33. restu ibu

875 204 78
                                    

knp frau? pusing mau di sidang ibu yaaa 😆

Apri POV

Ibu menatap kami bergantian dengan tatapan tajam.

Ternyata begini rasanya di sidang karena ketahuan melakukan hal yang tidak boleh di lakukan sebelum halal.
Dulu waktu kejadian kak Febi dan Dennis aku sangat puas mentertawakan mereka ketika posisinya sama seperti aku sekarang ini.

Mau bergerak saja salah, sangking tegangnya aku menahan kentut sedari tadi.

Mau sampai kapan ibu hanya menatap kami seperti ini.

"Uti, jangan diam aja, ini bantal, pukul om beb sampe puas" Suara Okta memecahkan keheningan di antara kami.

"Okta kenapa ada di sini? Uti kan udah bilang Okta ke atas, masuk kamar" Kata ibu menyadari ada makhluk kecil yang ternyata masih ikut serta.

"Gak mau, Okta kan saksi, tadi liat om beb... mphhh"

Aku langsung membekap mulut Okta secepat kilat, rasanya sangat malu apabila kembali di bicarakan lagi, apalagi oleh Okta yang melihat kejadiannya secara langsung.

Malunya pasti bisa sampai seumur hidup.

"Okta ke atas dulu ya" Bujukku, semoga saja Okta masih menuruti perkataanku walaupun dia sudah melihat sesuatu yang memalukan dalam hidupku ini.

Sesaat Okta menatapku lalu menepis tanganku yang masih membekap mulutnya.

"Ok" Hanya satu kata yang keluar dari mulut Okta, keponakanku itu lantas berdiri dan melirik Jihan tajam sebelum beranjak pergi ke kamarnya.

Semoga saja setelah kejadian ini Okta masih menganggapku paman yang dia sayangi.

"Maaf bu, ini semua salah saya" Suara Jihan terdengar setelah kami benar-benar hanya bertiga di ruang TV ini.

"Ibu gak minta kamu yang ngejelasin, ibu mau kamu jelasin apa yang udah terjadi" Tatapan ibu yang awalnya ke arah Jihan kini beralih menatapku tajam.

Karena gugup, aku hanya dapat mengusap-usap tengkuk.

"Apri" Panggil ibu.

Aku mendongak menatap ibu takut.

"Apri yang salah bu, seharusnya Apri sebagai laki-laki harus dapat mengontrol diri" Ucapku pelan.

"Mengontrol diri, bagus ya, sengaja pulang pas gak ada orang di rumah, kalau Okta gak bangun memergoki kalian, ibu rasa kejadiannya gak berhenti sampe bikin leher kamu merah-merah gitu, bener kan Pri?" Suara ibu terdengar sangat tajam sampai aku tidak berani mendongak.

Perlahan tanganku naik menutupi leher tempat di mana bercak merah yang ibu katakan.

"Saya yang salah bu"
Aku menoleh ke arah Jihan yang kembali bersuara.

"Jangan nutupin kesalahan anak ibu" Ucap ibu cepat.

"Rumah kosong, bawa perempuan anak orang, memangnya ibu pernah ngajarin kamu begitu, Pri?" Tanya ibu.

Aku menggeleng dalam keadaan kepala menunduk dalam.

"Dia siapa? Pacar kamu? Gak pernah ngenalin ibu tau-tau malah langsung bikin merah-merah leher" Lanjut ibu dengan suara terdengar sangat dingin.

Aku bergidik, perasaan waktu kejadian kak Febi dulu, ibu gak sampai begini.
Aku seperti mati kutu, tidak dapat berkutik.

Jihan siapaku? Kami belum lama menjalin hubungan yang tidak dapat aku katakan kalau kami berpacaran.
Masa mau bilang ke ibu kalau Jihan ini perempuan yang mengajakku menikah?

RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang