tidakkkk, katakan itu anak siapa om beb? dia bukan okta dan juga yg pasti bukan adiknya okta, anak siapa dia ommm? bentar2, stop, ga usah dijawab, tante blm siap mendengar kenyataan yg ada 😩🙈😆
Apri POV
"Om, om" Okta mencolek lenganku ketika kami berdua berada di ruang rias, kami duduk berhimpitan di sofa karena banyaknya baju-baju berbungkus plastik laundry yang tergeletak di antara kami.
"Kenapa?" Aku menoleh ke arahnya dengan malas.
"Om ngerasa gak kalau frau Jihan sekarang berbeda?" Tanya Okta kemudian.
"Ehemm..." Kerongkonganku tiba-tiba terasa kering, pundakku nyaris menegak tetapi Okta menarik pundakku kembali menyender ke belakang.
"Om mau kemana? Kita kan lagi mulai ngobrol" Tangan Okta mencubit ujung hidungku gemas.
Memang, sejak kejadian di ruangan Jihan, aku memang merasakan perbedaan sikap Jihan, aku pikir itu hanya perasaanku belaka, tetapi ternyata anak sekecil Okta ini pun merasakan perbedaan sikap Jihan.
Bagaimana tidak merasakan sikap Jihan yang berubah kalau atasanku itu sekarang tidak pernah memarahi atau menegurku dengan kasar apabila kami datang terlambat karena Okta ngambek pada pagi harinya.
Jihan lebih sering melayangkan senyuman manis dengan wajah tulus, tidak seperti biasanya. Pokoknya aneh, Jihan berubah sejak dia memelukku dari belakang kala itu.
Apakah Okta menyadari sikap Jihan karena kejadian itu?
"Tenggorokan om kering, om mau minum" Jawabku memberikan alasan. Aku memalingkan wajah ke samping ke arah berlawanan karena tidak ingin Okta melihat wajahku yang memanas karena teringat bagaimana rasanya di peluk perempuan dari belakang.
"Om kan lagi megang tumbler, memang isinya udah kosong?" Okta menunjuk botol minuman yang sedang aku pegang.
"Hehe... oh iya om lupa" Aku membuka tutup tumbler dan segera meneguk isinya.
Jadi salting begini di depan Okta, bahaya nih, cuma gara-gara di peluk perempuan dari belakang.
Kalau Okta tahu, keponakanku ini pasti akan mengejekku habis-habisan, pasti dia akan berkata, 'cie cieee si om jomblo baru di peluk perempuan'."Yahh... ternyata isinya udah abis, om ngambil air putih dulu ya" Kataku sambil bangkit dari duduk. Jadi salting beneran sampai punggungku terasa hangat.
"Om jangan nyari-nyari alasan buat kabur deh, ini minum air punya Okta aja" Okta menarik pergelangan tanganku.
Tenaganya kuat sekali untuk ukuran anak kecil seumur jagung ini sehingga aku benar-benar kembali duduk di sampingnya dengan hempasan kuat.
"Tenaga kamu kuat banget, keturunan siapa sih?" Tanyaku takjub.
"Keturunan om beb lah, Okta cantik-cantik begini tenaganya kuat kaya om beb, hehehe..." Okta terkekeh lalu tubuhnya menyamping dan tangannya melingkar mencapai pundakku dan memelukku erat.
Wah tumben-tumbenan banget Okta bangga menjadi keponakanku.
"Om beb, makasih ya dan maaf Okta udah bikin om khawatir" Suara Okta terdengar pelan.
"Apaan? Kamu ngomong apa barusan?" Tanyaku bingung.
Tetapi lega juga karena pembicaraan Okta kini berganti topik.Aku menatapnya lurus karena Okta terlihat serius.
Okta itu anak yang paling anti mengatakan terima kasih dan meminta maaf padaku, kalau ke orang lain dia memang bisa bersikap manis dan sopan.
Tetapi selama tumbuh besar denganku, tidak pernah sekali pun Okta bersikap manis maupun sopan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/5/22 - 2/1/23