jgn tersekima sama mukanya yg cakep kek bidadari begini, di balik wajah malaikatnya neng okta itu tukang nyiksa om beb 🙈
bentar2 yg bener neng okta bidadari apa malaikat? 😆Apri POV
"Teddy?" Gumamku pelan membaca nama pemilik nomor yang sedang aku cek di aplikasi GetKontak.
"Siapa om beb? Om tau?" Okta tiba-tina ikut menimbrung, kepalanya menutupi layar handphone yang sedang aku pegang.
"Teddy bear, Teddy imut, Teddy cakep, Pak Teddy, dih ini mah jangan-jangan dia sendiri yang kasih tag nya ya om beb" Okta berdecak setelah membaca tag dari nomor tersebut ketika aku mengklik tombol tag.
Aku terkekeh.
"Tag apa mas Apri?"
Aku menoleh ke arah Lilis yang tidak aku sadari keberadaannya di antara kami.
"Tag di aplikasi GetKontak ini adalah nama yang diberikan pengguna lain untuk memberikan nama pada nomor yang ada di kontak mereka" Okta menjelaskan kepada Lilis sebelum aku sempat membuka mulut dengan gaya seperti guru yang sedang menjelaskan materi pelajaran kepada anak muridnya.
"Ohh gitu, jadi yang tadi di sebutin sama Okta itu nama si pemilik nomor telepon yang di save sama orang lain di handphone mereka masing-masing?" Tanya Lilis dengan wajah takjub.
"Iya ti Lis, jadi kita tau nama kita yang di simpan sama orang lain tuh apa aja, keren kan kita bisa tau" Balas Okta cepat.
"Wah iya, iya keren" Lilis masih memperlihatkan wajah takjub.
Jadi bingung melihatnya, ini yang mana anak kecil yang mana orang dewasa di antara mereka berdua ya?
"Gak ada nama panjangnya, tapi kalau di liat dari tag nya banyak begini, kayanya sih pemilik nomor ini bukan penelpon iseng" Aku berpikir dengan tangan mengusap-usap rahang.
"Jangan-jangan memang bukan penelpon iseng om beb, tapi orang yang mau nawarin iklan ke Okta"
"Kenapa sih frau Jihan gak jawab aja teleponnya, kan pendapatan Okta jadi berkurang gara-gara ilang kesempatan dapetin iklan yang mau di tawarin" Lanjut Okta dengan kedua tangan bersedekap setelah punggungnya menyender ke belakang.
Okta menyibak rambut panjangnya ke belakang lalu kembali bersedekap.Kepalaku menggeleng-geleng.
Keponakanku ini memang mempunyai kepercayaan diri yang sangat amat tinggi sampai susah di jangkau."Apa kita coba telepon aja nomornya mas" Lilis bersuara setelah lama terdiam, tangannya memegang kacamatanya yang melorot.
"Ti Lis kapan mau beli kacamatanya? Memangnya gak capek megangin kaya gitu terus?" Tanya Okta tiba-tiba.
Lilis menoleh ke arah Okta.
"Nanti beli, uangnya belum cukup hehehe" Lilis terkekeh dengan wajah menunduk sehingga kacamatanya hampir terlepas dari wajahnya."Eh eh ehhh" Lilis memgang kacamatanya sebelum jatuh.
"Tuh kan kacamatanya hampir jatoh, memang uangnya masih kurang berapa? Mau Okta tambahin? Om beb, coba tolong transfer ti Lis dari bonus iklan yang terakhir Okta dapat" Okta menjentikkan jarinya ke arahku.
"Eh gak usah Oktaaaa, nanti kamu di omelin mama kamu main minjemin uang ke orang lain" Tangan Lilis bergerak panik ke arah Okta.
"Yaaa... belum tau dia om, coba kasih tau ti Lis, om beb" Okta kembali menjentikkan jari tangannya ke arahku.
Gayanya itu loh, tengil banget, kaya bos-bos nyuruh ke anak buahnya.
Aku lebih memilih tidak menanggapi permintaan Okta, lalu menunduk membaca tag-tag dari si pemilik nomor handphone yang sering menelpon Jihan.
Mungkin saja dari ratusan tag yang tertera ada nama panjang si penelpon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/5/22 - 2/1/23