39. semoga tdk terjadi apa2

763 170 67
                                    

om beb lagi nemenin okta syuting yaa? syuting iklan apa om? ohh... syuting iklan game latto latto, ok, ok 👌🏼 🍒

Apri POV

"Loh, nak Jihan kok datangnya pagi benar"
Suara ibu menyambut kami begitu aku membukakan pintu depan rumah.

"Ibu belum ke pasar loh, waduh, jam makan malam kan masih lama" Lanjut ibu lagi dengan ekspresi wajah panik yang tidak di tutupi.

Ibu melirikku.

"Jam makan malam?" Jihan mengulang perkataan ibu.

"Loh, memangnya Apri gak bilang ke kamu?" Tanya ibu lalu kembali melirikku.

"Bilang apa?" Jihan menoleh padaku.

"Iya, bilang apa?" Tanya aku bingung dengan ringisan di wajah.

"Ini anak semakin tua kok iya ingatannya semakin berkurang sih, ibu kan ngundang nak Jihan makan malam, kamu lupa bilang?"

Tanganku menepuk kening.

"Tuh, emang gini kelakuannya Apri, maaf ya nak Jihan" Ibu menarik kedua tangan Jihan dan menggenggamnya.

Jihan menatap ibu dan aku bergantian dengan wajah bingung.

"Apri bukannya lupa bu, tapi belum sempat kasih..."

"Ya sama aja, memangnya segitu susahnya ya nyampein pesan undangan makan ke nak Jihan?" Ibu memotong perkataanku.

"Bukannya susah tapi tadi ada kejadian yang bikin Apri kehilangan..."

"Tadi ada telepon masuk dari ibunya Okta mengabarkan kalau Okta nyari mas Apri, sekarang Oktanya di mana ya bu?" Kali ini Jihan yang memotong perkataanku.

Untung saja Jihan mengatakan hal yang masuk akal, bukan menyampaikan hal yang nyaris membuat kami kehilangan kontrol diri karena mabuk akan aktivitas ciuman yang kami lakukan sebelum kak Febi menelpon.

Pikiranku memang kacau, berdua dengan Jihan sangat berbahaya, entah kenapa dirinya selalu memprovokasi dengan godaan yang nyaris membuatku selalu kehilangan kendali diri.

Padahal aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak melakukan hal-hal yang membangkitkan nafsu sebelum menikah.

Tetapi godaan Jihan sangat intens. Walaupun aku suka sifatnya yang frontal dan agresif.

Mungkin karena aku yang tidak mempunyai pengalaman dalam suatu hubungan khusus sebelumnya, aku membiarkan Jihan untuk memberikan pelajaran padaku.

"Okta ada di kamarnya, baru juga sampe" Jawab ibu dengan wajah mengarah ke kamar Okta yang berada di lantai atas.

"Saya ke atas dulu ya bu, mau liat Okta" Ijin Jihan sambil menundukkan kepala dan tersenyum.

"Maaf gak bawa apa-apa ke sini, karena mendadak..."

"Ahh... gak apa-apa, gak usah repot-repot, kan masih ada hari lain kalau mau bawa apa-apa"

"Kalau bisa sih jangan martabak ya, yang suka martabak mah Febi doang"

"Ibu, apaan sih?!" Kataku cepat sebelum ibu melanjutkan perkataan yang membuatku malu.

"Loh, memangnya nak Jihan gak ke sini-sini lagi? Kan gak mungkin, masa kamu pacaran di luar terus, gak boleh"

"Kamu itu masih dalam pengawasan dan bimbingan orang tua"

Terdengar kekehan yang keluar dari mulut Jihan mendengar ucapan ibu.

"Ibu malu-maluin Apri terus" Sungutku tidak terima.

"Kamu lahir ke dunia ini memang gunanya buat di malu-maluin, kenapa? Salah?" Tanya ibu dengan wajah jenaka.

RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang