14. Sesusah Itu Untuk Berdamai?

1.1K 165 54
                                    

Awal baru ini dimulai saat semuanya sempat berakhir. Merasa kehilangan akan raga yang benar-benar memberi arti penting bagi cerita hidup. Tapi ada satu yang mengganggu sosok yang masih berbaring dibed Rumah sakit. Dimana dia kembali merasakan pilu yang saat lalu ia rasa sudah hilang.

Apa yang terjadi? Ayahnya terluka kembali karenanya. Sebagai putranya, ia memang masih tak tahu banyak tentang Jeffan. Kadang juga dia tak bisa membaca isi pikirannya yang rumit dan sulit dicerna. Dan itu berhasil membuatnya hancur. Membuat raganya kembali hidup dengan kepura-puraan. Membuatnya tak menghargai diri sendiri.

Lantas, bagaimana bisa bersinar dikehidupan orang lain jika hidupnya saja tidak bisa ia terangi?

Dan seperti saat ini, sebelum sosok laki-laki tampan itu terlelap, ia berhasil berpikir akan satu hal. Apa yang menjadikan dasar Jeffan membawanya kemari? Bukannya saat sesak itu kembali hadir, memberikan pertolongan seperti yang Jemiel lakukan sebelumnya saja sudah cukup?

"A-abang?" Chandra mengusap kedua matanya berharap ini bukan mimpi karena Jenan benar-benar ada dihadapannya, berdiri dengan senyum tampannya jangan lupa mata yang bak bulan sabit itu.

"Abang? Ini Abang, kan?"

Jenan mengangguk kemudian meminta Chandra untuk mengikutinya menuju kursi panjang.

"Abang? Chandra tanya, ini Abang kan? Chandra mimpi, ya?" Tanya Chandra dengan tangan sibuk menepuk pipinya.

"Iya, Chandra mimpi." Jawab Jenan pelan.

"Kalau bukan mimpi itu artinya Chandra sudah tiada." Lanjutnya.

Putra kedua Jeffan itu masih diam terpaku dengan sejuta pikiran.

"Ada masalah? Coba cerita sama Abang."

Jenan mengusap pipi Chandra, tak hanya pipi bahkan kini tangan Jenan sudah mendarat pada surai legam adiknya.
"Semua... baik-baik aja, kan?"

Chandra menggeleng.
"Semuanya berantakan. Chandra gak bisa, Bang. Mereka semua butuh Abang bukan Chandra. Kita... tukar posisi aja, ya?"

Jenan tetap tersenyum kemudian menepuk bahu Chandra pelan.
"Mereka bukan butuh Abang, mereka hanya belum ikhlas."

"Abang pernah bilang kan jangan pernah berpikir kamu beban, kalau kamu biarkan pikiranmu berpikir itu terus maka semuanya akan kelihatan sulit. Berdiri tegak, dan hargai juga dirimu."

"Chandra gak bisa, Bang. Mereka butuh Abang, Chandra juga butuh Abang..."

"Kamu hanya butuh dirimu sendiri, Abang tahu itu karena kamu selalu beranggapan rumahmu adalah dirimu."

Jenan, sosok Abang bagi Chandra itu kembali tersenyum.
"Papa jahat lagi?"

Chandra menggeleng.

"Kalau Papa jahat, kamu hanya perlu bersikap baik. Bukankah itu cara favoritemu?"

"Chandra, ingat ini ya? Keberadaan seseorang akan berarti setelah sosoknya hilang. Tapi Abang gak mau kamu hilang dan Papa baru akan sadar. Kamu hanya perlu terus berusaha tanpa menghilang."

"Tolong jadi akar dan pohon untuk mereka, ya? Abang sudah tidak bisa, dan maaf Abang menumpahkan tugas ini padamu."

"Dan lagi, jika kamu dalam masalah apapun itu ceritakan pada orang yang bisa kamu percaya. Jika kamu sulit dalam mengontrol dirimu, cari Jemiel. Dia memang seperti Abang, tapi dibalik sisi emosinya, dia akan membantumu. Karena sejatinya saudaramu adalah orang yang bisa menjagamu."

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang