16. menunggu okta

765 207 106
                                    

okta keponakan om yg centil dan tengil, di bawa kmn kamu sama si kuntet??? 😩
om beb dari tadi celingak-celinguk nyariin kamu 🥺

Apri POV

"Maafin gue kak, salah gue karena gak nungguin Okta syuting sampe kelar" Aku menunduk dalam ketika kak Febi dan Dennis menyusulku ke kantor.

"Elu gak salah Pri, yang salah itu si penulis kenapa munculin Teddy di lapak cerita ini" Kak Febi mengusap-usap punggungku lembut dan berkata penuh pengertian.
Tetapi wajahnya mendelik-delik entah di tujukan kepada siapa.

Tumben banget kak Febi tidak meluapkan amarahnya padaku, aku sudah berdoa sejak memutuskan menghubungi kedua orang tua Okta agar aku selamat dari amukan kak Febi atau Dennis.
Dan apa yang terjadi saat ini sangat di luar dugaanku.

Kami sedang berada di ruangan Jihan. Apa mungkin kak Febi tidak mengamuk seperti biasanya karena Jihan sedang berada di antara kami? Apa mungkin kak Febi sedang menjaga imej di depan atasanku dan nanti begitu sampai di rumah riwayatku akan tamat malam ini.

Apakah ini saatnya aku menuliskan pesan terakhir? Firasatku mengatakan sepertinya aku harus menuliskan pesan terakhir.
Jelas saja riwayat ku akan tamat malam ini, ibu juga pasti akan dengan senang hati memusnahkan aku dari muka bumi ini kalau tahu aku telah lalai menjaga cucu satu-satunya.

"Teddy yang dulu?" Terdengar suara Dennis di samping kak Febi.
Leherku memanjang agar dapat melihat sosoknya yang sedari tadi hanya diam.

"Iya, si kuntet yang dulu pernah elu bikin babak belur itu, sekarang di lapak cerita ini giliran gue yang bikin dia babak belur" Jawabku dengan rahang mengetat menahan emosi yang tidak reda walaupun sudah minum air dingin bercampur madu.

"Maaf, kalian kenal Teddy?" Tanya Jihan yang duduk di seberang kami, dari wajahnya tampak ragu.

"Kenal, dia dulu HDR di perusahaan tempat saya dan ayah Okta bekerja" Jawab kak Febi.

"Tadi saya bilang, si kuntet itu dulu ada kasus sama kakak saya waktu Okta belum muncul di dunia ini"

"Dennis ini teman saya, dia yang nyelamatin kak Febi dari pelecehan si kuntet" Akhirnya aku menjelaskan perihal kasus kak Febi pada Jihan.

"Ha? Teddy melakukan pelecehan seksual ke..." Mata Jihan melebar ngeri.

"Pri, manggilnya jangan kuntet kenapa sih? Gak enak banget di dengarnya" Kak Febi menepuk lenganku.

"Bodo amat, gue kesel dari dulu, iya, kalau Dennis gak datang di waktu yang tepat, saya gak bisa bayangin apa yang bakalan terjadi sama kakak saya ini" Aku menoleh ke arah Jihan.

"Di... dia melakukan pelecehan seksual?" Ulang Jihan lagi, wajahnya tampak pucat.

"Ibu Jihan gak kenapa-kenapa?" Tanya kak Febi sehingga membuatku kembali menoleh pada Jihan.

"Oh, iya, gak kenapa-kenapa, saya cuma kaget" Jawab Jihan, kedua telapak tangannya saling meremas.

"Kayanya ada sesuatu yang dia tutupin" Kak Febi berbisik padaku sambil kembali menyenggol lenganku.

"Ahh... ya palingan dia memang kaget denger kakak tirinya punya mental penjahat kaya gitu" Sahutku ikutan berbisik.

"Jadi gimana nih Den? Mau elu apa gue yang ngabisin si kuntet?" Tanyaku pada Dennis, tidak menghiraukan tatapan mata kak Febi untuk memintaku tidak tersulut emosi lagi dan tidak terlalu mengindahkan gelagat Jihan.

"Pri, tahan emosi kenapa sih? Gue serem liat elu kalau udah emosi bisa kalap kaya waktu dulu bikin babak belurin siapa itu yang bikin hamil Amanda?" Tanya kak Febi.

