32. tersentak

796 213 73
                                    

ngeliat siapa om sampe ekspresi nya kek gitu 🤔

Jihan POV

"Gimana keadaan Okta, mas Apri?" Tanyaku ketika Apri menghampiriku di ruang tamu. Aku sekarang berada di rumah keluarga Apri.

"Okta tidur, lelap banget kaya gak tidur semingguan" Jawab Apri setelah mengambil duduk di sofa yang berseberangan denganku.

"Sebelum Okta tidur, dia nanyain bu Jihan terus" Lanjut Apri.

"Nanya apa?" Tanyaku bingung.

"Nanya apa bu Jihan marah sama Okta karena pemotretannya gak berjalan lancar dan bisa mengakibatkan gagalnya kontrak iklan dengan..."

"Oh, kirain nanya apaan, gak usah di pikirin, kontrak itu gak penting" Potongku sambil tersenyum lalu mengedarkan pandangan.

"Ibu dan ayahnya Okta kemana?" Tanyaku kemudian masih dengan pandangan mengedar manyapu semua ruangan yang terlihat oleh kedua mataku.

"Bu Jihan gak marah?" Tanya Apri dengan wajah tidak percaya.

"Kenapa harus marah?" Aku balik bertanya lalu pandanganku beralih menatap sosok di depanku.

"Eungg... ya kan kehilangan kontrak bernilai besar" Jawab Apri dengan ringisan di wajahnya.

"Hahaha... gak usah di pikirin, kita masih bisa dapatin kontrak yang lain"  Jawabku dengan senyuman lebar. Kalau Apri duduk di sebelahku, sudah barang tentu aku akan menepuk-nepuk punggung tangannya atau menautkan telapak tangan kami dan meremasnya pelan agar dapat menenangkan Apri.

Entah kenapa, mungkin karena hormonku sedang bergejolak atau karena sudah lama tidak bersentuhan fisik dengan lawan jenis, bawaanku belakangan ini inginnya selalu menyentuh Apri.

Wajahku terasa panas, aku mengalihkan pandanganku agar Apri tidak mendapati wajahku yang kini merona merah.

"Tapi setidaknya bu Jihan marah atau kecewa karena Okta..."

"Gak usah khawatir mas Apri, uang masih bisa di cari, dari awal saya memang kurang setuju dengan perusahaan itu, kontraknya terlalu memberatkan model"

"Bu Jihan benar gak kecewa?" Tanya Apri tidak percaya, sepertinya dia tidak mempercayai perkataan yang keluar dari mulutku.

Aku mengangguk cepat.

"Eungg... bukan karena Okta keponakan saya jadi dia mendapatkan perlakuan istimewa?" Tanyanya lagi.

"Walaupun terjadi sama model yang lain, saya gak kecewa kehilangan kontrak besar" Jawabku tegas.

"Owh" Apri mengangguk pelan.

"Tapi bukan berarti saya mentolerir apa yang sudah di perbuat Okta hari ini" Lanjutku kemudian.

"Iya, maksud saya itu, apa ada sangsi karena Okta udah melakukan kesalahan?" Apri meringis lagi.

"Yahhh... paling saya hanya memberikan Okta skors seminggu untuk tidak bekerja, sekalian Okta bisa istirahat"

"Tapi mas Apri tetap kerja" Lanjutku sambil tersenyum.

"Iya, iya, gak apa-apa, ibunya Okta tadi nelpon khawatir kalau bu Jihan akan menuntut Okta karena udah kehilangan..."

"Mas Apri, tadi kan saya udah bilang gak usah khawatir, ini saya gak di kasih minum, mas?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Eh iya, sampai lupa nawarin bu Jihan minum" Apri berdiri dengan tiba-tiba.

Aku tersenyum lalu mengikutinya berdiri.

"Mau kemana?" Tanya Apri bingung melihatku sudah berada di belakangnya.

"Kalau bisa sih ke hatimu, tapi sekarang saya kebelet buang air kecil, jadi ke hati nya mas Apri di tunda dulu, saya boleh pakai kamar mandinya mas?" Aku mengedipkan sebelah mata.

RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang