zuhra, Ara, dan Kara pada Kanaya. Kedua mata Kanaya menyipit, tanda ia tersenyum dibalik balutan cadarnya.

"Masya Allah, jazakillah udah mau datang!" Balas Kanaya dengan senyum mengembangnya.

Untuk Alana HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang