17. okta dtg

649 203 39
                                    

cus lah nanti lempar kuntet pake barbel ya om, lemparinnya b'kali2, biar benjolnya bertingkat kek sinchan 😅

Jihan POV

"Loh, kok ada vati di sini?" Suara anak kecil terdengar ceria seiring pintu ruanganku terbuka.

Aku langsung berdiri begitu melihat sosok Okta yang sedang memegang es krim dan melangkah dengan berjalan penuh percaya diri.

"Okta!! Kamu gak apa-apa?" Tanyaku bersamaan dengan Apri yang berlari dan berjongkok lalu memeriksa keadaan Okta.

Okta melihat aku dan Apri bergantian. Wajahnya tampak bingung.

"Okta gak apa-apa, memangnya kenapa?" Tanyanya setelah menggigit es krim coklat dan membuat mulutnya sedikit belepotan.

"Vati gak ikutan meriksa Okta?" Tanya Okta kemudian dengan suara dan wajah yang kini berubah santai seperti tidak terjadi apa-apa, Okta  mendongak tinggi melihat ayahnya yang menyusul menghampiri kami.

"Kamu gak apa-apa, nak?" Tanya ayah Okta dengan suara tenang, dari raut wajahnya tidak tampak rasa khawatir sedikitpun.

Dari awal aku memang rada bingung melihat kedua orang tua Okta yang terlihat tenang padahal anaknya sedang di culik, dan yang menyulik anak mereka pun adalah orang yang dulu pernah mempunyai kasus dengan mereka.

Kok bisa ya mereka tenang seperti itu?
Kenapa hanya aku dan Apri saja yang sedari tadi panik?

"Pada kenapa sih nanyanya sama semua? Okta gak apa-apa, memangnya Okta abis ngapain di tanya begitu?" Tanya Okta lagi.

"Okta kenapa mau aja ikut pergi sama orang asing?" Tanya Apri sambil memegang kedua pundak Okta.

"Ihhh... om beb jangan megangin pundak Okta dong, Okta kan jadi gak bisa makan es krimnya" Okta menggerakkan pundaknya untuk terlepas dari tangan Apri.

"Malah mentingin makan es krim, jawab dulu pertanyaan om, kenapa Okta mau aja ikut sama orang asing?" Kedua tangan Apri terlihat semakin mengerat memegang pundak keponakannya itu.

"Orang asing? Siapa? Oh maksudnya om beb, Okta mau aja pergi sama om Teddy itu?" Okta balik bertanya sambil memutar tubuhnya ke arah pintu, aku pun memanjangkan leher ke arah pintu, Teddy kok tidak muncul?

"Mana si kuntetnya?" Nada suara Apri kembali meninggi, Apri berdiri dengan wajah terlihat sangar sambil melihat ke arah pintu.

Melihat raut wajahnya seperti itu kembali membuatku tercegang.
Apri terlihat sangat berbeda dari biasanya.
Apri yang aku tahu adalah lelaki yang keseringan senyum dan sekarang wajahnya tampak menakutkan bagi orang yang baru kenal dengannya.

"Om beb kenapa manggil om Teddy jadi kuntet sih?" Okta kembali bertanya padahal pertanyaan Apri sebelumnya belum di jawab olehnya.

"Gak ada alasannya, kamu gak usah tau, sekarang jawab pertanyaan om yang tadi, kenapa Okta mau aja ikut pergi sama orang asing?" Apri kembali berjongkok.

"Om Teddy bukan orang asing, Okta ikut om Teddy karena katanya kenal sama frau Jihan" Jawab Okta lalu menoleh menatapku.

"Frau Kenal om Teddy, kan?" Tanya Okta kemudian.

"Saya kenal, tapi bukan berarti Okta bisa langsung ikut-ikut sama orang yang Okta gak kenal" Jawabku sambil memegang pergelangan tangannya.

"Okta ikut om Teddy karena katanya mau nawarin Okta iklan"

"Om beb, tolong buangin" Tangan Okta mengulur menyerahkan stik es krim yang sudah dia lahap habis sembari berbicara dengan kami.

"Gini nih kelakuan anak elu, suka nyuruh-nyuruh gue" Apri menggerutu sambil melewati ayahnya Okta setelah meraih stik dari tangan Okta.

RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang