25. Wisata Masa Lalu

1K 163 36
                                    

"DIRGA?!"

"Ayah... kamu kebiasaan panggil namaku padahal kita sudah sepakat kalau di depan anak panggil Ayah Bunda."

Aura menghela nafas sembari memejamkan mata. Entah sudag berapa kali ia ditegur dan berujung ia mengulangi lagi. Bukan tak mau tapi tak terbiasa.

"Ya aku tahu. Masalahnya kamu bikin aku kesel."

"Apa? Aku memangnya ngapain?" Tanya Dirga yang tengah sibuk menenangkan Agra yang menangis dalam gendongannya.

"Itu." Tunjuk Aura pada putranya.

"Kamu apain sampai nangis? Sudah tahu anaknya rewel kalau dia tidur jangan diganggu."

Dibegitukan oleh Aura justru membuat Dirga tertawa. Entah apa lucunya Aura tak mengerti dan tak peduli.

"Ini kasih Asi dulu, kayaknya dia haus." Kata Dirga sembari menyerahkan Agra pada istrinya. Tanpa menjawab Aura segera mengambil putranya dari tangan suaminya. Kemudian berjalan menuju ranjang miliknya, karena tak mungkin ia menyusui sembari berdiri.

"Kamu mau kemana?" Tanya Aura kala melihat suaminya mengambil jacket.
Pria itu berjalan dan ikut duduk disamping istrinya yang tengah menyusui.

"Ra? Kalau aku percayai semuanya pada Jeffan... menurutmu bagaimana?"

"Hah? Maksudmu gimana?" Tanya Aura tak mengerti.

Dirga tersenyum kecil sebelum memberi satu kecupan pada pipi istri kesayangannya.
"Chandra gak mungkin lupain kita, dia pasti akan tetap ke sini. Ditambah dia sayang banget sama kamu dan Agra."

"Kamu bicara apasih, Ayah. Jelasin yang benar. Aku gak paham." Ucap Aura sembari melirik bayi kecilnya yang mulai terlelap.

"Semalam Jeffan kirim pesan ke aku. Dia bilang mau ajak Sineera dan anak-anak liburan."

"Kemana?" Tanya Aura antusias tapi Dirga sudah bisa membaca raut wajah wanita disampingnya.

"Ra?"

"Kemana?" Tanya Aura lagi sembari merapikan bajunya karena Agra sudah tertidur pulas.

"Jepang."

"Kamu gak boleh menghalangi, ya? Ingat... kita hanya orang luar yang membantu mereka. Dan ini adalah usaha Jeffan untuk memperbaiki semua yang telah ia rusak, jadi kamu gak boleh halangi dia, ya?"

"Aku gak halangin dia, Dirga. K-kamu tahu kan aku sayang anak-anak, aku cuma gak mau mereka terluka itu aja." Tepat setelah kalimatnya selesai, Aura mengepalkan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih menopang tubuh Agra. Dadanya terasa sesak, bahkan wanita itu sudah memutuskan kontak mata dengan suaminya. Takut jika ia malah menangis.

"Kamu ingat bagaimana masalah kemarin? Mas Teddy bahkan sampai menyeret Sineera, Dirga. Kamu pasti tahu kenapa Mas Teddy seperti itu."

"Dia aja gak yakin pada Jeffan bagaimana aku?" Lanjut Aura.

"Terus kamu mau apa?" Tanya Dirga. Pria itu mengusap surai panjang Aura pelan. Ia tahu jika Aura sedikit cemburu. Atau lebih ke belum bisa percaya sepenuhnya pada Jeffan.

"Ra? Aku tahu kamu cemburu, kan? Tapi sekali lagi aku ingatkan kalau kita bukanlah orang tua Chandra. Kita gak boleh egois mengekang dia bahkan meminta diqla untuk menolak pergi bersama Papanya."

"T-tapi aku juga mau pergi sama dia, Dirga..." Ucap Aura terbata-bata. Katakanlah Aura kekanakan, tapi itu adalah keinginan dalam lubuk hatinya. Ia benar-benar ingin menjadi sandaran untuk Chandra, memastikan bahwa anak itu dalam keadaan baik.

"Akan ada waktunya kamu bisa pergi dengan Chandra. Tapi sekarang biarkan dia sama keluarganya dulu, ya?"

Memang benar. Berkali-kali Aura dan Dirga katakan jika sudah jatuh pada pesona Chandra maka akan sulit untuk lepas. Sorot matanya, perhatiannya, suara, bahkan sikapnya benar-benar mampu mencuri hati.

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang