"Gue suka sama lo, Wonyoung."Tin! Tin!
Wonyoung dan Yujin sama-sama terperanjat dengan bunyi klakson yang mengagetkan. Apalagi Wonyoung, Yujin bisa melihat gadis itu sedikit melompat saking kagetnya.
"Astaga...kaget. Tadi lo ngomong apa kak?" Gadis itu menatap Yujin dengan tanda tanya, membuat si pemilik nama mengeluh kecil.
"Duh, sialan. Pake ada klakson segala lagi..." Yujin menggumam pelan, sangat pelan. Matanya kembali melirik Wonyoung yang masih kebingungan.
"Hm...gak, gak ada. Nanti aja, Won." Yujin tersenyum kikuk, lalu mengambil kedua tongkat kruknya. Dibantu Wonyoung, mereka berjalan menuju taksi. Kaki Yujin sedikit membentur pintu ketika masuk, membuatnya mengaduh kecil. Wonyoung yang membantunya refleks mengelus kaki kanannya.
"Duh, sorry kak..." Wonyoung menoleh pelan ke arah Yujin. Ada sebuah desiran aneh yang Yujin rasakan ketika mata mereka kembali bertemu. Masih dengan Wonyoung yang menatapnya, dengan posisi mereka yang cukup dekat.
Aneh, sangat aneh. Jantungnya kembali berdebar.
"Enak?" Tanya Yujin, melirik Wonyoung yang tengah memakan bolu stroberi yang ia bawa tadi. Wonyoung yang ditanya lalu menoleh, mengangguk malu-malu.
"Enak." Jawabnya, dengan seulas senyuman. Situasi mereka kini setelah obrolan singkat di rumah sakit tadi cukup nyaman. Setidaknya bagi Wonyoung. Ya, meskipun ia masih merasa sedikit canggung dengan Yujin, tapi setidaknya mereka mulai mengobrol lagi. Tapi tidak untuk Yujin, yang perkataannya dipotong oleh klakson mobil tadi.
Ada yang mengganjal di hatinya sekarang. Padahal tadi, timingnya sudah sangat pas. Tak mungkin ia ucapkan lagi sekarang, melihat mama Wonyoung yang sedang menelepon seseorang tak jauh dari mereka.
"Yujin." Beberapa detik setelahnya, ia melihat mama Wonyoug yang menghampirinya.
"Iya, ma?"
"Tadi mama udah telfon bunda kamu, katanya mau dijemput? Apa mau nginep aja?"
Yujin menggeleng pelan. "Gak usah ma. Tadi aku udah telfon temen, minta jemput sekalian bawain motornya." Jawabnya, sembari tersenyum tak enak.
"Oh gitu? Gak mau nginep aja?" Yujin melihat Wonyoung yang juga kini menatapnya. Duh, gimana ya. Sebenarnya Yujin pengen banget, tapi suasana hatinya lagi gak bagus deket sama Wonyoung. Makin canggung yang ada kalo mereka tidur sekasur.
"Gak usah ma. Aku juga gak enak, tadi sebenernya udah ada janji mau main sama mereka, tapi batal." Yujin menggeleng sekali lagi, lalu melihat mama Wonyoung hanya tersenyum.
"Oh, ya udah deh. Mama ke atas dulu ya, kakak, kamu temenin dulu Yujinnya ya. Yujin, cepet sembuh ya! Bilang makasih buat bolunya sama bunda." Pamit mama Wonyoung, lalu berjalan ke atas.
"Siap, ma!" Balas Yujin, yang sedikit tak bertenaga. Matanya lalu melirik Wonyoung yang masih memakan bolunya, sembari memainkan ponselnya. Yujin tersenyum, gemas sendiri melihat cara makan gadis itu yang lucu.
Astaga, apa itu? Yujin sepertinya tak pernah berpikir seperti itu sebelumnya? Begitu ia melihat Wonyoung menoleh ke arahnya, Yujin buru-buru menghapus senyumnya, lalu memejamkan mata.
"Tidur nih, ceritanya?" Goda Wonyoung, tersenyum simpul.
"Capek." Jawab Yujin singkat.
"Lo dijemput sama siapa kak? Sama kak Hyewon?" Tanya Wonyoung lagi.
"Nggak, sama Chaewon. Kebetulan anaknya lagi deket ke sini."
"Oh, kirain sama kak Hyewon. Soalnya dia nge-chat gue, nanyain lo." Yujin membuka matanya, menatap Wonyoung seketika.
"Hyewon? Ngapain dia nge-chat lo?" Wonyoung mendengar Yujin yang bertanya, agak serius.
"Maksudnya? Ya nanyain lo, lagi bareng sama gue apa nggak."
"Ya gak perlu nge-chat lo juga kali." Yujin menjawab pelan, masih bisa terdengar oleh Wonyoung.
Apa sih, Ahn Yujin? Kenapa nadanya gak enak gitu?
Yujin mengutuk dirinya sendiri yang refleks berucap seperti itu. Duh, goblok. Dia terdengar seperti cemburu hanya karena hal sepele. Hal sepele. Ya, mungkin memang cemburu.
"Hah?" Wonyoung bertanya, melihat Yujin yang menggeleng pelan.
"Nggak, gak apa-apa."
Aneh. Tingkah Yujin kok jadi aneh gini?
"Oh iya, soal tadi...lo mau ngomong apa kak? Maaf, tadi gak kedengeran gara-gara klakson."
"Oh...itu. Maksud gue..."
"Iya...?"
"Can we go back, like before? Gue gak mau...lo jauhin gue." Sebenarnya bukan itu, bukan itu yang ingin Yujin katakan. Lalu ia melihat Wonyoung tersenyum setelahnya.
"We can...tapi kasih waktu buat gue ngelupain lo, ya? Gue kan udah bilang, lupain aja soal perasaan gue kemaren, gue gak mau kehilangan lo, kak. Gue bakal coba hilangin perasaan gue, kok."
Tidak, sama sekali bukan itu jawaban yang Yujin harapkan.
"No, Wonyo---"
"Kak, gue gak apa-apa. Don't think about me. Jujur aja, gue lega setelah ngungkapin semua itu ke lo." Wonyoung tersenyum tulus, walaupun sebenarnya hatinya merasa sakit mengatakan itu. Memang melegakan, karena Yujin akhirnya bisa tahu seluruh hatinya, tetapi menyakitkan---karena ia tahu Yujin tak akan pernah membalasnya, membalas cintanya.
"Wonyoung."
"Misi!" Lagi, lagi dan lagi. Selalu ada saja penganggu. Yujin mendelik malas, begitu melihat Wonyoung yang membukakan pintu depan rumahnya, menampilkan Chaewon yang sudah berdiri di luar.
"Halo, Won." Sapa Chaewon, tersenyum kecil. Wonyoung lalu mempersilahkan Chaewon masuk ke dalam, melihat Yujin yang sedang duduk di ruang tamu.
"Lo ngapain dateng sih?" Kurang ajar. Satu kata yang ada dalam pikiran Chaewon begitu mendengar respon pertama Yujin melihatnya.
"Lah anjing? Kan lo yang minta jemput goblok! Demi elo Jin, gue rela ninggalin Sakura pas kita lagi date!" Chaewon langsung meledak, membuat Yujin terkekeh pelan.
"Iya elah, bercanda Chae. Thank you banget dah, emang terbaik lo." Wonyoung hanya tersenyum kecil melihat perdebatan kecil mereka. Tapi Yujin masih sedikit tak tenang. Ia tak tahu kapan harus confess. Ia harus gerak cepat, sebelum Wonyoung benar-benar menghilangkan perasaannya.
"Duh, Jin. Emang dasar deh lo. Ngapain sih ampe kaki patah gini?" Chaewon dengan isengnya menepuk pelan kaki kanan Yujin yang dibalut gips, membuat si empu sontak menjerit.
"Aduh, goblok! Kok malah dipegang?" Yujin ngegas, menabok punggung Chaewon.
"Et dah! Bercanda. Mana kunci motor lo sini?" Pinta Chaewon, lalu melihat Yujin merogoh sakunya. Ia lalu memberikan kuncinya kepada Chaewon. Yujin meraih tongkat kruknya, lalu berjalan perlahan keluar bersama Chaewon, diikuti Wonyoung di belakangnya.
Chaewon menyalakan motor terlebih dahulu, sementara Yujin berpamitan dengan Wonyoung.
"Makasih ya, Nyong. Sorry ngerepotin lo sama mama." Yujin tersenyum, menunjukkan kedua lesung pipinya. Meskipun di luar agak gelap, Wonyoung masih bisa melihat jelas lesung pipi manis itu.
"Iya kak, santai aja kali. Makasih juga, udah bela-belain nganter bolu kesini pas hujan, buat keberapa kalinya." Kini Wonyoung yang tersenyum cerah, membuat sedikit debaran di hati Yujin.
Tangan Yujin kembali meraih puncuk kepala Wonyoung, mengelusnya pelan setelah sekian lama, seperti biasanya. Asal kalian tahu, bagaimana kencangnya jantung Wonyoung berdegup saat itu.
"Haha, oke. Bye, Wony..." Yujin tersenyum lagi, diakhiri senyum jahilnya. Wonyoung lalu melihat Yujin yang sedikit susah payah menaiki motor, dibantu dengan Chaewon.
Wonyoung tersenyum lagi, sembari melambai kecil ke arah Yujin yang kini sudah melaju bersama Chaewon setelahnya. Ia menghela napas kecil.
Gimana bisa move on, kalo gini coba?
KAMU SEDANG MEMBACA
you belong with me ; annyeongz
RomanceBagi Wonyoung, Ahn Yujin adalah segalanya. Kakak kelas, sekaligus sahabatnya itu mempunyai tempat tersendiri di hatinya. Dari mereka SD, sampai sekarang SMA, Yujin tak pernah lepas dari bayangnya. Begitu pula dengan Yujin. Baginya, Wonyoung adalah a...