"Gak tau gue lupa namanya" Jawabku.

Jihan menatapku dengan tatapan yang sama seperti di ruang cctv.

Kali ini aku tidak menanyakan kenapa dia menatapku seperti itu karena takut kak Febi akan kembali menegurku.

"Kita tunggu orangnya datang dulu, liat keadaan dan bertanya kenapa dia bawa Okta pergi" Perkataan Dennis di tanggapi anggukan oleh kak Febi.

"Dennis bener Pri" Ucap kak Febi.

Suara pintu terbuka terdengar tidak lama kemudian muncul sosok Lilis membawakan nampan berisikan gelas yang sudah terisi air sirup dan es batu.

"Di minum dulu bu, pak" Kata Lilis mempersilahkan kak Febi dan Dennis untuk minum.

"Kamu di mana?" Tanya Jihan dengan tangan memegang handphone di depan wajahnya.

Kami berempat menoleh ke arah Jihan secara bersamaan.

"Otw ke kantor kamu" Suara Teddy terdengar dari loudspeaker yang Jihan pencet.

"Ngebut buruan lu JINGG!!" Emosiku tersulut kembali.

"Pri" Tegur kak Febi dengan menarik lenganku.

"BANG***SAT emang manusia itu, beraninya sama perempuan sekarang sama anak kecil, cepetan lu datang, hadapin gue" Aku tidak menghiraukan teguran kak Febi yang memintaku untuk tenang.

"Om nya Okta kenapa sih? Tenang bro, saya akan kembalikan ponakan anda dengan selamat, saya hanya berurusan dengan Jihan"

"Kalau berurusan sama bu Jihan kenapa elu bawa-bawa ponakan gue JINGGG"

"Apri! Ibu kalau denger kamu sumpah serapah gitu kena di lempar asbak baru tau rasa" Kak Febi kali ini menepuk pundakku kencang.

"Sepertinya di sana banyak orang ya Jihan? Kamu manggil siapa aja?" Tanya Teddy.

"Bawa Okta kembali ke kantor saya sekarang!" Jihan tidak menjawab pertanyaan Teddy lalu menutup sambungan telepon.

"Maaf, maafin kakak tiri saya yang membawa Okta pergi" Jihan menunduk dalam.

"Kakak tiri?" Tanya kak Febi sambil menyenggol lenganku dengan tatapan bertanya-tanya.

"Iya, si kuntet kakak tirinya bu Jihan, gue aja baru tau" Jawabku pelan.

"Kak elu gak takut nanti ketemu lagi sama si kuntet? Mending elu nunggu di mana gitu, biar gue sama Dennis yang hadapin dia" Lanjutku kemudian.

Kak Febi tampak berpikir.

"Kamu tunggu di mana dulu schatz, lebih baik tidak bertemu dengan Teddy" Dennis mengusap lengan kak Febi dengan lembut.

*schatz = sayang

"Ibu bisa ikut saya ke ruang tunggu" Lilis yang masih berdiri melangkah maju ke arah kak Febi.

Kak Febi menatap Dennis ragu, Dennis mengangguk pelan.

"Janji gak bikin keributan yang bisa melibatkan polisi ya" Kata kak Febi.

"Yang bakalan mukulin Teddy kan Apri, aku cuma liatin doang sambil gendong Okta"

"Dennisss... aku serius, aku gak mau tangan kamu kotor karena nyentuh manusia itu lagi"

"Kamu tenang schatz, aku janji gak..."

"Huekkk...!! Kalian bisa gak sih drama nya nanti aja"

"Seharusnya kalian tegang, Okta di culik sama orang yang dulu bikin kasus sama kalian" Lanjutku lagi dengan pandangan heran melihat ke arah kak Febi dan Dennis yang sedang berpegangan tangan.

"Pri, gue yakin Okta aman" Kata kak Febi sambil tersenyum.

"Mari, mbak Lilis ya namanya? Saya sering denger cerita mbaknya dari Okta, selama ini Okta gak ngerepotin..." Kak Febi melangkah keluar ruangan bersama Lilis sambil berkata-kata.

Heran kenapa hanya aku dan Jihan saja yang tampak tegang dan emosi menghadapi Teddy.

Tbc

masa ga kenal ponakan om sendiri sih? kak febi aja yakin okta gpp 😆

4/9/22

RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang