19. Maaf Untuk Papa?

1.3K 174 38
                                    

Dibawah terik matahari, Ilham dan Gita sibuk memarkir motornya disalah satu parkiran Rumah Sakit. Gita memegang satu tas kain berisi bubur kacang hijau lengkap dengan makanan lain. Netranya terus menatap ponsel miliknya yang berdering sedari tadi menampilkan nama putrinya. Ada rasa cemas yang ia rasakan tapi mau tak mau ia harus bungkam.

"Yah? Rina terus telfon? Ibu harus bilang apa?"

"Ndak usah diangkat, Bu. Nanti biar Ayah yang kirim pesan ke Rina." Jawab Ilham singkat sembari memarkirkan motornya.

Setelah usai dengan urusan memarkir motor, pasangan suami istri itu mulai berjalan menuju ruangan perawatan. Gita menoleh ke kanan dan ke kiri, melirik ruangan demi ruangan. Hingga tangannya dipegang oleh sang suami dan membuat langkahnya terhenti.

"Kenapa, Yah?" Tanya Gita yang bingung karena mereka berdiri tepat di depan salah satu ruangan vip.

"Ini ruangan Chandra." Kata Ilham kemudian pria itu berbalik menatap istrinya.

"Janji sama Ayah ya, Bu? Ibu gak boleh cerita sama Rina."

"Tapi sudah sewajarnya Rina tahu, Yah. Untuk apa kita tutupi..."

"Chandra yang mau, Bu. Itu bukan ranah kita untuk bicara perihal sakitnya Chandra pada siapapun termasuk putri kita."

Baru saja Ilham hendak membuka pintu, Jemiel justru keluar dengan raut wajah yang sulit dibaca.
"Loh Ayah sama Ibu? Udah daritadi disini?"

"Baru saja. Kamu mau kemana?"

"Mau pergi beli roti dulu, Yah. Chandra masih belum mau makan soalnya."

"Ini Ibu bawa bubur kacang hijau, boleh kasih ini kan?"

Jemiel mengangguk antusias.
"Ayo masuk, ada Mama juga di dalam."

Saat masuk, Ilham memfokuskan netranya pada Chandra yang masih berbaring lemah. Laki-laki yang sering ia lihat cerita itu kini terbaring lemas.

"Kalian sudah datang? Ayo duduk dulu, Chandra baru aja tidur daritadi muntah terus."

Ilham berjalan mendekat pada bed milik Chandra. Tangannya terulur mengusap wajah Chandra pelan tapi justru itu membuat sosok laki-laki itu membuka matanya.
"A-ayah?"

Ilham mengangguk dan tersenyum ke arah Chandra.
"Iya ini Ayah. Chandra sudah mendingan?"

Kini giliran Chandra yang mengangguk dan merubah posisinya dari tidur menjadi duduk.
"Ayah kok bisa tahu Chandra disini?"

Chandra melirik arah pandang Ilham, dan tatapannya jatuh pada Sineera.
"Tidak usah pikirkan hal itu, ya? Sekarang kita hanya harus fokus pada pengobatanmu."

"Kak Rina... gak tahu, kan?"

Gita menggeleng, dan mendekat membawa semangkuk bubur kacang hijau pada Chandra.
"Rina tidak tahu. Jadi kamu tidak usah khawatir, ya? Ayo Ibu suapi kacang hijau, perutmu tidak boleh kosong kalau tidak mau muntah lagi."

Berbeda dengan situasi di Rumah Sakit, Rina justru dibuat kalang kabut karena sejak pagi ia tak bisa menghubungi kedua orang tuanya.

"Chandra kemana, ya?" Gumamnya pelan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, otaknya berpikir terus akan Chandra termasuk juga Jenan.

Flashback on

"Jen?" Panggil Rina namun Jenan masih terus fokus berjalan sembari menatap ke pasir pantai.

"Jenan? Hey?!" Gadis itu jengkel bukan main belum lagi ia jadi dilihat oleh orang-orang karena berteriak.

"Sayang?"

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang