Ceklek!
Zuhra membuka jendela kamar, ia langsung disuguhkan pemandangan sawah, gunung yang menjulang tinggi, dan para sapi yang sedang berjalan atau mencari makan disana.
Udara disini sangat asri, hujan semalam menambah kesan yang berbeda. Ia sangat rindu suasana ini, semua yang ada disini membuatnya tak ingin kembali ke Kompleks Cakrawala.
"Bodoh! Tutup!" Kekesalan seseorang mengintrupsinya, Zuhra lantas berbalik badan dan menoleh.
"Ih kenapa sih? Udaranya enak loh Alen, masih pagi juga! Biar udara masuk" tutur Zuhra pada sambil menatap kesal gadis itu.
"Kertasnya nanti berantakan!" Balas Alen sambil menaruh segelas teh hangat untuk Zuhra
"Makasih Ale!!" Ucap Zuhra sambil menutup jendela kamar
"Sebentar, gua mau ambil bolu dibawah" Alen meninggalkan Zuhra sendiri, seakan menjadi tradisi bahwa bolu tak boleh dilewatkan untuk menyambut kedatangannya.
Sembari menunggu Alen, Zuhra melihat keadaan kamar yang tak pernah berubah itu. Buku yang berjajar sedikit berantakan, meja belajar yang terdapat banyak kertas, dan sertifikat maupun foto yang dipajang. Semuanya benar-benar tidak berubah, sedikitpun.
"Cuman ada ini aja" Alen datang sambil menaruh bolu kukus buatannya
"Thanks" tutur Zuhra tanpa menoleh, ia masih asik melihat foto yang ada disana.
"Itu dua tahun yang lalu, pas gua SMA kalau lu lupa" Alen membuka suara saat melihat Zuhra menatap foto dirinya dengan baju taekwondo kebanggaannya.
"Mana mungkin gua lupa! Sebelum tanding lu kan sempat pengen mundur" Zuhra terkekeh saat mengingat itu, sedangkan Alen yang mendengar itu mendelik tak suka.
"Banyak banget puisinya, ini iramanya gimana Ale?" Tanya Zuhra sambil melihat kertas yang berada di atas meja belajar, Alen yang berada disana melihat kertas yang Zuhra pegang.
"Belum jadi itu, pas pengen buat eh dapet idenya puisi bukan lagu" tutur Alen tanpa menoleh, ia masih asik menulis.
"Ouh gitu, gua baca puisi lu yang ini ya.." Zuhra meminta izin, dan Alen mengangguki.
Memeluk Air
Lama tak bersua, apalagi menyapa.
Bagaimana kabarmu nona muda? Apa kau masih mengharapkannya?
Atau justru sekarang, beranjak ingin memilikinya seutuhnya?Lucu, tak usah kau jawab dengan bibir yang biasa berdusta itu.
Merah muda di pipimu telah menjawabnya, seperti berlian di peti kemas yang disimpan beratus abad.
Kau, masih mencintainya nona.Apa kali ini, kau akan berkata kepada seluruh dunia bahwa; "jika Bumi Pansundan diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum, lantas engkau tuan.. diciptakan saat Tuhan sedang tertawa bahagia."
Ah romantis sekali bukan? Dan Zuhra dibuat malu oleh puisi itu, ia seperti bercermin.
"Sesudah lagu lu yang judulnya "Isi Hati" dan "Bukan Kamu", gua suka puisi ini." Zuhra mengambil gitar yang berada tak jauh dari meja belajar, ia mulai memainkan lagu yang ia suka.
Namun belum sempat ia memetik gitar, intruksi Alen memberhentikan keinginannya bernyanyi.
"Diem! Bisa ilang nih ide gua!" Alen menggerutu, sedangkan Zuhra terkekeh mendengar itu.
Alen. Dadis dengan bibir agak tebal, kulit kuning langsat, lesung pipi disebelah kiri, gigi gingsul disebelah kiri, dua gigi kelinci yang ia miliki, senyum lebarnya, hidung peseknya, dan keinginanya untuk bisa kuliah di luar negeri, atau kehaluannya untuk dapat menikah dengan bias maupun tokoh anime yang ia tonton. Semuanya yang Alen miliki, merupakan keunikan tersendiri bagi Zuhra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Alana HIATUS
TeenfikceNew version :) ** Terlepas dari kecelakaan maut dua tahun silam, pasukan In the Sky masih hidup dengan bayang-bayang pertanyaan siapa pelakunya? Kasusnya memang sudah ditutup, tapi meninggalkan berbagai penyesalan yang tak pernah usai. Zuhra, gadis...