mau pose atau muka kek gmn juga ttpnaja manis 😮💨
Apri POV
"Om bebbbb..." Okta melangkah menghampiriku dengan sapaan riang, wajahnya ceria.
"Abis dari mana?" Tanyaku padanya setelah Okta mengambil duduk di sampingku, seperti biasa, kami duduk berhimpitan di sofa ruang rias.
Kali ini kami duduk berhimpitan bukan karena baju-baju yang selesai di laundry, tetapi tumpukan barang-barang properti yang seharusnya berada di ruang properti.
"Abis dari ruang tunggu" Jawab Okta cepat lalu menyenderkan kepalanya di lenganku.
"Sama siapa? Sendiri? Kok gak bilang om, om tadi nyamperin kamu ke ruang syuting" Kataku lagi.
"Gak sendirian om, Okta di ruang tunggu sama ti Lis, biasalah ngobrol" Jawab Okta lalu tangannya mengulur panjang memeluk tubuhku dari depan.
Ngobrol kata dia? Ngobrolin apa sama orang yang tidak seumuran dengannya?
Okta ini dewasa sebelum waktunya, kasihan juga, seharusnya anak seumuran dia lebih menghabiskan waktu dengan teman seumuran, tetapi Okta dari kecil sudah berhubungan dengan orang dewasa, aku, ibu, kak Febi dan juga Dennis.
"Pulang yuk, jadwal kamu udah kosong" Ajakku setelah beberapa menit kami terdiam.
Tidak ada jawaban dari Okta, aku menunduk agar dapat melihat wajahnya, ternyata keponakanku itu tertidur.
"Dia malah tidur" Gumamku pelan.
"Okta kayanya kecapean ya mas"
Aku mendongak setelah mendengar suara perempuan dari arah depan.
Jihan tersenyum padaku lalu mengambil duduk setelah meletakkan barang properti ke lantai."Kayanya sih iya, tadi syuting dua iklan" Jawabku lalu tersenyum membalasnya.
Jadi teringat perkataan Okta, Jihan memang lebih banyak tersenyum sejak kejadian Teddy membawa Okta pergi.
"Besok kan jadwal Okta kosong, lebih baik gak usah datang ke kantor, istirahat aja sehari di rumah" Kata Jihan.
"Biasanya kan kalian tiap hari datang ke kantor walaupun Okta gak ada jadwal syuting, sekali-sekali gak datang gak apa-apa mas" Lanjut Jihan cepat karena melihatku hendak membuka mulut.
Aku menunduk karena merasakan pelukan Okta mengerat di tubuhku.
"Ya udah besok kami gak datang" Jawabku setelah mempertimbangkan.
Sepertinya sudah sewajarnya aku dan Okta mendapatkan libur sehari dari hari kerja.
"Okta kangen tante Mandaaa..."
Rengekan pelan terdengar dari mulut Okta.Kedua alisku bertaut lalu kembali menunduk untuk mengecek apakah Okta sudah bangun dari tidurnya.
"Wah ngigau nih anak" Gumamku lagi.
"Manda itu siapa ya mas?" Tanya Jihan.
"Ha?" Aku langsung menoleh padanya.
"Itu, tante Manda yang di sebut Okta barusan" Jihan memperjelas pertanyaannya.
Wajahnya terlihat ingin tahu."Oh, dia teman sekolah saya" Jawabku setelah beberapa detik terdiam karena memikirkan kenapa Jihan bertanya soal Manda.
"Kok Okta bisa kenal sama teman sekolah mas Apri?" Tanya Jihan kemudian.
Kedua alisku kembali bertaut, kali ini menyadari sesuatu.
"Sebentar, saya gak salah dengar kan?" Tanyaku bingung menatap Jihan lurus-lurus.
"Salah dengar apa? Saya cuma tanya kenapa Okta bisa kenal sama teman sekolahnya mas Apri"
"Iya, pertanyaan itu saya dengar secara jelas, tapi..." Aku masih fokus menatap Jihan.
"Tapi saya gak salah dengar kan, bu Jihan manggil saya, mas?" Tanyaku ragu.
Jihan tersenyum lalu menutup mulutnya sambil menunduk.
Sekilas sebelum wajahnya menunduk aku melihat guratan merah di pipinya."Memangnya salah ya kalau saya manggil mas?" Tanya Jihan lalu mendongak, wajahnya ternyata memang memerah.
Aku tertegun melihatnya.
"Ya gak salah, tapi kok? Dulu kan manggil saya nama aja, tapi kenapa sekarang manggil mas?" Tanyaku bingung.
Jihan meringis.
"Mas Apri juga boleh kok manggil saya nama aja gak usah pake panggil bu Jihan" Kata Jihan kemudian.
"Ha?" Aku kembali tertegun.
Beneran bingung.
"Ya gak bisa, bu Jihan kan atasan saya" Kataku cepat meralat kata 'ha' yang reflek keluar dari mulutku.
"Umur kita kan gak terpaut jauh, umm... kenapa jadi ngomong beginian ya? Pertanyaan saya soal siapa Manda belum di jawab" Jihan menatapku penuh minat.
"I... itu" Aku tergagap, pertanyaan random yang terlontar tidak dapat segera aku jawab karena masih bingung soal Jihan memintaku memanggil namanya.
"Manda pacarnya mas Apri ya?" Tanya Jihan kemudian.
"Eh, bu... bukan" Jawabku cepat dengan masih tergagap.
"Terus siapa nya?" Jihan terlihat sangat-sangat ingin tahu.
"Eunggg..." Lenguhan terdengar keluar dari mulut Okta, keponakanku itu menggeliatkan tubuhnya lalu kembali memelukku.
"Kangen tante Mandaaa..." Rengek Okta lagi.
Aku meringis melihatnya.
"Kami kayanya harus pulang sekarang bu Jihan" Kataku lalu berdiri menggendong Okta.
Kedua tangan Okta langsung melingkar erat di leherku.
"Ohh..." Wajah Jihan terlihat kecewa lalu mengikutiku berdiri.
"Um... mas Apri masih utang sama saya ya" Katanya lalu berjalan di sampingku.
"Ha? Utang apa? Saya kayanya gak pernah minjam uang ke bu Jihan" Tanganku reflek menggaruk kepala belakangku.
"Bukan utang uang, tapi utang penjelasan" Jawab Jihan.
"Om bebbb... Okta kangen tante Mandaaa..."
Hentakan kaki bertemu lantai tiba-tiba terdengar sehingga membuatku berhenti melangkah lalu memutar tubuh ke samping.
Jihan cemberut, mulutnya mengerucut persis seperti Okta apabila sedang mengambek.
"Kangen, kangen!!" Jihan tiba-tiba berjalan melewatiku tanpa menoleh.
Aku menatap kepergiannya dengan bingung.
"Ya memang Okta kangen tante Mandaaa... ihh frau Jihan kenapa sih om beb?" Punggung Okta menegak, wajah kami sejajar.
"Om, om beb kenapa bengong, ayo pulang" Kedua tangan Okta menangkup wajahku.
"Hihihi... muka om beb lucu kalau begini" Okta menggerakkan kedua tangannya yang masih menempel di wajahku.
Ada apa dengan Jihan? Pikirku bingung.
Tbc
aadj jadinya ya om? ada ada dengan jihan wkwkwkw
udah chap 22 loh inj om beb, blm ada getaran2 apa gitu ke frau jihan? mo tante bikin bergetar ga? getaran halus apa getaran kenceng? 😅9/19/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/5/22 - 2/1/23