36. Bahagia Yang Sebenarnya

1.9K 191 116
                                    

Kata indah saja tak cukup untuk menggambarkan semuanya. Tawa, sedih, sakit, dan kecewa sukses menciptakan kalimat per kalimat yang tersusun menjadi paragraf. Dan jika disatukan mampu membuat cerita indah. Cerita yang mampu mengingatkan segalanya, baik suka dan duka.

Benar, tak ada yang tak mungkin. Jika sesuatu yang diharapkapkan tak berjalan sesuai ekspektasi pun maka segala usaha yang pernah dilakukan bukanlah hal yang sia-sia. Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dan yang lebih penting adalah tak menyesali apa yang sudah terjadi.

Bicara perihal perjalanan, tak ada perjalanan yang selalu mulus. Sama halnya seperti kita mengendari kendaraan. Saat traffic light berwarna merah, sudah sepatutnya berhenti. Saat didepan kita ada jalan rusak, hendaknya kita mengurangi kecepatan guna berhati-hati agar tak jatuh. Dengan kata lain banyak cara yang dapat ditempuh untuk sampai tujuan. Tak perlu berjalan terlalu cepat, cukup berjalan pelan namun pasti.

Satu tahun berlalu...

Rasanya begitu cepat dan berjalan singkat. Seperti kalimat di atas, baik tawa, sedih, sakit, dan lain sebagainya sudah mereka lewati. Menangis berkali-kali juga menjadi kebiasaan sampai dimana tawa mereka kembali muncul.

Jeffan kini paham akan satu hal, Tuhan sangat menyayanginya. Mengingat semua yang telah terjadi, ia jadi mengerti apa itu arti bersyukur seperti apa yang sering Jenan dan Jemiel katakan untuk mengingatkannya saat mereka tengah bertengkar.

Pria yang kini tengah menatap wajah cantik istrinya tersenyum kecil. Tangannya mengusap sudut matanya yang sedikit basah. Ingat tidak tentang operasi yang dikatakan Rendra pada Jemiel? Ya, itu adalah operasi yang diperuntukan untuk Jeffan. Operasi kornea mata.

Jeffan melirik ponselnya, berharap ada pesan balasan dari putranya. Sungguh rasa takut itu selalu menghantuinya kala ia tak mendapat pesan balasan dari putranya. Katakanlah ia berlebihan tapi nyatanya ia tak mau kehilangan siapapun, lagi.

"Ternyata benar, apa yang hilang akan dikembalikan dengan hal baik." Kata Sineera membuat Jeffan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Pria tampan itu maju sedikit guna mendekat pada istrinya.

"Bukannya aku rela begitu saja kehilangan anakku, tapi saat ini aku juga diberi anak yang sama pentingnya seperti putraku." Kata Sineera lagi sembari mengelus pipi putrinya.

Bayi perempuan yang tengah menggeliat kecil itu menaikkan sedikit bibir kecilnya seolah tersenyum membuat Aura yang sejak tadi berdiri disamping Jeffan kepalang gemas. Ah... ia sampai tak sadar sudah meninggalkan Agra pada kedua orang tuanya.

"Oh ya, Jeff. Pakaian Channa masih di mobil? Kalau iya aku aja yang ambil."

"Thank you, ya?"

Aura mengangguk kemudian berlalu menyisakan Sineera yang masih sibuk menimang putri kecilnya dan Jeffan yang masih memperhatikan dua sosok yang ia sangat sayangi.

"Cantik." Kata Jeffan.

"Channa memang cantik. Wajahnya benar-benar Chandra versi perempuan."

Jeffan mengangguk.
"Kalau Jenan hampir mirip Jemiel, Chandra justru mirip Channa. Sepertinya sudah bisa ditebak kalau besarnya dia akan sama baiknya seperti Abangnya."

"Kamu tahu gak kalau semua anak kita hampir mirip?" Tanya Sineera.

"Jenan dan Jemiel memang sedikit keras, tapi jiwa leader mereka sangat tinggi. Perhatian bahkan peka terhadap sekitar yang mereka miliki juga tak kalah tinggi."

"Lalu Chandra..." Ucapan Sineera terpotong dan kini ia membayangkan rupa putra kesayangannya. Rupa tampan nan manis seorang Hardi Chandra.

"Dia bisa menjadi penenang terbaik. Dia juga mirip dengan dua saudaranya, yaitu sangat peka."

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang