🌻

1.3K 155 21
                                    

Jarum jam tak akan mengenal kata henti, kecuali sudah rusak bukan? Sama halnya seperti perjalanan hidup. Akan terus berjalan meskipun kita merasa bahwa sepertinya ada beberapa hal yang tak mendukung.

Ada banyak peristiwa yang tak bisa disampaikan maknanya, tapi sosok pemuda yang dikenal dengan nama Chandra itu mencoba sedikit demi sedikit menyampaikan apa yang ia rasakan hanya kepada orang terdekatnya saja. Alasannya? Bagi Chandra tak ada alasan. Tapi bagi Jemiel, Chandra harus menyampaikan apapun yang ia rasakan bukan tanpa maksud. Ia ingin Chandra tak seperti dahulu lagi yang menutup diri dengan kalimat Aku baik-baik saja.

"Jem? Lo hari ini ada keluar gak?" Chandra bertanya dengan membuka sedikit pintu kamar milik saudaranya.

"Ketuk pintu dulu bisa gak sih? Kayak gini kelakuan calon kepala keluarga? Gua yakin Kak Rina..."

"Gua gak minta ceramah, Jeman. Gua tanya lo ada keluar gak?" Tanya pemuda itu lagi namun kini sudah masuk ke dalam kamar.

"Gak tahu." Jawab Jemiel singkat.

"Gak tahu itu bukan jawaban. Serius nih gua tanya. Kalau lo gak keluar, gua titip Channa." Kata Chandra.

Jemiel yang awalnya tengah merapikan meja belajarnya sedikit menoleh pada Chandra kala mendengar nama saudari cantiknya. Benar, jika sudah perihal Channa maka Jemiel akan melakukan apapun.

"Bukannya Channa lagi sama Kak Rina diatas?"

"Iya, tadi nangis terus dikasih susu malah tidur. Adek lo noh..."

"Adek lo juga kalau lo lupa." Jawab Jemiel lagi sembari melepas kacamatanya.

Mendengar itu Chandra hanya terkekeh, tanpa permisi ia justru duduk diranjang saudaranya dengan netra melirik ke arah ponsel Jemiel yang berdering menampilkan nama gadis yang hampir setiap hari membuat telinga Chandra berdenging.

"Ayang lo nelfon nih. Angkat dong." Goda Chandra tapi diabaikan oleh Jemiel dan itu justru membuat Chandra semakin gencar. Ia rasa menjahili Jemiel pagi ini tak terlalu buruk.

"Taruh lagi gak ponsel gua?" Titah Jemiel.

"Ini masih pagi, gua lagi gak mau berdebat, Chan. Ada Kak Rina juga nanti gua malah kena omel."

"Ya lagian lo gua tanya jawabnya lama banget. Padahal tinggal jawab antara ada dan enggak."

"Gua lagi gak pengen keluar. Si Minda juga lagi keluar sama teman-temannya."

Benar-benar singkat bagi Chandra. Tapi seperti yang kita tahu, Chandra jika sudah melihat Jemiel seperti ini akan bagaimana.

"CHANDRAAAAA?!"

Berbanding terbalik dengan keributan antara dua bersaudara dilantai satu, dilantai dua seorang gadis justru tengah mengusap pelan paha kecil disampingnya.

Bulu mata lentik bak Jemiel, kulit putih, tahi lalat kecil yang persis dibawah mata seperti Jenan, dan juga bibir yang benar-benar seperti Chandra membuat Rina selalu takjub. Bagaimana bisa Channa bisa menyerupai tiga Abangnya.

Pelan tapi pasti, gadis yang sudah menjadi tunangan dari seorang Hardi Chandra itu mulai menjauh dari ranjang. Sangat pelan agar tak membuat bayi kecil itu terbangun. Jika seperti ini bukankah terlihat Channa seperti bayi dari Rina?

Setelah meletakkan guling disamping kanan dan kiri, Rina mulai menaikkan pinggiran ranjang. Akan berbahaya jika tak dinaikkan mengingat Channa mudah berpindah posisi.

Tanpa pikir panjang, gadis cantik itu mulai mengikat rambutnya dan berjalan keluar kamar. Baru saja keluar sudah terdengar suara tawa kekasihnya dan teriakan Jemiel tapi ia abaikan. Rasanya akan sia-sia saja jika ia melerai.

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang