"Enak?"Yujin bertanya, lengkap dengan senyuman lesung pipinya itu. Senyum yang akhir-akhir ini selalu ditujukan kepada Wonyoung. Gadis yang lebih muda itu mengangguk bersemangat, lalu kembali menggigit waffle yang masih hangat itu.
"Aku gak nyangka, kamu masih mau beliin ini padahal aku cuma asal ngomong loh." Ujar Wonyoung, menatap ke arah satu box waffle yang sudah dipesan Yujin tadi. Tepat pada pukul setengah sepuluh malam. Bahkan bundanya pun sudah tertidur saat tadi pesanannya sampai.
"Asal ngomong, tapi ngedumel mulu pengen makan waffle dari tadi..." Yujin tersenyum simpul, masih memerhatikan gadisnya makan. Wonyoung terkekeh kecil mendengarnya.
"I know, but...aku kan selalu gitu orangnya. Cuma, gak nyangka aja ternyata dibeliin. Padahal dulu kamu dengerin aja gak pernah." Yujin tertawa kecil, menggeser duduknya lebih dekat ke arah Wonyoung. Ia sedikit memajukan wajahnya.
"Dulu beda, kan aku belum bucinin kamu." Perkataan Yujin terdengar menggemaskan ditelinga Wonyoung. Apalagi mengingat waktu 5 tahun mereka bersahabat. Ajaib bagaimana sikap Yujin ketika menjadi pacarnya begitu manis.
"Oh, jadi sekarang bucinin aku nih? Dari 5 tahun yang lalu kemana aja say?" Ledek Wonyoung. Pacarnya itu lalu mengunyel kedua pipinya.
"Emangnya gak boleh bucinin pacar sendiri? Iya gak, pacarku?"
"Kak, geli!"
"Maaf ya dek, kalo geli..." Yujin semakin meledek, mengacak rambut Wonyoung keras. "Sayang, ih!" Akhirnya Wonyoung menghentikan tangan Yujin, menurunkannya. Mereka tertawa bersama. Yujin masih menatap Wonyoung lekat, mengundang tatapan tanya dari pacarnya.
"Kenapa sih, ngeliatin gitu?"
"Gak apa-apa, lucu aja..." Yujin meletakkan kepalanya pada tangannya, masih menatap gadis itu dengan senyuman manisnya. Ia terus memerhatikan Wonyoung, sampai gadis itu selesai mengunyah.
"Apa sih? Kenapa gitu banget ngeliatinnya?" Wonyoung bertanya, masih dengan nada penasarannya. Yujin terkekeh kecil. Gadis itu lalu duduk dengan tegak, menatap lurus ke arah Wonyoung.
"Aku baru sadar, ternyata aku sesuka itu sama kamu. Kenapa gak dari dulu, ya?" Wonyoung merasa malu mendengarnya, lalu memutar kedua bola matanya dengaan cepat, berusaha menutupi senangnya.
"Makanya...gak usah denial plus tsundere segala." Yujin terenyum lagi, menunjukkan eye smile-nya. Senyumannya kali ini tulus. Tak pernah ia sangka dalam hidupnya, ia akan mengatakan hal-hal seperti ini dala hidupnya, terutama kepada Jang Wonyoung, gadis terakhir dalam pikirannya.
Dulu ia pikir, sedekat apapun mereka, Wonyoung itu out of league-nya. Mereka cocok menjadi sahabat, namun Wonyoung terlalu sempurna untuk menjadi pacarnya. Tapi, disinilah mereka sekarang, dengan pilihannya. Yujin tentu bahagia. Bayangkan jika Wonyoung pergi meninggalkannya karena sudah menunggu terlalu lama?
"Aku sayang deh, sama kamu." Yujin mengenggam tangan kiri gadis itu, mengecupnya sekilas. Wonyoung tak bisa menahan rasa malunya.
"A-apa deh...?"
"Ini gak denial, kan?" Wonyoung memalingkan wajahnya, tak membalas tatapan Yujin. Gadis yang lebih tua itu tertawa, sembari mengambil sepotong waffle dari dalam box.
"Tuh, malah kamunya yang cuek. Ya udah deh, aku keluar bentar." Yujin bangkit dari kasur, bersiap keluar. Wonyoung terlebih dahulu menahan tangannya, menatap pacarnya bingung.
"Mau kemana? Ngerokok?" Wonyoung bertanya asal, melihat Yujin yang berjalan ke arah balkonnya. Pacarnya itu mengangguk cepat. "Iya, bentar."
"Ih?" Nada Wonyoung terdengar tak suka, menahan Yujin membuka pintunya. Yujin tersenyum kecil. "Nggak, males aku. Kamunya cuek." Yujin berpura-pura acuh. Ia memalingkan wajahnya dari Wonyoung. Kadang merasa heran, mengapa sifat gengsi Wonyoung tak hilang juga, padahal mereka sudah berpacaran. Yujin memang kadang denial, juga tsundere, tapi ia merasa bisa menunjukkan rasa sayangnya tanpa gengsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
you belong with me ; annyeongz
RomanceBagi Wonyoung, Ahn Yujin adalah segalanya. Kakak kelas, sekaligus sahabatnya itu mempunyai tempat tersendiri di hatinya. Dari mereka SD, sampai sekarang SMA, Yujin tak pernah lepas dari bayangnya. Begitu pula dengan Yujin. Baginya, Wonyoung adalah a...