7. Kami Butuh Papa

1.2K 161 72
                                    

Malam telah tiba, setelah mengantar Rina pulang dan memberi brownies untuk Ilham, laki-laki itu memilih pulang. Toh juga jika ia disana, yang mengajaknya bicara hanya Ilham karena setelah sampai Rina memilih masuk kamar dan tak kunjung keluar.

"L-loh Om Teddy?" Kaget Chandra saat melihat sosok pria masuk ke kamarnya tanpa ijin.

Ya, Teddyan Endian. Pria tampan nan tegas yang bekerja dibidang real estate. Bukan saudara kandung Sineera tapi dia adalah anak angkat yang sengaja diangkat oleh orang tua Sineera. Awalnya kedua orang tua Sineera tak kepikiran, hanya saja dahulu banyak yang bilang jika belum punya anak coba pancing dengan merawat bayi.

Jadi kedua orang Sineera mengangkat Teddyan menjadi putra mereka. Dan bak berhasil selama kurang dari setahun Teddyan diadopsi, pasangan suami istri itu memiliki Sineera.

Pria ini tinggal bersama kedua orang tuanya. Umurnya hanya beda dua tahun dengan Sineera namun ia memilih untuk menyendiri saat ini, katanya ia akan menikah jika memang sudah menemukan pilihan yang tepat.

"Kamu ngapain?" Tanya Teddyan.

"Oh ini... aku lagi belajar."

"Kamu mau bohong?" Tanya Teddyan lagi dengan menaikkan satu alisnya.

Chandra menelan ludahnya kasar. Teddyan jarang datang kemari, bahkan ia baru melihat Omnya itu datang saat pemakaman Jenan. Dan entah angin dari mana, malam ini pria itu datang bahkan masih dengan pakaian kerja.

"Ngapain kamu baca-baca laporan begitu?"

"Itu perusahaannya Dirgantara, kan?"

Chandra menutup beberapa kertas itu dengan laptopnya yang tak menyala. Baginya akan semakin rumit jika Teddyan tahu ia tengah membagi otaknya.

"Om mau cari Mama?" Tanya Chandra mengalihkan.

Pria itu berjalan memperhatikan beberapa barang keponakannya yang tersusun rapi.
"Mamamu ada dirumah. Datang-datang dengan mata bengkak buat Nenekmu kaget. Si Jeffan itu habis ngapain Mamamu lagi?"

Chandra mengerjap bingung. Ia tadi pagi ke Rumah Sakit, pulang dari Rumah Sakit ia mengantar Rina. Dan sekarang sudah pukul tujuh malam, dan ia baru sadar kedua orang tuanya belum juga pulang.

"Sudah Om bilang dulu jangan mau menikah dengan dia. Masih tetap ngeyel." Ujar Teddyan sembari keluar dari kamar keponakannya, dan menuruni anak tangga menuju lantai satu.

Chandra? Hanya mengikuti dari belakang sembari mengusap dadanya pelan. Detak jantungnya berdetak tak main-main, rasanya lebih ngeri jika ia berhadapan dengan Teddyan daripada Jeffan.

"Rumah segede ini cuma ada kamu. Lagi, saudara tirimu kemana?"

"Om... jangan begitu. Nanti Papa datang malah marah kalau dengar Om bicara kayak gitu."

"Terus Om harus bicara seperti apa?"

Teddyan memang jarang kemari. Bukan karena tak mau, ia memang sibuk bekerja, dan juga ia tak begitu dekat dengan suami dari saudarinya jadi rasanya enggan untuk sekedar berkunjung.

"Sudah disakiti seperti itu, Sineera masih juga mau bertahan." Heran Teddyan.

"Diselingkuhi bahkan sampai punya anak, lalu mengabaikanmu dari kecil sampai kamu sakit saja dia gak tahu, dan selanjutnya apa lagi? Coba katakan apa yang sedang dia lakukan sekarang sampai Mamamu menangis seperti itu?"

Chandra menggeleng. Baginya ia harus menutup rapat ini dari Teddyan. Perihal Jeffan yang menyalahkannya akan kepergian Jenan, dan Jeffan yang tak berniat membawanya periksa kembali.

"Sampai kapan kamu mau menutupi kesalahan Papamu? Memang kebaikan apa yang dia beri..."

"Biaya pengobatan kemarin itu besar. Lagi pula Papa udah biayai semua kebutuhan Chandra dari lahir sampai sekarang. Papa juga rawat kita dengan baik..."

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang