om beb sumpah manis bgt klo lagi endorse begini ya okta 😍😍😍
Apri POV
"Okta" Panggilku pada Okta yang duduk di kursi tengah mobilku, kami sekarang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah.
Ngomong-ngomong soal posisi duduknya, dulu aku pernah memintanya untuk duduk di kursi penumpang di sampingku, tetapi Okta menolak dengan alasan mana ada artis atau model duduknya di depan berdampingan dengan manajernya.
Ampun deh keponakanku ini, untung cuma satu.
Dan dari tadi pagi Okta ngambek, susah banget ngebujuk keponakanku ini.
"Apa?" Tanyanya dengan kedua tangan melipat di depan dadanya.
Entah melihat siapa, Okta tampaknya sering melakukan pose tersebut belakangan ini."Gak usah ajak Okta ngobrol deh om beb, Okta kan lagi ngambek" Lanjutnya ketus tanpa melihat ke arahku yang sedang mengamatinya dari kaca spion.
Kalau ketus begini, Okta sangat mirip kak Febi, memang darah itu lebih kental dari air ya, gen gak bisa bohong.
Apalagi kalau melihat sikapnya ketika berhadapan dengan Jihan beberapa jam yang lalu, keponakanku ini tampak menyeramkan.
"Terus kita diem-dieman aja nih sampe rumah?" Tanyaku agar mencairkan suasana.
"Kalau diperlukan lebih baik diem-dieman aja, Okta capek karena om beb selalu menjanjikan sesuatu yang sering om ingkari"
Aku nyaris terkekeh mendengar kalimat yang keluar dari bibir mungilnya, pembendaharaan kata-kata yang di miliki Okta semakin meningkat dengan seiringnya waktu.
Kalian dengar sendiri kan? Public speakingnya Okta tuh kaya orang dewasa, dulu Okta memang sudah seperti ini, tetapi sekarang lebih terlihat seperti layaknya orang dewasa pada umumnya.
"Memangnya om janjiin apaan ke Okta?" Tanyaku dengan tersenyum tipis melalui kaca walaupun Okta tidak melihat ke arahku.
"Pantesan sampe sekarang om beb tuh jomblo, mana ada perempuan yang mau jadi pacarnya om kalau om beb selalu lupa sama janjinya" Okta bukannya menjawab pertanyaanku tetapi malah mengungkapkan fakta yang terjadi padaku sampai sekarang ini.
"Okta, om kan nanya, om janjiin apa ke kamu, gak ada hubungannya deh sering ngelanggar janji sama jomblo" Ucapku dengan nada penuh kesabaran.
Entah sampai kapan nasibku ini begini, dari tahun ke tahun sejak sebelum Okta lahir ke dunia ini, aku tidak pernah di anggap anak kandung ibu dan lebih sering kena di lempari bantal olehnya.
Kak Febi juga lebih sering memperlakukan aku semena-mena, dan sekarang nasibku semakin buruk karena sering di bully oleh keponakan sendiri.Penulis cerita ini punya masalah apa sih sama aku sampai nasibku ngenes seperti ini?
"Tadi om beb ngejanjiin ajak Okta berenang, gak inget? Lupa ya karena kelamaan ngobrol sama frau Jihan?" Suara Okta lebih terdengar seperti sindiran, aku melewatkan momen melihat wajahnya ketika mengeluarkan kalimat barusan karena fokus dengan jalanan.
"Oh, kamu masih mau berenang malam-malam begini? Gak takut masuk angin? Kalau kamu sakit terus om di omelin mama kamu, gimana? Memangnya kamu gak kasian liat om di omelin?" Tanyaku panjang lebar memberikannya alasan kenapa kami tidak jadi berenang.
Waktu memang sudah menunjukkan pukul delapan malam, tiga syuting yang di jalani Okta berjalan lancar sehingga selesai lebih cepat padahal kami datang sangat terlambat.
Okta mungkin bisa di ajak bekerja sama karena aku telah menjanjikannya berenang.
"Okta lebih senang liat om beb di omelin mama sama uti dari pada di omelin sama frau Jihan, huh!" Okta masih bersedekap, wajahnya terlihat cemberut dengan bibir mengerucut.
"Oh iya, ngomong-ngomong soal ibu Jihan, kamu kenapa sih galak banget sama ibu Jihan?"
"Terus kenapa kamu manggilnya frau? Kan kamu bisa manggil ibu Jihan itu tante"
"Gak, Okta gak mau manggil tante, cuma tante Manda aja yang Okta panggil begitu, frau Jihan kan udah tua, jadi pantas di panggil frau" Kali ini Okta melihat ke arah kaca dan mata kami bertemu.
Okta terlihat kesal.
Jihan belum setua seperti yang Okta ucapkan, sepertinya usia kami berdua hanya terpaut dua tahun, Jihan lebih tua dariku."Okta kangen tante Manda" Lanjut Okta pelan. Aku menoleh ke belakang melewati pundakku.
Okta menyebutkan nama teman sekolahku yang pernah tinggal bersama kami sementara waktu karena suatu alasan.
Okta dan Manda sangat akrab, aku sampai heran karena keponakanku ini sangat susah akrab dengan orang yang baru di kenal, ya contohnya dengan Jihan, Okta sangat galak.
Sikap Okta juga awalnya tidak bersahabat apabila berinteraksi dengan Lilis, sekretaris Jihan yang sudah lama bekerja di agensi tersebut.
Tetapi kalau aku perhatikan belakangan ini Okta bersikap lebih bersahabat pada Lilis."Okta belum jawab pertanyaan om" Kataku mengalihkan pembicaraan, Okta mungkin kangen Manda, tetapi sangat mustahil untuk mereka bertemu karena saat ini Manda berada di luar negeri.
"Pertanyaan yang mana?" Satu alis Okta terangkat satu ketika aku kembali menoleh padanya. Okta menatapku dengan wajah polosnya.
"Kamu kenapa galak ke ibu Jihan?" Aku mengulang pertanyaan.
"Okta gak suka ada orang lain yang ngomelin om beb"
Kedua alisku bertaut mendengar perkataannya.
"Yang boleh ngomelin om beb itu cuma uti, mama sama Okta, orang lain gak boleh" Lanjutnya lagi.
Lah lucu, tuh kalian dengar sendiri kan? Mereka bertiga memang di takdirkan untuk membuat hidupku tidak bahagia.
"Frau Jihan itu sepatu flat" Lanjut Okta.
"Maksudnya?" Tanyaku bingung, kok jadi bawa-bawa sepatu flat di pembicaraan kami?
"Karena frau Jihan gak punya hak untuk ngomelin om beb" Jawab Okta dengan mulut semakin terlihat mengerucut maju.
Ingin tertawa rasanyaaaa... ya ampunn, dari mana sih Okta mendapatkan istilah seperti itu? Apakah dari Youtu*e yang sering dia tonton atau dari pergaulan di Taman Kanak-Kanaknya? Atau pergaulan di agensi?
"Memangnya frau Jihan itu siapa berani ngomelin om beb, tante Manda aja gak pernah kaya begitu, malah om beb lebih sering nangisin tante Manda"
Sepertinya Okta kangen Manda sampai-sampai kembali menyebut nama Manda di dalam percakapan kami."Ibu Jihan kan bos nya om, jadi gak apa-apa kalau ibu Jihan ngomelin om, Okta mau nanti om di pecat karena..."
"Ya kalau di pecat kita bikin usaha sendiri aja" Okta memotong perkataanku dengan suara semangat.
"Gak segampang itu bikin usaha sendiri Okta, kita butuh modal besar untuk masuk ke industri ini" Kataku tanpa memperdulikan apakah Okta akan mengerti dengan ucapanku.
Mengobrol dengan Okta sejak dia masih kecil aku sering menganggapnya seperti teman sendiri, lagian Okta yang sekarang kosa katanya sangat banyak, aku percaya dia mengerti dengan maksud perkataanku.
"Okta kan punya tabungan banyak, kita pakai aja uang Okta buat bikin usaha agensi kaya frau Jihan, om beb juga punya tabungan kan?"
Tuh, ternyata beneran Okta mengerti dengan ucapanku.
"Punya tabungan belum tentu berhasil Okta, saingan kita banyak, kerja sama ibu Jihan udah tepat karena agensinya udah berjalan lama"
"Om beb tuh gak peka kalau selama ini Okta berusaha ngebelain om, Okta capek, udah jangan ajak ngomong lagi, Okta mau tidur, ngedein AC nya" Okta menyenderkan kepalanya lalu matanya terpejam dengan tangan masih melipat di depan dadanya.
Sabar Pri, sabar, Okta anak kakak elu yang galak bukan anak sendiri, kalau anak sendiri udah gue turunin dan gue pesenin ojol biar sampe rumah sendirian.
Tbc
okta emang ter de bes 👏🏼😆
17/7/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/5/22 - 2/1/23