27. Keadaan Yang Memaksa

1K 166 64
                                    


Bagian yang juga paling menyakitkan yang dihadapi diri adalah saat dimana dirimu merasa dalan keadaan sulit tapi kamu hanya bisa memeluk raga sendiri dan melapangan dada. Bisa bercerita pada sosok yang mungkin dapat dipercaya tapi rasanya tetap sulit.

Lapang dada dan ikhlas karena Tuhan pasti mengembalikan daripada apa yang hilang dari hidup kita. Tuhan tak menjanjikan hidupmu selalu mudah untuk dijalani, tapi Tuhan akan memberikan kemudian dari kesulitan yang kamu alami.

Dan Chandra benar-benar memikirkan itu baik-baik termasuk ucapan Jenan. Karena baginya Tuhan memberikan ia kepercayaan untuk menjalani hidup seperti ini. Lantas atas dasar apa ia mengeluh dan mengatakan semua tak adil?

Disinilah Chandra sekarang, duduk termenung menatap Jemiel yang masih tidur dengan pakaian yang ia gunakan sebelumya. Jadi saat ia sesak, Jeffan menghubungi Sineera dan wanita itu bersama putra ketiganya segera kembali. Chandra masih ingat bagaimana Jemiel yang kalang kabut padahal ia sudah ditangani cepat oleh Jeffan.

Chandra mengusap surai legam Jemiel, sungguh doanya selama ini sudah terkabul yang menginginkan seorang adek.
"Kalau lo tidur bener-bener mirip bayi, Jem."

Chandra kemudian beranjak menuju kaca yang tertutup tirai. Ia membuka setengah guna menatap keluar, memperhatikan lamat-lamat indahnya malam di Jepang.

Flashback on

"Bang?"

"Hmm?" Gumam Jenan masih dengan tatapan fokus pada kertas yang berisi banyak angka.

"Gua jadi pengen liburan deh."

"Ya udah liburan sana." Jawab Jenan cepat.

"Ya liburan bareng keluarga."

"Ngapain sih, gua males."

Kalimat Jenan itu sukses membuat Chandra merotasikan matanya. Sudah paham betul Jenan pasti akan mengatakan itu.
"Lo bayangin deh, Bang. Kita pergi sama Papa dan Mama ke Paris atau ke Jepang gitu. Kita bisa habisin waktu beberapa hari sama Papa lumayan juga kita bisa nyicip-nyicip makanan luar, kan?"

"Di sini juga banyak restoran Jepang, gak usah jauh-jauh kesana buat makan." Kata Jenan lagi.

Chandra lantas bangun dari acara rebahannya kemudian menatap tajam Abang satu-satunya.
"Gua heran kenapa Kak Rina betah dan mau jadi pacar lo. Sesekali itu otak perlu dikasih kesempatan buat istirahat, Bang. Lah lo? Kuliah, terus belajar berkas-berkas yang Papa kasih. Kasian tar otak lo penuh."

"Ya gua gini untuk gua dan keluarga gua nanti." Kata Jenan. Laki-laki itu meletakkan pulpennya dan mengalihkan atensinya pada Chandra yang duduk dengan wajah ditekuk.

"Hanya ini yang gua punya, gua cuma bisa menghasilkan uang dari otak gua yang cuma paham sama bidang ini. Kalau gua gak mati-matian belajar dari sekarang terus nanti kalau gua lamar Rina dan Ayahnya tanya gua punya apa aja, gua harus jawab apa?"

"Gak mungkin lah lo ditanya..."

"Gak ada orang tua yang mau anak perempuannya hidup sulit, Chan." Sahut Jenan cepat.

"Yang bertanggung jawab akan diri gua adalah gua sendiri. Dan saat gua memutuskan menjadikan Rina istri nantinya berarti gua punya tanggung jawab lain yaitu menjaga dan menafkahi istri dan anak gua."

"Ada Papa?" Tanya Chandra ragu yang dibalas gelengan oleh Jenan.

"Saat gua menikah, gua akan keluar dari rumah ini tapi bukan berarti gua melepaskan hubungan. Semua itu gua sudah pikirkan, karena gua mau lo juga dapat apa yang seharusnya lo dapat."

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang