17. Aku Yang Salah

1.2K 169 65
                                    

Jika di dunia ini kamu tidak menemukan orang baik, maka jadilah salah satunya. Menjadi baikpun datangnya dari hati dan juga Tuhan. Jika begitu bukankah itu artinya kita menjadi salah satu orang pilihan dari-Nya?

Berbicara perihal baik, Chandra tak pernah memaksa orang untuk bersikap baik padanya. Prinsipnya hanya satu, dan mungkin kalian juga sudah hapal kalimat yang Jenan berikan pada adek kandungnya yaitu "Tetaplah menjadi baik, meskipun orang memperlakukanmu tidak baik."

Kalimat itu menempel dan tak pernah hilang dari benaknya, menjadikan sosok Chandra berdiri dengan kesabaran yang ia coba usahakan sendiri untuk bisa menjadi orang baik.

"Chandra? Mau berangkat sekarang?" Tanya Bibi art yang mendapati Chandra bangun dari duduknya.

Chandra mengangguk.
"Chandra mau bangunin Jemiel aja. Sekalian ijin sama dia."

"Ke Papa dan Mama enggak?"

Laki-laki itu menggeleng.
"Biarin mereka istirahat dulu, Bi. Kasihan dibangunin, Papa kayaknya lagi capek banget."

Chandra kemudian berjalan dengan cepat menuju kamar Jemiel yang tak jauh dari ruang makan. Baru saja masuk, Chandra dikagetkan oleh posisi tidur Jemiel yang benar-benar memutar. Belum lagi kaki satunya yang barada pada pinggiran ranjang yang sebentar lagi pasti akan jantuh ke lantai.

"Bangun heh?!" Chandra sedikit menggoyangkan lengan Jemiel namun tak ada pergerakan dari saudaranya.

"JEM?!"

Masih sama tak ada pergerakan, Jemiel masih tidur dengan pulas.
"Jemiel bangun gak lo?! Demi apa lo tidur kenapa muter gini sih?"

Chandra kesal. Entah ide dari mana laki-laki itu justru mencubit sedikit lengan Jemiel membuat saudaranya memekik keras.

"SAKIT?!"

Puas dengan tawanya Chandra justru memukul wajah bantal Jemiel dengan guling membuat si korban menatap Chandra sinis.
"Bisa gak bangunin orang yang halus? ANJIR SAKIT BEGO?!" Lagi Jemiel memekik kala Chandra menggeplak kembali lengannya.

"Bangun terus mandi. Males banget lo." Kata Chandra.

"Sewot banget lo." Celetuk Jemiel membuat Chandra mendelik.

Jemiel mengucek matanya sebentar kemudian kembali menguap.
"Mau kemana? Masih pagi udah pacaran aja. Anjing lo aja masih molor."

"Sewot banget lo." Jawab Chandra mengikuti ucapan Jemiel sebekumnya. Laki-laki itu kemudian beranjak dari duduk dan berjalan menuju pintu.

"Gua mau antar Kak Rina dulu. Nanti tolong sampaiin ke Papa sama Mama ya?"

"Kenapa gak sendiri? Gak bisa gitu jangan nyusahin gua sehari aja?"

"Gak bisa. Nyusahin lo itu suatu kewajiban yang harus gua laksanakan. Ya udah gua pergi dulu." Bukannya kembali berjalan menuju pintu, Chandra justru berbalik mendekat pada Jemiel lagi yang masih duduk dengan mata terpejam.

"ANJIR GELI?! MAMAAAAA?! ADSJDHSKSHS..."

Chandra tertawa kembali saat melihat Jemiel kesal dengan mulut yang ia bekap.
"Lo tuh ya doyan banget teriak. Gua iket lama-lama."

Dengan cepat Jemiel melepas tangan Chandra dan justru mengarahkan mulutnya tepat pada hidung saudaranya.
"BAU HEH?! AWASSSS... MAMA JEMIEL NIH... HEH JANGAN CIUM TANGAN GUA?! JIJIK WOY?!"

"Wajarlah adek cium tangan Abang." Jawab Jemiel enteng. Laki-laki itu masih kesal akibat pembullyan yang dilakukan Chandra padanya.

"Masalahnya lo belum gosok gigi. Masih bau jigong segala cium-cium gua... HEH BERANI LAGI GUA TEMPELENG LO?!"

CHAPFALLEN (CHANDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang