18. teddy terkapar

813 223 115
                                    

klo tante perhatiin, eta tahi lalat nya geser dikit ya om beb 😆

Apri POV

"Bu Jihannya udah sadar, mbak Lis?" Tanyaku begitu melihat Lilis masuk ke dalam ruang tunggu staff.

Kak Febi, Dennis beserta Okta sudah pulang lima menit yang lalu, mereka tidak mempermasalahkan kasus Teddy yang membawa Okta untuk di tindak lanjuti ke kantor polisi, mereka beralasan Okta tidak terluka dan tidak terlihat trauma.

Bahkan keponakannya itu terlihat bahagia dan berceloteh riang dengan membawa tas-tas belanjaan hasil palakannya.

Aku bingung ingin mengetahui bagaimana caranya Okta meminta Teddy membelikan barang belanjaan segitu banyak.

Okta memang bermulut manis, tetapi tetap saja menurutku aneh ada orang yang menurutku berusaha menculiknya malah berakhir membelikan banyak barang untuk korban penculikannya.

Atau motifnya Teddy membawa Okta pergi bukan untuk menculiknya?
Ah entahlah, jadi bingung.

"Udah mas, bu Jihan masih ada di ruangannya, tadi saya udah bujuk bu Jihan untuk pulang, katanya nanti sebentar lagi" Jawab Lilis sambil duduk di depanku.

"Bu Jihan pingsan kenapa?" Tanyaku.

"Eungg... katanya sih karena belum makan sejak pagi di tambah stress mikirin pak Teddy ngebawa Okta" Jawab Lilis.

"Oh gitu, syukur deh, saya pikir bu Jihan pingsan karena punya riwayat sakit apa" Kepalaku mengangguk-angguk.

"Oh iya, si kuntet itu mana? Udah pulang?" Tanyaku lagi karena baru teringat urusanku dengannya belum selesai karena panik melihat Jihan yang mendadak pingsan.

"Si kuntet?" Tanya Lilis dengan kening mengernyit dalam.

"Ck, itu si Teddy" Jawabku setelah berdecak.

"Teddy kok jadi kuntet?" Tanya Lilis lagi.

"Gak ada alasan apa-apa sih saya manggil dia jadi kuntet, dulu karena emosi aja jadi langsung panggilan kuntet itu keluar" Jawabanku di tanggapi ringisan oleh Lilis.

"Saya gak liat pak Teddy itu sejak bu Jihan pingsan, mungkin beliau udah pulang" Jawab Lilis.

Brakk!!!

Gebrakan tanganku di atas meja membuat Lilis tersentak kaget.

"Sialan, urusan gue sama dia belum kelar, tangan ini belum bikin giginya rontok" Ucapku geram.

"Mas Apri kalau marah ternyata nyeremin ya, gak nyangka" Lagi-lagi Lilis meringis, tetapi wajahnya di iringi ekspresi takut menatapku.

"Ibu Jihan aja tadi bilang hal yang sama, mas Apri nakutin kalau lagi emosi" Lanjutnya kemudian.

"Siapa yang gak emosi kalau keponakannya di bawa orang tanpa ijin, bagus tadi bu Jihan pingsan, kalau nggak, mungkin si kutet itu udah terkapar berlumuran darah"

"Hiii... beneran saya serem bayanginnya, untung gak kejadian mas, wajar memang emosi, tapi mas Apri musti bisa ngontrol diri, takutnya entar malah bikin nyawa orang lain melayang"

"Gak masalah bikin nyawa orang lain melayang, dari pada nyawa keponakan sendiri melayang, kita kan gak tau motif si kuntet itu apa" Jawabku emosi dengan tangan mengepal erat.

Lilis lagi-lagi meringis.

"Udah jam segini mbak Lis, kamu gak pulang?" Tanyaku setelah melirik jam di pergelangan tanganku.

"Sebentar lagi mas, mau beres-beresin meja dulu" Jawabnya lalu berdiri.

"Saya mau liat keadaan bu Jihan dulu baru pulang" Kataku sambil melangkah beriringan dengan Lilis keluar dari ruang tunggu.

RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang