2. Takdir Dan Hal lainnya

1.3K 162 16
                                    

"So...  your healing is fun?" Tanya Greya sembari menyendokkan es krim ke dalam mulutnya.

"Makannya pelan-pelan aja." Ujar Jemiel dengan sedikit mengusap sudut bibir gadis tercintanya.

Bertanya perihal hubungan mereka, tentu semuanya baik. Meskipun Jemiel masih harus menutup rapat semuanya. Permintaan siapa lagi jika bukan Chandra. Sebenarnya ia bingung, jika Greya tahu pun tidak masalah. Tapi ada satu dugaan yang membuat Jemiel mengerti akan alasan Chandra menutupi ini. Tapi biarlah, toh juga Chandra sendiri kan yang menginginkan ini?

"Aku suka bingung. Kamu hampir setiap minggu pergi. Even aku sama sekali gak tahu perginya kalian itu untuk apa atau kemana."

"You know he's sad right? Bahkan dia sampai cuti." Jawab Jemiel cepat.

Greya mengangguk. Nyatanya memang seperti itu.
"Hah! Kalau aku jadi Chandra mungkin aku gak akan tinggal disini lagi."

"Why?" Tanya Jemiel.

"Bukan hanya perkara ingin melupakan segala kejadian dengan cepat. Tapi jika sudah berurusan dengan semua hal yang menyangkut mereka, otomatis otak kita akan mengingat kembali. Otak dan hati bukannya saling berhubungan? Jika otakmu sudah memikirkan mereka, maka secara gak langsung hatimu pasti ikut sedih."

"I know he's a great person. Dan kamu bisa kasih tahu dia, Jem... don't try to do everything at once. Satu persatu saja. Karena gak ada manusia yang bisa melepaskan secara sekaligus."

"Like you?" Tanya Jemiel.

"I'm still trying." Jawab Greya cepat sembari mengelus jemari Jemiel.

Nyatanya memang benar, melupakan Chandra yang ia lakukan sejak dulu masih ia lakukan sekarang. Bertahap, dan pelan-pelan karena semua kenangan yang ia buat dengan Chandra tak semudah itu bisa ia lupakan.

"Setelah ini mau kemana?"

Jemiel tidak menjawab. Ia justru meraih ponselnya.

"Jem?" Panggil Greya.

"Wait... aku hubungi Chandra dulu. Tadi dia disuruh Papa ke lapas."

"Ngapain? Ketemu Arlan?"

Jemiel mengangguk.
"Aku kayaknya gak ikut mata kuliah kedua. Mau temenin Chandra..."

"I follow you."

"NO?! Kamu tahu kan kita akan ujian. Jangan bolos nanti kamu dapat C, aku yang dimarah Papamu."

Disisi lain, Chandra masih duduk dicafetaria. Ia duduk dengan sebotol air mineral tanpa apapun lagi. Biasanya ia akan membeli minuman soda atau apapun itu tapi kini ia tak dibolehkan untuk makan makanan lain. Makan dan minumnya masih dibatasi. Boleh saja melanggar, tapi bukankah itu sama saja memperburuk kondisi tubuhnya?

"Mas Chandra beneran endak mau pesen nasi? Biasanya kalau kesini selalu makan."

Chandra menggeleng sembari tersenyum sumringah.
"Kali ini gak dulu ya. Lagi diet."

"Diet opo toh mas?"

"Gak boleh makan yang aneh-aneh mbak. Lagi dijaga pola makannya." Itu adalah jawaban dari Mahendra. Dua laki-laki itu, sudah jelas Rendra dan Mahendra yang datang dari arah utara.

"Mbak, es tehnya dua ya? Satunya esnya yang banyak." Ujar Rendra sembari melepas tasnya.

"Orang kalau beli es teh nyari airnya. Mas Ren aja nih yang malah minta airnya dikit."

"Giginya gatel kalau gak dipake ngunyah, Mbak." Jawab Chandra cepat yang membuat Rendra memutar bola mata malas.

"Ngeselin banget lo." Kesal Rendra.

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang